Saat ini aku masih aman, entah besok-besok, pikir Nada.
Pagi ini Ruqoyah telah siap dengan pakaian rapi. Penampilannya yang anggun memang sangat mempesona. Perlu diakui bahwa wanita Arab cantik-cantik. Apalagi matanya yang indah.
"Mau ke mana, Mbak," sapa Nada ketika melihat kakak madunya hendak pergi. Wanita keturunan Arab nan cantik jelita itu tersenyum sinis.
"Kamu pikir aku hanya ongkang-ongkang saja di rumah?" jawabnya. "Aku kerja, memegang beberapa toko milik Mas Rashid," ungkapnya. Nada mendelik.
"Aku juga mau pergi, mau pulang," ucap gadis belia itu.
"Kalau kamu mau pergi, harus izin sama Mas Rashid. Jangan asal pergi," ketus wanita yang menggunakan gamis hitam.
"Mbak, malam ini kan bukan jatahku, jadi bebas, dong!"
"Nggak bisa gitu, kamu harus menghormati suami," balas wanita yang mengenakan jilbab hitam senada dengan gamis yang ia pakai.
"Kalau begitu aku harus izin melalui telepon," ungkap Nada. Gadis itu merasa bosan di rumah ini meski rumah mewah bagai istana. Tak lama, Ainur pun ke luar kamar.
"Lho, Mbak, mau kemana juga?" tanya Nada. Ia memandang bergantian antara Ainur dan Ruqoyah.
"Aku mau ke toko," jawab kakak madunya itu.
Mereka berdua akhirnya pergi menggunakan mobilnya masing-masing. Nada bengong melihat keduanya memiliki fasilitas yang sama.
Akhirnya Nada masuk ke kamar, ia mengganti pakaiannya dengan kaos lengan panjang dan celana jeans serta jilbab pashmina. Ia memoles wajahnya dengan meke-up tipis dan pemerah bibir warna pink.
Diambilnya ponsel yang tergeletak di ranjang kemudian menelepon suaminya.
Sekali menelepon langsung diangkat.
"Assalamualaikum," ucap Nada.
"Waalaikum salam," balas Tuan Abdul dari seberang sana.
"Tuan, aku mau pulang ke ibuk."
"Kenapa, baru juga sehari," balas suaminya itu.
"Memang, tetapi kan nanti malam bukan jatahku, jadi mau pulang saja," pinta gadis bermata cokelat dengan tinggi semampai.
"Pulanglah, nanti aku jemput," ucap Tuan Abdul lalu mematikan ponselnya.
Nada merengut, kenapa, sih harus dijemput segala. Bukankah sudah memiliki dua istri. Huft.
Nada telah siap lalu ke luar dari kamar. Ia memesan mobil melalui aplikasi. Memang gadis itu belum memiliki fasilitas apa pun sehingga masih menggunakan transportasi dari luar.
Sepuluh menit kemudian, mobil yang ia pesan pun datang dan Nada segera naik.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampai. Bu Hamidah menyambutnya dengan wajah bertanya-tanya. Ia merasa khawatir terjadi apa-apa pada putrinya.
Nada langsung masuk ke dalam kamar diikuti oleh sang ibu.
"Nada, bagaimana keadaanmu?" tanya sang ibu. Wanita yang berusia kira-kira empat puluh tahun itu duduk di samping Nada yang tengah berbaring.
"Ibu jahat banget, sih! Kenapa ibu harus ngemis minta pada Tuan Abdul untuk menjadikanku istri."
Bu Hamidah terkejut. "Kenapa kamu bicara begitu, Nak!" tanya wanita yang melahirkan Nada itu.
"Tuan Abdul yang bilang begitu," balasnya. "Tapi aku nggak suka, Bu! Ibu tahu, aku sudah punya pacar, Mas Rayhan!" intonasi suara Nada agak meninggi. "Aku belum sempat bicara padanya, Bu."
"Lupakan Rayhan! Tahu, nggak, banyak yang menawarkan anak gadis mereka kepada Tuan Abdul, tetapi ditolak semua. Hanya kamu yang diterima!"
