"Owh, jadi mereka tidak bicara padamu?" Nada menggeleng. Kemudian Pria tampan itu mendekati Nada perlahan membuat napas Nada tidak turun naik, tetapi tiba-tiba pintu diketuk.
Akhirnya Tuan Abdul berhenti dan melangkah menuju ke pintu. Ia membuka kunci dan menarik gagang pintu. Saat pintu terbuka, ternyata Ruqoyah dan Ainur yang datang.
"Maafkan aku, Mas," ujar Ruqoyah, "aku nggak tahu kalau Mas Rashid ada di sini. Tadi lupa mau kasih tahu kalau Nada disuruh ke kamar. Lelaki yang memiliki alis tebal itu menganggukkan kepalanya lalu memberi kode agar mereka segera pergi. Namun Nada mencegahnya.
"Mbak Ruqoyah, tunggu," panggil Nada kemudian bangkit dari kasur dan berjalan menuju ke arah wanita itu.
"Mbak, biasanya bikin ramuan, mana?" ucap Nada mengingatkan.
"Oh iya, bentar aku buatkan. Nanti aku ke sini lagi," ujar wanita itu lalu meninggalkan kamar Nada diikuti Ainur. Tuan Abdul mengusap kepalanya lalu berjalan ke ranjang. Nada mengikutinya tetapi duduk di sofa.
"Nada, jika menghindar dariku, bagaimana kamu akan membuktikan bahwa aku mandul?" seloroh pria itu.
"Nggak usah dibuktikan, cukup bertahan satu tahun dan aku tidak akan hamil."
"Nada, sekarang pindah ke kamarku, aku nggak mau di sini!" perintah Tuan Abdul dan Nada tidak bisa menolaknya. Akhirnya Nada pun keluar kamar mengikuti Tuan Abdul. Pada saat melintas di kamar Ruqoyah, wanita itu memberikan ramuan yang katanya khas Arab. Nada pun menerima ramuan itu dan membawanya ke kamar. Terlihat wajah kedua istri Tuan Abdul begitu cemburu, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Saat berada di kamar, Nada hanya memainkan ponselnya. Tiba-tiba ia terbelalak tatkala membaca sebuah pesan.
[Ibu nginep di tempatmu, sekarang dalam perjalanan.]
"Alhamdulillah," pekik Nada membuat Tuan Abdul kaget. "Ibu mau datang!" lanjut gadis itu girang.
"Syukurlah, jadi biar tahu kelakuanmu!" balas pengusaha mebel sukses itu. Nada melirik pria itu dengan pandangan judes.
"Tuan, kenapa sih harus malam ini bersamaku, duh!" pekik Nada sambil menguyek rambutnya. "Itu ada dua istri Tuan yang sedang menanti, ajak saja!" pekik Nada sedikit kesal apalagi ketika ingat kekasihnya.
"Aku hanya ingin memberikan kewajibanku sebagai suami, itu aja!"
"Tetapi aku nggak butuh, Tuan! Kewajibanmu buat kedua istrimu saja!" balas gadis itu.
Ting!
Notifikasi pesan masuk.
[Ibu sudah sampai]
"Alhamdulillah! Ibu sudah sampai, aku mau ke luar," pinta Nada lalu bangkit dan menuju ke pintu.
"Tunggu!" cegah Tuan Abdul, "kita keluar bersama," ungkapnya. Lalu Nada dan Tuan Abdul pun keluar dari kamar bersama. Mereka melihat Nyonya Hamidah sedang duduk ditemani oleh asisten rumah tangga dan secangkir teh manis serta beberapa camilan.
"Ibu!" teriak Nada lalu merangkul wanita itu. "Alhamdulillah ibu ke sini."
"Iya, ibu ingin tahu bagaimana keadaanmu di sini. Nurut apa enggak sama suami," jawab Bu Hamidah membuat Tuan Abdul senang.
Nada pun mengajak ibunya untuk masuk ke dalam kamarnya, tetapi sang ibu tidak mau.
