Elrick menatap pantulan dirinya di depan cermin besar kamarnya. Celana panjang dan kemeja yang serba longgar, serta jas yang baru sekali ini ia lihat mereknya, yang jelas bukan dari desainer ternama.
Belum lagi kacamata bulatnya, serta tompel buatan di pipi kanannya, “
Oh my God! Saya jadi terlihat nerd seperti ini, jangan sampai salah satu kolega saya melihat saya seperti ini!" gerutunya, lalu menghela napas kesal sebelum menambah lagi rentetan gerutuannya,
"Dan jas ini? Darimana kau mendapatkannya? Saya akan membakar pabriknya karena sudah membuat jas yang tidak berkualitas seperti ini!" geram Elrick kesal.
"Astaga, Tuan. Ini hanya sementara sampai kita mendapatkan kepastian tentang anak itu," timpal Jack sambil mendecakkan lidahnya.
Elrick langsung balik badan, dan memberikan tatapan tajam ke arah Jack, "Apa yang saya dengar barusan adalah gerutuanmu, Jack? Kalau kau sudah bosan bekerja dengan saya ... Ajukan segera surat pengunduran dirimu!" ancamya dengan nada dingin.
Jack langsung terlihat panik, "Tidak, Tuan. Saya tidak akan berani menggerutu pada anda. Tadi ada sisa makanan yang menyangkut di atas langit-langit mulut saya," elaknya.
"Baiklah, saya tidak akan menyuruhmu untuk mengundurkan diri. Tapi gajimu tetap akan saya potong!" tegas Jack, kemudian kembali menatap pantulan dirinya di cermin.
Sementara Jack, menghitung berapa kali bulan ini bossnya itu memotong gajinya, total potongannya hampir setengah dari gajinya.
"Kapan saya kayanya, Tuan? Kalau setiap bulan saya hanya menerima setengah dari gaji saya, karena setengahnya lagi habis anda potong tiap kali anda marah!" rutuk Jack lebih ke diri sendiri, tapi Elrick mendengarnya.
"Setengah gajimu saja sudah sebesar gaji CEO perusahaan lain, Jack! Jadi berhentilah menggerutu, atau saya akan benar-benar meminta surat pengunduran dirimu!" hardik Elrick, dan Jack langsung mengunci mulutnya rapat-rapat.
****
AS Group.
"Appa sudah menyeleksi calon asisten pribadi untukmu, Na. Sisanya Appa serahkan padamu untuk memilihnya, coba kamu cek emailmu!" seru Appa Alex, dan Aliana langsung membuka email-nya, terlihat lah tiga buah resume dari calon asisten pribadinya.
"Kenapa semuanya pria, Appa?" tanya Aliana.
"Itu karena selain mereka berpengalaman di bidangnya, mereka juga ahli beladiri, pemegang sabuk hitam lebih dari satu cabang beladiri. Jadi bisa sekalian menjagamu sayang," jawab Appa Alex.
"Aku sudah bisa karate. Eomma sendiri yang mengajarkanku," desah Aliana pelan, ia merasa Appanya terlalu mengkhawatirkannya.
"Bahkan Eommamu pemegang sabuk hitam karate, masih bisa di jebak pria hidung belang di kafe saat di Paris," ujar Appa Alex mengingatkan Aliana.
"Ya, Appa. Aku mengerti sekarang."
"Ya sudah, selamat bekerja. Jangan ragu bertanya pada Daddy kalau ada trouble."
"Baik."
Setelah memutus sambungan teleponnya, Aliana berdiri dari kursi kerjanya, lalu beranjak ke jendela besar yang memberikan pemandangan gedung-gedung pencakar langit, yang mendominasi area perkantoran ini.
"Pria ya? Aku masih trauma jika berhubungan dengan pria, selain keluargaku tentunya. Tapi wajar Daddy mengkhawatirkanku, mengingat apa yang pernah menimpaku tiga tahun lalu," gumam Aliana dalam hati.
Sejurus kemudian ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya, dari jumlah ketukannya, Aliana tahu sekretarisnya lah yang mengetuk pintu itu.
Pintu langsung terbuka, dan Cintya masuk dengan beberapa map di tangan kanannya."Ini data ketiga calon asisten pribadi anda, Bu Ana. Apa bisa kita mulai proses interview itu sekarang?" tanyanya.
Aliana kembali duduk di meja kerjanya, dan membuka lembar demi lembar catatan pengalaman panjang para pelamar posisi asisten pribadinya itu.