"Bodoh amat!" ujar Nada saking kesalnya.
Tok tok tok
"Nada, ada tamu." Suara Pak Slamet dari luar memanggil putrinya. Bu Hamidah ke luar untuk mengetahui siapa tamu yang datang. Wanita itu terkejut sebab Rayhan datang bersama beberapa temannya.
"Nak, silakan duduk," ujar Bu Hamidah.
"Bu, Nada katanya sedang di rumah?" tanya Rayhan, kekasih Nada sebelum menikah dengan Tuan Abdul.
"A--ada," ujar Bu Hamidah. Wanita itu kemudian menuju ke kamar dan memanggil putrinya. Begitu keluar, betapa kagetnya Nada ketika mendapati Rayhan yang datang.
"Mas!" Nada menghambur dan memeluk kekasihnya itu. Namun Bu Hamidah menarik dan memisahkan putrinya dengan Rayhan.
"Mas, maafkan aku, yah," ucap Nada yang tidak dapat menyembunyikan kesedihan. Ia benar-benar sedih sebab saat menikah, posisi Rayhan sedang berada di Jakarta. Rayhan kuliah di Jakarta dan tidak dapat pulang. Namun ia telah mendengar berita pernikahan kekasihnya itu. Jika saja saat itu ada, mungkin Nada akan pergi bersamanya.
"Mas," panggil Nada. Pemuda tampan dengan rambut lurus itu menatap Nada lekang. "Mas, bisa kita keluar sebentar? Aku ingin bicara padamu."
"Hus! Nada, jaga marwahmu sebagai istri!" tegur Bu Hamidah dengan mata sedikit melotot.
"Ma, aku mau bicara, untuk kali ini saja," pinta Nada memohon."
"Nggak! Nanti apa yang harus ibu katakan sama suamimu?" ucap Bu Hamidah dengan sedikit marah.
"Katakan saja sejujurnya! Jika ia marah, bilang saja untuk menceraikanku, justru itu kebetulan bagiku! Please, Bu, hanya ini saja, toh kami bukan berdua, kok!" Nada memelas membuat sang ibu menjadi luluh.
Akhirnya, Nada dan Rayhan serta beberapa orang temannya pun pergi.
Mereka pergi menggunakan mobil milik Rayhan. Namun ketika di jalan, kedua teman Rayhan turun. Kini hanya Rayhan dan Nada berdua di mobil. Mereka ingin memberi kesempatan pada mereka untuk saling bicara.
Mobil menepi dan menuju ke sebuah kafe yang dulu sering digunakan oleh mereka berdua untuk kencan.
Antara sedih dan bahagia yang dirasakan oleh Nada. Dengan posisi sekarang yang telah menjadi istri pengusaha, tak membuatnya bahagia. Ia sedih karena harus berpisah dengan pria pujaannya.
"Mas, bagaimana caranya agar kita bisa bersatu?" ucap Nada seraya memegang kedua tangan kekasihnya itu.
"Nada," ucap Rayhan lalu menunduk, kemudian menatap netra gadis pujaannya itu. "Tiga tahun kita menjalin kasih, selama itu pula aku percaya padamu."
"Mas, ini di luar kendali," ucap Nada meyakinkan. "Aku dipaksa oleh ibu untuk menikahi pria itu dan sama sekali tidak memiliki rasa. Bahkan aku dijadikan istri ketiga!"
Rayhan mendelik mendengar ucapan Nada.
"Apa?"
"Iya, aku dijadikan istri ketiga."
"Kemaruk sekali dia!" ucap Rayhan sedikit emosi, "aku akan membantumu bercerai dengannya."
"Terimakasih, Mas."
Akhirnya keduanya menikmati makan di kafe tersebut. Setelah itu mereka menuju ke mall dan nonton film di bioskop. Tanpa disadari, waktu telah menunjukkan pukul empat sore dan akhirnya mereka pulang. Rayhan mengantar gadisnya itu sampai rumah.
Sesampainya di rumah, betapa kagetnya Nada ketika mendapati seorang pria memakai jas rapi tengah duduk di ruang tamu ditemani sang ibu.