"Sayang, ada suamimu, nggak boleh begitu," ujarnya. Nada merengut lalu mendekati sang suami.
"Tuan, aku izin ke kamar bersama ibu, ya," pinta istri ketiga Tuan Abdul, tetapi lelaki itu menggeleng.
"Kenapa harus di kamar? Di sini saja nggak apa-apa, aman, kok!" tandasnya dan diiyakan oleh sang ibu. Gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Bu, kenapa ibu mengemis-ngemis padanya untuk menikahkanku? Apa, sih, keuntungannya? Apakah karena Tuan Abdul kaya raya?"
"Sssttt!" Bu Hamidah menutup mulutnya dengan satu jari berharap putrinya diam. Wanita itu merasa tidak enak dengan menantunya.
"Bodo amat, Bu, aku tidak suka! Aku mencintai Mas Rayhan." Nada terisak menyesali pernikahan ini. "Ibu telah menghancurkan masa depanku," lanjut Nada.
"Diam, cukup." Wanita yang mengenakan gamis biru nepi dan jilbab hitam itu menenangkan putrinya. "Sayang, mungkin ini adalah garis hidupmu. Kita tidak dapat menolaknya!"
"Kata siapa? Bisa, kok! Ceraikan saja aku!" teriak Nada membuat Ruqoyah dan Ainur keluar dari kamar. Suara Nada sampai ke telinga mereka berdua.
"Tuan, ceraikan saya sekarang juga!" pinta gadis itu sambil terisak.
"Tidak bisa, Nak, pernikahan bukan untuk permainan."
"Ibu saja mempermainkan aku. Ibu merendah dan mengemis kepada Tuan Abdul agar menerimaku sebagai istri, apakah itu namanya menjual anak? Hah!" ucap Nada dengan nada tinggi. Bu Hamidah tidak bisa berbuat apa apa, kenyataannya memang demikian. Namun sebenarnya bukan hanya Bu Hamidah saja, banyak ibu-ibu yang memiliki anak gadis menawarkan ke Tuan Abdul.
Pertimbangan mereka adalah, meski Tuan Abdul mandul, tetapi hidupnya bergelimang harta. Tuan Abdul pengusaha meubel terkenal di kota ini. Semua istri diberi hak untuk memegang beberapa toko.
"Tahu nggak, akibat ulah ibu, aku menjadi seorang budak!" ucap putri dari Pak Slamet itu.
Bu Hamidah menatap ke arah Tuan Abdul yang hanya bersedakep melihat pertengkaran Nada dan ibunya.
"Itu tidak benar!" sahut Ruqoyah. "Bahkan Mas Rashid belum pernah tidur dengan Nada."
"Tapi aku terkekang, Bu! Aku ingin bebas! Lulus sekolah aku ingin menikmati masa kebebasan dan kuliah," sahut Nada, "aku masih punya cita-cita, ingin kerja dan dapet uang."
"Nada, kamu bisa minta sama Tuan Abdul kuliah," ujar Bu Hamidah, "Boleh, kan?" Ruqoyah dan Ainur terbelalak.
"Tapi aku nggak mau terikat, Ibu!" sahut Nada, "aku ingin cerai, aku ingin hidup sama Mas Rayhan," pekik Nada.
"Dengarkan ibu," ucap Bu Hamidah menenangkan putrinya lalu memegang kedua bahu dan mendudukkan ke sofa. "Sayang, Jika sampai detik ini kamu masih menjadi istri Tuan Abdul, berarti itu takdirmu. Memang Allah sudah mentakdirkanmu menjadi jodohnya meski dengan cara yang tidak kamu senangi."
"Tapi kan biasa cer ...."
"Ssstttt! Tidak semudah itu. Cerai juga harus ada alasan kuat!" sahut Bu Hamidah. "Bukankah kamu ada syarat jika selama satu tahun tidak mendapat keturunan, maka kamu minta cerai? Ini belum ada setahun." Bu Hamidah mengingatkan putrinya.
"Kamu jalani dulu pernikahan ini."
Tapi, Bu!"
"Nggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu harus berikan kewajibanmu sebagai istri," pinta Bu Hamidah sembari mengelus puncak kepala putrinya.
"Aku kabulkan permintaan Nada, aku akan menguliahkannya, anggap saja ini hadiah dariku," sahut Tuan Abdul membuat Bu Hamidah kaget. Senyum tersungging di bibirnya.
"Tuh, kan! Ini kesempatanmu," ujar sang ibu.
Kini Nada sedikit tenang. Namun membuat kedua istri Tuan Abdul meradang. Mereka merasa cemburu.
"Enak sekali Nada," bisik Ruqoyah pada Ainur.
"Iya, tapi gini, jangan berikan ia mengelola toko seperti kita. Anggap saja hak Nada untuk biaya kuliah, bagaimana?" ujar Ainur lirih.
"Usul yang baik," balas Ruqoyah, nanti hal ini kita sampaikan ke Mas Rashid."
Akhirnya semua telah selesai dan beres. Nada bisa mengerti dan bisa sedikit menerima apalagi Tuan Abdul ingin membiayai istrinya itu kuliah.
Usai makan malam, Bu Hamidah masuk ke kamar Nada untuk beristirahat. Sementara Nada dan kedua istri Tuan Abdul berada di kamar Tuan Abdul untuk membicarakan sesuatu.
"Mas, karena rencananya Mas mau menguliahkan Nada, maka Nada jangan dikasih jatah toko," usul Ruqoyah.
"Iya, Mas, kuliah itu mahal, apalagi jurusan kedokteran," sahut Ainur.
"Omset kalian satu bulan masih sisa dibanding biaya kuliah Nada. Tapi aku akan terima usul kalian," ucap Tuan Abdul, paling akan aku beri fasilitas mobil atau aku yang antar jemput."
"Enak sekali, Mas!" sahut Ruqoyah.
"Kalian apakah lupa bagaimana aku? Bukankah aku orang yang sangat bertanggung jawab?" ucap Tuan Abdul menggebu dan menegaskan.
Kedua istri Tuan Abdul mengangguk dan menunduk membenarkan apa yang disampaikan suaminya. Selama ini memang kedua istrinya tidak pernah kekurangan.
Setelah melakukan pembicaraan, akhirnya mereka berdua pamit. Hanya Nada sendiri dan suaminya yang tinggal di kamar itu.
"Nada, minumlah ramuan itu!" perintah sang suami tetapi Nada menggeleng.
"Ramuan macam apa ini, aku nggak suka!" Ia menuju ke kamar mandi sembari membawa ramuan itu dan membuangnya.
"Besok-besok kamu hargai kakak madumu!" Nada hanya merengut dan menuju ke kasur.
Tak lama Tuan Abdul menyusul membuat Nada kaget!
"Aku suamimu!" ucap Tuan Abdul lirih membisikkan di telinga istri mudanya. Nada hanya mendelik.