Job desk Asisten Pribadi atau Personal Assistant tidak lah mudah. Dengan ruang lingkup yang lebih luas dari seorang sekretaris, dan harus mengurus keperluan pribadi bossnya, seperti membaca dan membalas surat dari klien, dan menghandle akun media sosial bossnya.
Dan seorang Asisten Pribadi harus mempunyai kualifikasi yang tidak boleh kalah jauh dari bossnya. Itu makanya Aliana harus memilih sendiri Asisten Pribadinya, karena ia akan menghabiskan banyak waktu dengan asprinya nanti.
"Panggil yang pertama datang terlebih dahulu." perintah Aliana.
"Baik, Bu," balas Cintya.
Tidak lama setelah Cintya keluar dari ruang kerjanya, pintunya kembali di ketuk,
"Masuk!" teriak Aliana.
Aliana paling tidak suka kalau harus berteriak, maka dari itu tiap karyawan yang berhubungan langsung dengannya, memiliki jumlah ketukan yang berbeda-beda, tadi Aliana sudah menginstruksikan secara langsung kepada mereka.
Sampai akhirnya masuklah pria ketiga, yang terlihat berbeda sekali dengan dua pria sebelumnya yang terlihat tampan dan gagah seperti Asisten Pribadi pada umumnya. Pria ketiga ini memang jauh lebih tinggi dari kedua pria tadi, hanya saja pria ini mengenakan kacamata, dengan gaya rambut belah pinggir macam pria jaman dulu, hingga terlihat seperti seorang kutu buku. Tapi pengalaman yang pria itu miliki jauh lebih banyak dari pelamar sebelumnya.
Dan kalau kedua pria tadi tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari Aliana, pria ini justru asik mengamati ruang kerja Aliana, seperti team Appraisal saja.
"Aku akan memilih pria ini, memang terlihat nerd dan kurang menarik, tapi setidaknya matanya tidak jelalatan seperti kedua pria tadi. Justru pria seperti ini lah yang akan lebih fokus bila diberi pekerjaan. Dia juga cenderung pendiam, jadi tidak akan membuatku pusing dengan segala tuntutannya," gumam Aliana dalam hati.
“Baiklah umm … " Aliana kembali melihat data diri pria itu,
"Ricko Vandenberg! Apa kau ada keturunan Belanda?" tanya Aliana.
Pria itu membetulkan letak kacamatanya sebelum menjawab Aliana, "Ibu saya orang Indonesia dan Ayah saya Belanda," jawabnya singkat.
"Bagus, menjawab sesuai dengan yang aku tanyakan, tanpa berbelit-belit, berarti dia hanya mengerjakan apa yang aku perintah, tanpa harus banyak drama lagi," ujar Aliana dalam hatinya.
"Saya tidak akan meragukanmu dengan banyaknya pengalamanmu ini. Saya hanya akan bertanya, siapkah kau bekerja satu kali dua puluh empat jam? tujuh hari seminggu dan tidak mengenal tanggal merah? Karena kamu harus tetap standby Jika sewaktu-waktu saya memerlukanmu, Itupun hanya bersiap-siap saja, jika ada pekerjaan dadakan nantinya."
Pria itu mengangguk dengan penuh antusias, "Iya saya setuju."
"Baiklah kalau begitu, besok kamu sudah bisa mulai kerja, dan di sanalah letak meja kerjamu!" seru Aliana lalu menunjuk meja kerja yang akan di tempati pria itu.
"Baik, Nona."
Aliana merapikan map berisi data pria itu, lalu menyerahkannya padanya, "Serahkan data ini ke bagian HRD, dan kamu sudah boleh langsung pulang," perintah Aliana.
Sekilas Aliana mendengar desahan kesal pria itu, tapi saat melihat wajah pria itu yang sedang tertunduk sambil mengambil map yang Aliana berikan tadi, Aliana jadi merasa kalau pendengarannya lah yang bermasalah.
"Saya permisi dulu kalau begitu, Nona. Sampai jumpa besok. Dan bisa saya pastikan, anda tidak akan menyesal karena telah memilih saya sebagai Asisten Pribadi anda!" seru pria itu penuh semangat.
Aliana mengibaskan tangannya dengan tidak sabar, "Iya, segera kasih berkas data itu ke HRD, atau kamu tidak akan bisa menerima gaji," kata Aliana dengan nada setengah mengusir.
Pria itu langsung balik badan, dan baru saja mengayunkan kakinya dua langkah ketika Aliana kembali memanggilnya.
“Ricko … "
pria itu balik badan ke arah Aliana, "Ya, Nona."
"Ketuk pintu dua satu dua tiap kali kamu mau masuk ke ruangan ini, supaya saya tahu kalau itu adalah kamu!" tegas Alaiana.