Rayhan yang tidak mengetahui bahwa itu adalah suami Nada, ia duduk dengan santainya di sebelah sang pria tersebut. Pria tampan berpenampilan necis itu tersenyum melihat Rayhan tanpa marah sedikitpun. Sementara Nada salah tingkah. Sang ibu memelototi putrinya itu.
"Lihat ponselmu, berapa kali ibu menelepon tetapi tidak kamu jawab!" ketus Bu Hamidah. Nada mengambil ponselnya dan membuka, ternyata benar, ada belasan panggilan tak terjawab dan juga pesan. Tadi terlalu asyik sehingga Nada tidak menyadarinya.
"Nada, aku pulang dulu, besok aku akan kembali dan kita jalan," ujar Rayhan kemudian menyalami Bu Hamidah serta Tuan Abdul. Nada pun mengantar Rayhan sampai halaman depan di mana mobil pemuda itu terparkir. Setelah itu Nada melambaikan tangannya dan kembali ke ruang tamu lalu duduk bersama suami dan ibunya.
Sekembalinya Rayhan, Bu Hamidah masuk ke dalam dan hanya ada Nada dan suaminya. Tuan Abdul menatap netra istrinya, sementara Nada duduk sembari memainkan ponselnya. Wajahnya tenang tanpa ada rasa bersalah.
"Kamu senang?" tanya Tuan Abdul. Nada mengangguk.
"Kenapa? Tuan tahu, kan? Kalau aku punya kekasih. Makanya ceraikan aku. Biarkan aku bahagia dengannya," pinta Nada.
"Aku akan penuhi tetapi kita sudah membuat janji! tukas Tuan Abdul mengingatkan janji Nada bahwa jika satu tahun belum punya keturunan, maka Tuan Abdul akan menceraikan.
Mengingat perjanjian itu, akhirnya Nada tidak dapat berbuat apa-apa dah hanya menerima nasib. Kini yang ia lakukan hanya berusaha menghindar darinya agar tidak melakukan hubungan layaknya suami istri dan juga tidak hamil.
"Sekarang pulang!" ajak pria yang meski berusia tiga puluh limaan tetapi masih terlihat kuat dan segar.
"Aku mau tidur di rumah saja," balas Nada, "toh di sana juga aku sendiri. Malam ini giliran Ruqoyah, kan?" ujar gadis itu.
"Malam Sabtu bebas," balas Tuan Abdul membuat Nada mendelik.
"Tapi aku sedang haid!," ujar Nada mengingatkan suaminya.
"Ha ha ha," memangnya kenapa? Apakah nggak boleh?" balas Tuan Abdul membuat gadis itu merengut. Tak lama Bu Hamidah ke luar membawa tas berisi barang-barang milik Nada yang tertinggal di rumah.
"Sebelum pulang, salat Asar dulu, ini sudah jam setengah lima, kamu belum salat, kan?" kata ibunda Nada mengingatkan.
"Udah tadi di bioskop," ujar gadis itu meyakinkan.
"Owh, jadi kamu nggak haid?" sahut Tuan Abdul membuat Nada mendelik dan mulutnya menganga.
Aduh! Jadi ketahuan, batin gadis itu.