-----
Bersambung
"Aku suamimu!" ucap Tua Abdul lirih membisikkan ke telinga istri mudanya. Nada hanya mendelik.------"I--iya," jawab Nada. Keringat dingin keluar dari badannya. Selama ini, ia belum pernah merasakan hal seperti ini, tidur dengan pria asing. "Ma-maf, Tuan, aku mau ke kamar mandi," pinta gadis itu dengan grogi. "Tidak! Kamu pasti merencanakan sesuatu," ujar sang suami. Nada menggeleng, "aku sudah terjebak, Tuan, mau merencanakan apa?" ucap Nada dengan suara terbata. Dengan segera ia berlari dan masuk ke kamar mandi. Saat di kamar mandi, ia berteriak girang. Keceriaan terpancar di matanya. Kemudian, ia keluar dengan bahagia. "Tuan, aku haid!" teriak gadis itu sembari tertawa serta berjingkrak. "Jangan bohongi aku," balas Tuan Abdul sembari menarik tangan istrinya. "Tuan nggak percaya? Mau aku tunjukkan?" Nada menantang suaminya kemudian memegang celana panjang yang ia pakai. "Nggak-nggak, cukup! Sekarang tidurlah!" ucap Tuan Abdul lalu ke luar dengan kesal. Sementara gadis itu pun
"Baik." Setelah itu Tuan Abdul berbalik menuju ke dapur. Bu Hamidah menutup pintu kamarnya lalu naik ke ranjang dan membangunkan putrinya. Ia menggoyang-goyang badan putrinya sedikit kencang sebab putrinya itu susah untuk dibangunkan. "Nada, bangun! Kamu itu sudah jadi istri, layani suamimu," seru Bu Hamidah sedikit kesal. "Ini anak udah nikah tapi kelakuan masih kayak anak-anak, bangun!"Karena suara Bu Hamidah terlalu keras sehingga Nada pun terbangun. "Nada, kamu kebangetan sekali!" "Kenapa, Bu," sahut Nada sembari mengucek matanya dan menggeliat. "Mandi sana!" "Nanti, lah, lagian nggak ada kegiatan," ucap Nada hendak memeluk guling kembali. "Kamu dipanggil suamimu dan pagi ini mau didaftarin kuliah," ucap perempuan yang berprofesi tukang kredit, itu. "Iyakah? Asyiik!" "Iya, pagi ini kamu mau diajak ke universitas untuk daftar kuliah." Mata Nada pun berbinar, dengan segera ia menyambar handuk dan menuju ke kamar mandi. Terdengar ceburan air membuat wanita yang memiliki par
ISTRI KETIGA (SUGAR DADDY)"Iya, ada apa dengannya? Ah, kamu itu!" Bu Hamidah semakin kesal karena putrinya mengalihkan pembicaraan. Nada terlihat sedih bercampur marah lalu merebahkan diri di kasur dengan kasar. -----"Nada, kok malah tidur, katanya mau ngambil ijazah!" Nada diam kemudian menutup wajahnya dengan guling. Terdengar suara isak tangis putrinya, membuat Bu Hamidah heran dan bertanya-tanya. Tadi, terlihat ceria, tetapi kenapa tiba-tiba sedih dan tidak bersemangat? batinnya.Suara tangis Nada semakin mengeras meski tertutup guling membuat Bu Hamidah penasaran lalu mendekat. "Sebenarnya kamu ada apa?" tanya wanita itu dan berusaha membuka guling yang menutup wajah sang putri.Gadis itu menggeleng."Ibu nanya serius!" lanjutnya dan malah membuat suara Nada mengeras. Nada membuka guling yang menutup wajahnya, matanya merah dan sembab. Gadis itu masih sesenggukan membuat sang ibu semakin bingung. "Bu, ini." Nada menunjukkan ponselnya. Di aplikasi berwarna pink itu, terlihat f