------
next
Sub, rate dan follow akunku ya sobat, terimakasih
"Astaga, akhirnya ketahuan juga jika aku sedang tidak haid," gumam Nada sembari nyengir. Rasa takut merasuki jiwanya. Takut akan hal yang selama ini dialami oleh pasangan pengantin di malam pertamanya. Namun bagi gadis belia itu, ia memiliki banyak akal. Ia akan menggunakan kakak madunya sebagai alasan agar Tuan Abdul tidak mendekat. Pria itu berdiri kemudian masuk ke dalam menemui Bu Hamidah yang tengah mempersiapkan makanan. "Bu, saya pamit pulang," ucap menantunya itu. "Lho kok cepat amat?" tanya Bu Hamidah sedikit kaget lalu mengelap tangannya karena basah terkena kuah sayur. "Tuan, saya mau nginep di sini saja, kangen ibu," ujar Nada sembari menggelayut manja dengan sang ibu. Namun, sang ibu melepas tangannya dan menyerahkan dirinya pada Tuan Abdul. "Ayo pulang," ajak Tuan Abdul dan menggandeng Nada. Dengan terpaksa Nada pun mengikuti suaminya itu. Gadis itu bersalaman dengan ibu dan bapaknya, kemudian masuk ke dalam mobil Expander putih. Dengan segera Tuan Abdul menjalankan
"Owh, jadi mereka tidak bicara padamu?" Nada menggeleng. Kemudian Pria tampan itu mendekati Nada perlahan membuat napas Nada tidak turun naik, tetapi tiba-tiba pintu diketuk.Akhirnya Tuan Abdul berhenti dan melangkah menuju ke pintu. Ia membuka kunci dan menarik gagang pintu. Saat pintu terbuka, ternyata Ruqoyah dan Ainur yang datang. "Maafkan aku, Mas," ujar Ruqoyah, "aku nggak tahu kalau Mas Rashid ada di sini. Tadi lupa mau kasih tahu kalau Nada disuruh ke kamar. Lelaki yang memiliki alis tebal itu menganggukkan kepalanya lalu memberi kode agar mereka segera pergi. Namun Nada mencegahnya. "Mbak Ruqoyah, tunggu," panggil Nada kemudian bangkit dari kasur dan berjalan menuju ke arah wanita itu. "Mbak, biasanya bikin ramuan, mana?" ucap Nada mengingatkan."Oh iya, bentar aku buatkan. Nanti aku ke sini lagi," ujar wanita itu lalu meninggalkan kamar Nada diikuti Ainur. Tuan Abdul mengusap kepalanya lalu berjalan ke ranjang. Nada mengikutinya tetapi duduk di sofa. "Nada, jika menghin
"Aku suamimu!" ucap Tua Abdul lirih membisikkan ke telinga istri mudanya. Nada hanya mendelik.------"I--iya," jawab Nada. Keringat dingin keluar dari badannya. Selama ini, ia belum pernah merasakan hal seperti ini, tidur dengan pria asing. "Ma-maf, Tuan, aku mau ke kamar mandi," pinta gadis itu dengan grogi. "Tidak! Kamu pasti merencanakan sesuatu," ujar sang suami. Nada menggeleng, "aku sudah terjebak, Tuan, mau merencanakan apa?" ucap Nada dengan suara terbata. Dengan segera ia berlari dan masuk ke kamar mandi. Saat di kamar mandi, ia berteriak girang. Keceriaan terpancar di matanya. Kemudian, ia keluar dengan bahagia. "Tuan, aku haid!" teriak gadis itu sembari tertawa serta berjingkrak. "Jangan bohongi aku," balas Tuan Abdul sembari menarik tangan istrinya. "Tuan nggak percaya? Mau aku tunjukkan?" Nada menantang suaminya kemudian memegang celana panjang yang ia pakai. "Nggak-nggak, cukup! Sekarang tidurlah!" ucap Tuan Abdul lalu ke luar dengan kesal. Sementara gadis itu pun
"Baik." Setelah itu Tuan Abdul berbalik menuju ke dapur. Bu Hamidah menutup pintu kamarnya lalu naik ke ranjang dan membangunkan putrinya. Ia menggoyang-goyang badan putrinya sedikit kencang sebab putrinya itu susah untuk dibangunkan. "Nada, bangun! Kamu itu sudah jadi istri, layani suamimu," seru Bu Hamidah sedikit kesal. "Ini anak udah nikah tapi kelakuan masih kayak anak-anak, bangun!"Karena suara Bu Hamidah terlalu keras sehingga Nada pun terbangun. "Nada, kamu kebangetan sekali!" "Kenapa, Bu," sahut Nada sembari mengucek matanya dan menggeliat. "Mandi sana!" "Nanti, lah, lagian nggak ada kegiatan," ucap Nada hendak memeluk guling kembali. "Kamu dipanggil suamimu dan pagi ini mau didaftarin kuliah," ucap perempuan yang berprofesi tukang kredit, itu. "Iyakah? Asyiik!" "Iya, pagi ini kamu mau diajak ke universitas untuk daftar kuliah." Mata Nada pun berbinar, dengan segera ia menyambar handuk dan menuju ke kamar mandi. Terdengar ceburan air membuat wanita yang memiliki par
ISTRI KETIGA (SUGAR DADDY)"Iya, ada apa dengannya? Ah, kamu itu!" Bu Hamidah semakin kesal karena putrinya mengalihkan pembicaraan. Nada terlihat sedih bercampur marah lalu merebahkan diri di kasur dengan kasar. -----"Nada, kok malah tidur, katanya mau ngambil ijazah!" Nada diam kemudian menutup wajahnya dengan guling. Terdengar suara isak tangis putrinya, membuat Bu Hamidah heran dan bertanya-tanya. Tadi, terlihat ceria, tetapi kenapa tiba-tiba sedih dan tidak bersemangat? batinnya.Suara tangis Nada semakin mengeras meski tertutup guling membuat Bu Hamidah penasaran lalu mendekat. "Sebenarnya kamu ada apa?" tanya wanita itu dan berusaha membuka guling yang menutup wajah sang putri.Gadis itu menggeleng."Ibu nanya serius!" lanjutnya dan malah membuat suara Nada mengeras. Nada membuka guling yang menutup wajahnya, matanya merah dan sembab. Gadis itu masih sesenggukan membuat sang ibu semakin bingung. "Bu, ini." Nada menunjukkan ponselnya. Di aplikasi berwarna pink itu, terlihat f
Saat berada di teras, gadis itu kaget melihat mobil dari arah depan parkir di halaman rumahnya. "Tuan Abdul datang?" gumam Nada mendelik. Nada berbalik dan masuk ke dalam. Di ruang tamu, ia hanya bolak-balik membuat sang ibu heran. "Nada, ada suamimu kok malah bingung, kenapa?" tanya Bu Hamidah. Nada tidak menjawab. Sementara Tuan Abdul keluar dari mobilnya kemudian melangkah menuju ke teras. Bu Hamidah dan Pak Slamet menyambut kedatangan menantunya tersebut dan mempersilakan masuk. "Silakan duduk, Nak," ucap Pak Slamet sembari menunjuk kursi di depannya. Tuan Abdul melihat Nada dan sedikit kaget."Apakah sudah mengambil ijazah?" tanya pria yang akrab dipanggil Tuan Abdul oleh para pelanggan toko. Gadis yang bernama lengkap Nada Azkia itu menggeleng pelan sembari menunduk untuk menyembunyikan matanya yang agak sembab. Sementara Bu Hamidah ke dapur untuk membuatkan minum. "Nada!" panggil Bu Hamidah. Nada pun ke belakang menemui ibunya. "Tolong bawa ini ke depan," perintah sang ibu
Setelah pamit, mereka meluncur. Rupanya Tuan Abdul mengajak istri mudanya ke kafe untuk makan malam. Betapa kagetnya Nada ketika melihat Rayhan dan Anita tengah duduk sembari menikmati makan malam di kafe tersebut. ----Abdul mengambil tempat duduk selisih satu meja dengan tempat Rayhan dan Anita. "Tuan, kita pergi saja, jangan makan di sini, aku nggak mau!" ucap Nada sembari melihat ke arah Rayhan dan Anita yang tengah asyik menikmati makan malamnya. "Memang kenapa? Ini tempat favoritku," balasnya, "apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" Nada menggeleng, tetapi Tuan Abdul curiga sebab mata Nada terarah pada tempat duduk di sebelahnya. "Oh, ada dia?" ucap Tuan Abdul ketika melihat Rayhan, ia ingat waktu itu ketika menjemput Nada dan bertemu dengan laki-laki itu. Nada mengerutkan dahinya lalu berdiri dan mengajak suaminya pergi, tetapi Tuan Abdul menolak. "Ha ha ha, jadi inikah yang membuat matamu sembab?" Nada membulatkan matanya serta kaget, ia tidak menyangka jika san
Namun saat masuk ke stan, ia melihat seseorang yang di kenal tangah berjalan beriringan dengan seorang pria. "Mbak Ainur?" gumam Nada. Nada melirik suaminya yang tengah sibuk memilihkan baju-baju yang akan dibeli untuknya. Gadis yang berperawakan tinggi dan langsing itu mengambil kamera dan merekam Ainur yang tengah berjalan bersama seorang laki-laki. Namun tidak berani memberitahukan ke suaminya, menurutnya, ia harus menanyakan langsung kepada kakak madunya itu supaya jelas. Yang penting, Nada telah memiliki bukti rekaman ketika Ainur berjalan bersama pria lain dengan begitu mesra. "Nada, ini bajunya telah kupilihkan," ucap sang suami sembari memberikan beberapa gamis pilihannya. Melihat gamis pilihan sang suami, Nada menggeleng."Tuan, gamis macam apa ini?" ucap Nada ketika mengambil salah satu gamis yang dipegang suaminya. Gadis itu melebarkan gamis tersebut lalu mencobanya. Gamis warna merah bata dengan manik-manik di dada dan lurus ke bawah dengan belah pinggir kanan dan kiri.