Saat berada di teras, gadis itu kaget melihat mobil dari arah depan parkir di halaman rumahnya. "Tuan Abdul datang?" gumam Nada mendelik. Nada berbalik dan masuk ke dalam. Di ruang tamu, ia hanya bolak-balik membuat sang ibu heran. "Nada, ada suamimu kok malah bingung, kenapa?" tanya Bu Hamidah. Nada tidak menjawab. Sementara Tuan Abdul keluar dari mobilnya kemudian melangkah menuju ke teras. Bu Hamidah dan Pak Slamet menyambut kedatangan menantunya tersebut dan mempersilakan masuk. "Silakan duduk, Nak," ucap Pak Slamet sembari menunjuk kursi di depannya. Tuan Abdul melihat Nada dan sedikit kaget."Apakah sudah mengambil ijazah?" tanya pria yang akrab dipanggil Tuan Abdul oleh para pelanggan toko. Gadis yang bernama lengkap Nada Azkia itu menggeleng pelan sembari menunduk untuk menyembunyikan matanya yang agak sembab. Sementara Bu Hamidah ke dapur untuk membuatkan minum. "Nada!" panggil Bu Hamidah. Nada pun ke belakang menemui ibunya. "Tolong bawa ini ke depan," perintah sang ibu
Setelah pamit, mereka meluncur. Rupanya Tuan Abdul mengajak istri mudanya ke kafe untuk makan malam. Betapa kagetnya Nada ketika melihat Rayhan dan Anita tengah duduk sembari menikmati makan malam di kafe tersebut. ----Abdul mengambil tempat duduk selisih satu meja dengan tempat Rayhan dan Anita. "Tuan, kita pergi saja, jangan makan di sini, aku nggak mau!" ucap Nada sembari melihat ke arah Rayhan dan Anita yang tengah asyik menikmati makan malamnya. "Memang kenapa? Ini tempat favoritku," balasnya, "apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" Nada menggeleng, tetapi Tuan Abdul curiga sebab mata Nada terarah pada tempat duduk di sebelahnya. "Oh, ada dia?" ucap Tuan Abdul ketika melihat Rayhan, ia ingat waktu itu ketika menjemput Nada dan bertemu dengan laki-laki itu. Nada mengerutkan dahinya lalu berdiri dan mengajak suaminya pergi, tetapi Tuan Abdul menolak. "Ha ha ha, jadi inikah yang membuat matamu sembab?" Nada membulatkan matanya serta kaget, ia tidak menyangka jika san
Namun saat masuk ke stan, ia melihat seseorang yang di kenal tangah berjalan beriringan dengan seorang pria. "Mbak Ainur?" gumam Nada. Nada melirik suaminya yang tengah sibuk memilihkan baju-baju yang akan dibeli untuknya. Gadis yang berperawakan tinggi dan langsing itu mengambil kamera dan merekam Ainur yang tengah berjalan bersama seorang laki-laki. Namun tidak berani memberitahukan ke suaminya, menurutnya, ia harus menanyakan langsung kepada kakak madunya itu supaya jelas. Yang penting, Nada telah memiliki bukti rekaman ketika Ainur berjalan bersama pria lain dengan begitu mesra. "Nada, ini bajunya telah kupilihkan," ucap sang suami sembari memberikan beberapa gamis pilihannya. Melihat gamis pilihan sang suami, Nada menggeleng."Tuan, gamis macam apa ini?" ucap Nada ketika mengambil salah satu gamis yang dipegang suaminya. Gadis itu melebarkan gamis tersebut lalu mencobanya. Gamis warna merah bata dengan manik-manik di dada dan lurus ke bawah dengan belah pinggir kanan dan kiri.
Pernikahannya dengan Ainur pun hingga detik ini belum dikaruniai anak, sehingga terbukti bahwa Tuan Abdul yang mandul. Suara mesin mobil yang tidak asing bagi keluarga Abdul kini terparkir di garasi. Ainur, istri kedua Abdul pulang. Wanita yang memiliki postur tubuh agak gemuk itu langsung menuju ke kamarnya. Namun ketika berada di samping kamar Abdul, sang suami menghentikan langkahnya. "Ainur, mandi dan setelah itu temani aku malam ini." Merasa sangat beruntung, wanita yang diperkirakan usia dua puluh delapan itu terlihat sangat riang. Ia langsung masuk ke kamarnya dan membersihkan diri serta berdandan cantik dan rapi. Tidak biasanya Abdul meminta untuk ditemani apalagi malam Minggu. Biasanya malam Minggu, Ruqoyah yang menemani atau Abdul sendirian di kamar. Selang seperempat jam, istri kedua Abdul yang memiliki nama lengkap Ainur Rahmah itu langsung menuju ke kamar suaminya. Setelah mengucap salam, wanita itu langsung masuk ke dalam kamar. Abdul yang sedang duduk di sofa, memp