Pertemuan Nada, Abdul dan Ruqoyah di kafe, merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Ruqoyah pun berdiri kemudian menghampiri Nada yang tengah bingung. "Nada! Siapa dia?" tunjuk Ruqoyah pada lelaki yang berada di sampingnya. "Teman saya, Mbak," balas Nada canggung kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, Tante, doakan kami agar jadian, ya, hehehe," sahut Haris sembari meringis membuat Ruqoyah mendelik. Haris kemudian mendekati Ruqoyah dan menyalaminya, lalu ke Abdul dan menyalaminya pula. "Kebetulan sekali bertemu di sini, sekalian kita makan bersama saja, bagaimana?" usul Haris. Nada tidak dapat berkata-kata."Hay kamu, siapa namamu?" panggil Ruqoyah. Perlu kamu ketahui kalau Nada itu ....!" Belum sempat Ruqoyah berucap, Abdul mencegahnya. "Apa-apaan, sih!" "Duduk saja, nanti aku jelaskan!" perintah Abdul. Akhirnya Ruqoyah pun duduk berdampingan dengan Abdul, sementara Nada duduk berdampingan dengan Haris. Nada melirik suaminya yang cuek. "Kini, pesanlah menu," ujar Abdu
"Dengar! Pulang dari kampus, lalu siapa yang berhasil diantar dia, besok traktir!" tantang Rose, gadis yang tadinya kalem, begitu mengenal laki-laki langsung berubah. "Oke!" ----Pukul 12.00 kuliah selesai dan tidak ada lagi mata kuliah. Nada langsung menuju ke parkir. Namun naas, saat hendak menyalakan motornya, ban belakang tenyata kempes. "Waduh, mana tempat tambal ban masih jauh, bagaimana ini?" keluhnya sembari menekan-nekan ban motornya. Mau tidak mau, akhirnya Nada menuntun motornya itu sampai depan kampus. Jarak untuknke depan lumayan jauh. Saat di tengah perjalanan, Haris menghampiri dengan motor gedenya."Nada, kenapa motornya?" Pria itu turun dari motor lalu mendekati Nada yang tampak kelelahan. "Bocor," ungkapnya. "Yodah, kamu pakai motorku biar aku tuntun sampai depan. Di sana ada tukang tambal," perintah Haris kemudian menyerahkan kunci motornya pada Nada. Awalnya perempuan manis itu tidak mau, tetapi karena dipaksa, akhirnya mau juga. Haris menuntun motor milik Na
"Ainur!" pekik Abdul kemudian buru-buru membetulkan pakaiannya dan duduk. Nada pun demikian lalu duduk di samping sang suami. "Tuan, apa aku bilang!" pekik gadis itu lalu memunggungi sang suami. Sementara Abdul kebingungan antara mau mengangkat telepon atau tidak. "Jangan diangkat atau aku akan kena amukannya," ucap Nada. Abdul pun tidak mengangkat panggilan video call tersebut.Panggilan dari Ainur berhenti, tak lama kembali memanggil. Kemudian Tuan Abdul merijecknya dan mengirim pesan kepada istri keduanya bahwa selepas Magrib ia berjanji akan datang. @Ainur_My wife"Oke, Mas, aku tunggu. Malam ini aku telah menyiapkan makanan spesial untukmu." Balasan dari Ainur. Abdul bernapas lega sebab istrinya itu tidak bertanya macam-macam.Setelah itu, Abdul memandang ke arah Nada kemudian tersenyum. Ia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya."Tuan, setelah ini kamu ke Mbak Aiunur, apa tidak capek?""Ha ha ha, pria keturunan Arab mana ada rasa capek. Makanan khas Arab bisa membuat pria m