Oh Tuan Abdul Rashid Athoilah, sungguh dirimu membuat para istri enggan meninggalkanmu barang sedetik. Pesonamu membuat siapa pun menginginkanmu ditambah kekayaan yang dianugerahkan. -------Ruqoyah mengejar sang suami dan Ainur. Ainur menghentikan langkahnya sementara Rashid terus melangkah menuju ke kamarnya. Ruqoyah menarik adik madunya itu ke ruang keluarga. "Mbak, please, jangan egois begitu. Memangnya kenapa jika malam ini aku dengan Mas Rashid? bukankah sebelum ada bocil itu, setiap malam Minggu kamu selalu mengambil jatah?" ujar Ainur sedikit kesal. Namun Ruqoyah masih saja keras kepala dan tidak mau mengerti. Ia terus menginginkan agar malam ini dengan Rashid. "Rashid itu milikku!" "Nggak ada milik-milikan. Kita sama!" Saat terjadi keributan, Nada keluar kamar karena mendengar suara berisik. Gadis itu melihat Ainur dan Ruqoyah sedang membicarakan sesuatu. Kemudian, Nada mendekat dan memperhatikan mereka berdua. Mendengar percakapan mereka, gadis itu menggeleng-gelengk
Pertemuan Nada, Abdul dan Ruqoyah di kafe, merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Ruqoyah pun berdiri kemudian menghampiri Nada yang tengah bingung. "Nada! Siapa dia?" tunjuk Ruqoyah pada lelaki yang berada di sampingnya. "Teman saya, Mbak," balas Nada canggung kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, Tante, doakan kami agar jadian, ya, hehehe," sahut Haris sembari meringis membuat Ruqoyah mendelik. Haris kemudian mendekati Ruqoyah dan menyalaminya, lalu ke Abdul dan menyalaminya pula. "Kebetulan sekali bertemu di sini, sekalian kita makan bersama saja, bagaimana?" usul Haris. Nada tidak dapat berkata-kata."Hay kamu, siapa namamu?" panggil Ruqoyah. Perlu kamu ketahui kalau Nada itu ....!" Belum sempat Ruqoyah berucap, Abdul mencegahnya. "Apa-apaan, sih!" "Duduk saja, nanti aku jelaskan!" perintah Abdul. Akhirnya Ruqoyah pun duduk berdampingan dengan Abdul, sementara Nada duduk berdampingan dengan Haris. Nada melirik suaminya yang cuek. "Kini, pesanlah menu," ujar Abdu
"Dengar! Pulang dari kampus, lalu siapa yang berhasil diantar dia, besok traktir!" tantang Rose, gadis yang tadinya kalem, begitu mengenal laki-laki langsung berubah. "Oke!" ----Pukul 12.00 kuliah selesai dan tidak ada lagi mata kuliah. Nada langsung menuju ke parkir. Namun naas, saat hendak menyalakan motornya, ban belakang tenyata kempes. "Waduh, mana tempat tambal ban masih jauh, bagaimana ini?" keluhnya sembari menekan-nekan ban motornya. Mau tidak mau, akhirnya Nada menuntun motornya itu sampai depan kampus. Jarak untuknke depan lumayan jauh. Saat di tengah perjalanan, Haris menghampiri dengan motor gedenya."Nada, kenapa motornya?" Pria itu turun dari motor lalu mendekati Nada yang tampak kelelahan. "Bocor," ungkapnya. "Yodah, kamu pakai motorku biar aku tuntun sampai depan. Di sana ada tukang tambal," perintah Haris kemudian menyerahkan kunci motornya pada Nada. Awalnya perempuan manis itu tidak mau, tetapi karena dipaksa, akhirnya mau juga. Haris menuntun motor milik Na
"Ainur!" pekik Abdul kemudian buru-buru membetulkan pakaiannya dan duduk. Nada pun demikian lalu duduk di samping sang suami. "Tuan, apa aku bilang!" pekik gadis itu lalu memunggungi sang suami. Sementara Abdul kebingungan antara mau mengangkat telepon atau tidak. "Jangan diangkat atau aku akan kena amukannya," ucap Nada. Abdul pun tidak mengangkat panggilan video call tersebut.Panggilan dari Ainur berhenti, tak lama kembali memanggil. Kemudian Tuan Abdul merijecknya dan mengirim pesan kepada istri keduanya bahwa selepas Magrib ia berjanji akan datang. @Ainur_My wife"Oke, Mas, aku tunggu. Malam ini aku telah menyiapkan makanan spesial untukmu." Balasan dari Ainur. Abdul bernapas lega sebab istrinya itu tidak bertanya macam-macam.Setelah itu, Abdul memandang ke arah Nada kemudian tersenyum. Ia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya."Tuan, setelah ini kamu ke Mbak Aiunur, apa tidak capek?""Ha ha ha, pria keturunan Arab mana ada rasa capek. Makanan khas Arab bisa membuat pria m
Jawab Abdul singkat berharap gadis itu tidak mengirim pesan lagi. @Ayu Terimakasih, Om, muach .... ----"Astaghfirullahaladziim, ni anak ganjen amat!" gumam Abdul kemudian menyalakan mesin mobilnya. Sekilas ia melihat melalui kaca spion, gadis itu melambaikan tangannya membuat Abdul nyengir. ***Di tempat lain Nada dan Rose hampir memasuki ruang kuliah, tetapi kaget ketika tidak mendapati Ayu. "Kemana Ayu?" tanya Nada sembari celingukan mencari gadis yang seusia dengannya. "Eh iya," balas Rose. "Ah, tar juga masuk."Mereka kemudian masuk ke ruang kuliah dan mencari tempat duduk sedikit di depan. Keduanya duduk bersebelahan. Sebelum dosen masuk, mereka berbincang."Nada, Om kamu sepertinya sayang banget sama kamu, apakah sudah menikah?" Nada bingung untuk menjawab. Namun, ia tidak ingin berbohong. "Sudah." Wajah Rose terlihat kecewa. "Kenapa?" tanya Nada."Om kamu itu ganteng banget dan sepertinya tajir." Nada membulatkan matanya. Dalam hati, kenapa kok teman-temannya banyak y
Kejadian semalam pun terulang.---Sesaat setelah beribadah, mereka tertidur. Peluh mengalir membasahi raga serta kelelahan atas nikmat Tuhan yang dianugerahkan pada kedua pasangan halal ini. ZzzrrtttGetar ponsel milik Abdul di atas nakas mengagetkan keduanya. Panggilan video call dari seorang wanita yang telah menemani Abdul hampir sepuluh tahun itu mengagetkan pria yang masih setengah sadar. Dengan segera, lelaki itu menjawab panggilan video tersebut. Betapa kagetnya Ruqoyah sang suami tengah berte***jang dada bersama wanita yang sudah tidak asing itu. Abdul langsung bangkit dan mengucek matanya untuk mengumpulkan setengah nyawanya. "Ruqoyah!" panggil lelaki itu sehingga Nada pun bangkit. "Mbak Ruqoyah?" sahut Nada kemudian meraih pakaian yang tercecer dan memakainya. "Mas!" panggil Ruqoyah dengan muka memerah. "Ternyata ini yang kamu lakukan? Aku ke toko karena ada barang yang ingin ku ambil, ternyata kamu di situ!" teriak Ruqoyah tak terkendali. Rasa cemburu merasuki.Abdul
Kini, sampailah mereka di kediaman Bapak Slamet. Setelah mobil terparkir, kemudian Nada turun bersama Abdul. Nada mengetuk pintu kemudian salam. Terdengar balasan salam dari dalam dan suara yang sudah tidak asing, Bu Hamidah.Seorang wanita berhijab ungu dengan menggunakan daster berwarna lilac, membukakan pintu dengan senyum merekah. Kemudian mempersilakan menantu dan anaknya itu masuk. Di ruang tengah pak Slamet tengah duduk sembari melipat tembakau dengan kertas kretek. Lelaki itu lebih suka merokok dengan rokok buatannya sendiri daripada membeli. Abdul menyalami lelaki tersebut dan mencium tangannya, kemudian duduk behadapan."Pak, kenapa merokok? Apakah tidak sayang dengan kesehatannya?" tanya Abdul kemudian mengambil satu biji rokok kretek yang baru saja dibuat kemudian mengamatinya. "Mendingan nggak makan daripada nggak merokok," ujarnya sembari menggulung kertas rokok tersebut. Biasanya, lelaki tua yang kini berusia sekitat enam puluh tahun itu membuat sekalian banyak untuk