Jawab Abdul singkat berharap gadis itu tidak mengirim pesan lagi. @Ayu Terimakasih, Om, muach .... ----"Astaghfirullahaladziim, ni anak ganjen amat!" gumam Abdul kemudian menyalakan mesin mobilnya. Sekilas ia melihat melalui kaca spion, gadis itu melambaikan tangannya membuat Abdul nyengir. ***Di tempat lain Nada dan Rose hampir memasuki ruang kuliah, tetapi kaget ketika tidak mendapati Ayu. "Kemana Ayu?" tanya Nada sembari celingukan mencari gadis yang seusia dengannya. "Eh iya," balas Rose. "Ah, tar juga masuk."Mereka kemudian masuk ke ruang kuliah dan mencari tempat duduk sedikit di depan. Keduanya duduk bersebelahan. Sebelum dosen masuk, mereka berbincang."Nada, Om kamu sepertinya sayang banget sama kamu, apakah sudah menikah?" Nada bingung untuk menjawab. Namun, ia tidak ingin berbohong. "Sudah." Wajah Rose terlihat kecewa. "Kenapa?" tanya Nada."Om kamu itu ganteng banget dan sepertinya tajir." Nada membulatkan matanya. Dalam hati, kenapa kok teman-temannya banyak y
Kejadian semalam pun terulang.---Sesaat setelah beribadah, mereka tertidur. Peluh mengalir membasahi raga serta kelelahan atas nikmat Tuhan yang dianugerahkan pada kedua pasangan halal ini. ZzzrrtttGetar ponsel milik Abdul di atas nakas mengagetkan keduanya. Panggilan video call dari seorang wanita yang telah menemani Abdul hampir sepuluh tahun itu mengagetkan pria yang masih setengah sadar. Dengan segera, lelaki itu menjawab panggilan video tersebut. Betapa kagetnya Ruqoyah sang suami tengah berte***jang dada bersama wanita yang sudah tidak asing itu. Abdul langsung bangkit dan mengucek matanya untuk mengumpulkan setengah nyawanya. "Ruqoyah!" panggil lelaki itu sehingga Nada pun bangkit. "Mbak Ruqoyah?" sahut Nada kemudian meraih pakaian yang tercecer dan memakainya. "Mas!" panggil Ruqoyah dengan muka memerah. "Ternyata ini yang kamu lakukan? Aku ke toko karena ada barang yang ingin ku ambil, ternyata kamu di situ!" teriak Ruqoyah tak terkendali. Rasa cemburu merasuki.Abdul
Kini, sampailah mereka di kediaman Bapak Slamet. Setelah mobil terparkir, kemudian Nada turun bersama Abdul. Nada mengetuk pintu kemudian salam. Terdengar balasan salam dari dalam dan suara yang sudah tidak asing, Bu Hamidah.Seorang wanita berhijab ungu dengan menggunakan daster berwarna lilac, membukakan pintu dengan senyum merekah. Kemudian mempersilakan menantu dan anaknya itu masuk. Di ruang tengah pak Slamet tengah duduk sembari melipat tembakau dengan kertas kretek. Lelaki itu lebih suka merokok dengan rokok buatannya sendiri daripada membeli. Abdul menyalami lelaki tersebut dan mencium tangannya, kemudian duduk behadapan."Pak, kenapa merokok? Apakah tidak sayang dengan kesehatannya?" tanya Abdul kemudian mengambil satu biji rokok kretek yang baru saja dibuat kemudian mengamatinya. "Mendingan nggak makan daripada nggak merokok," ujarnya sembari menggulung kertas rokok tersebut. Biasanya, lelaki tua yang kini berusia sekitat enam puluh tahun itu membuat sekalian banyak untuk