"Kita susun rencana," ucap wanita berhidung mancung itu. ---Di kamar lain, Abdul tengah duduk sembari memegang kepala yang berdenyut. Rasa pusing menghinggapi. Pusing memikirkan para istri yang selalu ribut urusan jatah. Lelaki itu mengakui untuk malam ini adalah kesalahannya yaitu meninggalkan Ainur dan malah menemui Nada. Abdul tidak tahan dengan gadis itu, pesonanya membuatnya ingin segera memiliki seutuhnya. Nada itu ibarat bunga sedang mekar-mekarnya. Jika dibiarkan, maka kumbang lain akan datang. Sayang, bukan? Sedangkan bunga ini sudah sah menjadi miliknya. Nada keluar dari kamar mandi dengan heran sebab tidak mendapati kedua istri suaminya. Namun, ini yang dia harapkan. Tidak ada omelan atau ocehan.Abdul memandang istrinya yang tengah berdiri masih dengan lingerie yang sama sehingga hasratnya terlintas, tetapi ia sadar itu tak mungkin ia lakukan. "Lihat, Nada," ucap Abdul sembari menunjuk ke sprey yang terdapat bercak merah. "Astaghfirullah, Tuan, apakah aku keluar ha
"Tenanglah, aku ajari dan kamu cukup diam atau meresponnya," bisik sang suami membuat gadis itu mendelik. ----Napas gadis itu terengah-engah kemudian Abdul menuntunnya ke ra*jang. "Nada, menolak suami itu dosa, paham?" terang pria itu sembari menatap tajam wajah sang istri yang masih tegang. Kemudian gadis itu menelan salivanya, tetapi begitu sulit sesulit melupakan Rayhan. Benar-benar malam ini malam yang menegangkan menurutnya. "I--iya," jawab gadis itu kemudian diam dan memejamkan mata. Tuan Abdul memegang tangan istrinya yang basah oleh keringat kemudian mengecupnya. Buru-buru Nada menariknya."Nada, kamu siap?" Tuan Abdul memastikan."A--aku takut dosa, Tuan," balas gadis itu lalu menelan kembali salivanya dengan kepayahan. "Bagus," balas pria itu lalu membelai rambutnya yang panjang dan ikal. "Tu--Tuan, aku izin ke kamar mandi." "Hmmm, mau alasan apalagi?" ucap pria itu masih membelai rambut panjang sang istri."Oh, enggak, Tuan.""Oke, silakan asal jangan beralasan haid,
"Tapi benar, kesinilah!" pinta Abdul, "jika kamu tidak percaya!"----"Oke," jawab Ainur. Nada, Ruqoyah dan Abdul berada di ruang tengah. Kemudian Nada pamit kepada sang suami, tetapi Abdul tidak mengizinkan. Bahkan Abdul menarik tangan istri ketiganya untuk tetap tinggal. Berbeda dengan Ruqoyah, wanita itu malah menginginkan agar Nada segera pergi. "Nada, kamu bisa temani Ruqoyah, kan?" tanya Abdul memohon. Nada menggeleng dan tetep kekeh ingin pulang. "Sebentar lagi Ainur datang," sambungnya membuat Ruqoyah terbelalak dan kaget."Mas, kamu mengundangnya? Kenapa, sih!" taya istri pertamanya itu."Ruqoyah, hari ini jatahnya Ainur dan aku tidak bisa seperti ini.""Tapi, kan, aku sedang sakit," sahut Ruqoyah kecewa. "Iya, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan kewajibanku padanya." Wajah Ruqoyah ditekuk kemudian meremas-remas tangannya. Masih dengan wajah kesal, Ruqoyah bangkit dan menuju ke kamarnya dengan tertatih. Ketika Abdul hendak membantu, Ruqoyah menolak. Ya, Abdul sangat p