"Kita susun rencana," ucap wanita berhidung mancung itu. ---Di kamar lain, Abdul tengah duduk sembari memegang kepala yang berdenyut. Rasa pusing menghinggapi. Pusing memikirkan para istri yang selalu ribut urusan jatah. Lelaki itu mengakui untuk malam ini adalah kesalahannya yaitu meninggalkan Ainur dan malah menemui Nada. Abdul tidak tahan dengan gadis itu, pesonanya membuatnya ingin segera memiliki seutuhnya. Nada itu ibarat bunga sedang mekar-mekarnya. Jika dibiarkan, maka kumbang lain akan datang. Sayang, bukan? Sedangkan bunga ini sudah sah menjadi miliknya. Nada keluar dari kamar mandi dengan heran sebab tidak mendapati kedua istri suaminya. Namun, ini yang dia harapkan. Tidak ada omelan atau ocehan.Abdul memandang istrinya yang tengah berdiri masih dengan lingerie yang sama sehingga hasratnya terlintas, tetapi ia sadar itu tak mungkin ia lakukan. "Lihat, Nada," ucap Abdul sembari menunjuk ke sprey yang terdapat bercak merah. "Astaghfirullah, Tuan, apakah aku keluar ha
"Tenanglah, aku ajari dan kamu cukup diam atau meresponnya," bisik sang suami membuat gadis itu mendelik. ----Napas gadis itu terengah-engah kemudian Abdul menuntunnya ke ra*jang. "Nada, menolak suami itu dosa, paham?" terang pria itu sembari menatap tajam wajah sang istri yang masih tegang. Kemudian gadis itu menelan salivanya, tetapi begitu sulit sesulit melupakan Rayhan. Benar-benar malam ini malam yang menegangkan menurutnya. "I--iya," jawab gadis itu kemudian diam dan memejamkan mata. Tuan Abdul memegang tangan istrinya yang basah oleh keringat kemudian mengecupnya. Buru-buru Nada menariknya."Nada, kamu siap?" Tuan Abdul memastikan."A--aku takut dosa, Tuan," balas gadis itu lalu menelan kembali salivanya dengan kepayahan. "Bagus," balas pria itu lalu membelai rambutnya yang panjang dan ikal. "Tu--Tuan, aku izin ke kamar mandi." "Hmmm, mau alasan apalagi?" ucap pria itu masih membelai rambut panjang sang istri."Oh, enggak, Tuan.""Oke, silakan asal jangan beralasan haid,
"Tapi benar, kesinilah!" pinta Abdul, "jika kamu tidak percaya!"----"Oke," jawab Ainur. Nada, Ruqoyah dan Abdul berada di ruang tengah. Kemudian Nada pamit kepada sang suami, tetapi Abdul tidak mengizinkan. Bahkan Abdul menarik tangan istri ketiganya untuk tetap tinggal. Berbeda dengan Ruqoyah, wanita itu malah menginginkan agar Nada segera pergi. "Nada, kamu bisa temani Ruqoyah, kan?" tanya Abdul memohon. Nada menggeleng dan tetep kekeh ingin pulang. "Sebentar lagi Ainur datang," sambungnya membuat Ruqoyah terbelalak dan kaget."Mas, kamu mengundangnya? Kenapa, sih!" taya istri pertamanya itu."Ruqoyah, hari ini jatahnya Ainur dan aku tidak bisa seperti ini.""Tapi, kan, aku sedang sakit," sahut Ruqoyah kecewa. "Iya, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan kewajibanku padanya." Wajah Ruqoyah ditekuk kemudian meremas-remas tangannya. Masih dengan wajah kesal, Ruqoyah bangkit dan menuju ke kamarnya dengan tertatih. Ketika Abdul hendak membantu, Ruqoyah menolak. Ya, Abdul sangat p