"Dua satu dua?" tanya pria itu dengan kening berkerut bingung.
"Ketuk pintu dua kali, jeda sebentar lalu ketuk satu kali, jeda sebentar lagi baru ketuk dua kali lagi."
"Oh I See, Saya akan selalu mengingat kode saya itu, Nona," sahut pria itu, kemudian melanjutkan lagi langkah kakinya hingga keluar dari ruangan kerja Aliana.
‘Kenapa aku melihat pria itu sepertinya orang yang angkuh ya? Ada kesan berkuasa di dalam dirinya, tapi mana mungkin pria itu berkuasa? Kalau iya, kenapa pria itu melamar pekerjaan untuk menjadi menjadi Asisten Pribadi alih-alih pria itu lah yang seharusnya memiliki Asisten Pribadi. Dan, Ya Tuhan, pria itu bahkan tidak mengucapkan terima kasih sedikit pun saat di terima bekerja di sini!’ gumam Aliana dalam hatinya dengan rasa dongkol.
Elrick membanting pintu Penthousenya hingga membentur dinding, dan menyebabkan suara benturan keras yang menggelegar sampai ke balkon samping kolam renang, tempat Jack sedang bersantai sambil menyesap secangkir Americanonya.Dengan tergopoh-gopoh Jack langsung menghampiri Elrick, dan mengambil tas kerjanya dari tangannya, "Bagaimana interviewnya, Tuan?" tanya Jack."Bagus yaa kau bisa duduk santai, sementara saya harus bekerja!" geram Elrick sambil membanting jasnya ke lantai.Jack memilih untuk diam, kemudian menunduk untuk mengambil jas itu dari lantai dan memindahkannya ke rak baju kotor, karena dalam keadaan bossnya yang seperti ini, mau beralasan apapun Jack akan tetap salah, dan ujung-ujungnya gajinya akan di potong lagi."Ambilkan aku champagne!" seru Elrick sambil menggulung lengan kemejanya, dan menjatuhkan dirinya di atas sofa."Tapi anda belum makan, Tuan." "Ambilkan saja cepat! Atau...""Baik, Tuan," sela Jack sebelum Elrick mengatakan akan memotong gajinya lagi, dan Ja
Kepribadian Introvert, pribadi yang fokus kepada pemikiran, perasaan, dan suasa hati yang berasal dari diri sendiri. Introvert bisa jadi karena faktor keturunan atau karena pernah trauma terhadap suatu. Dalam hal Aliana, Elrick belum tahu apa yang menyebabkan kecenderungan Aliana menjadi pribadi yang introvert. Dan sekarang sudah lebih dari dua jam wanita itu duduk di balik meja kerjanya, ia bekerja dalam keheningan, bahkan lalat terbang pun pasti akan terdengar dengan jelas.Elrick jadi sangsi, kalau Aliana adalah wanita yang sama dengan wanita yang menggairahkan itu, perbedaannya di antara keduanya sangat singnifikan.Tapi Elrick harus tetap membiarkan Aliana seperti itu, karena menurut yang ia baca, orang dengan kepribadian Introvert, normalnya mendapatkan ketenangan dan semangat dengan cara menghabiskan waktu sendirian.Lalu tiba-tiba suara nada dering handphone memecah keheningan itu. Aliana masih nampak acuh, Elrick pun mengabaikannya karena suara itu bukanlah Bunyi dering dari
Jika ingin melihat seorang introvert menjadi seorang ekstrovert, cobalah mengajaknya berbicara terlebih dahulu! Mereka akan lebih terbuka jika lawan bicaranya membuka pembicaraan terlebih dahulu, apalagi pertanyaan yang berbobot dan dikuasai seorang introvert itu.'Baiklah, aku akan mencoba peruntunganku,' gumam Elrick dalam hati, sebelum beranjak mendekati Aliana yang sedang sibuk mencari maianan untuk anaknya, putra mereka."Apa Leon menyukai Thomas dalam bentuk kereta? Atau apapun yang ada gambar Thomasnya?" tanya Elrick dengan suara lembut, itupun sudah membuat Aliana sedikit tersentak kaget, karena tiba-tiba ada yang mengajaknya bicara."Iya," jawab Aliana sekenanya."Iya apa? Dalam bentuk kereta atau apa?" Elrick kembali bertanya sambil terkekeh pelan. Sekilas Aliana menatap Elrick, sebelum akhirnya mengalihkan lagi perhatiannya ke rak mainan itu, "Keduanya," jawab Aliana lagi dengan sama singkatnya seperti tadi.'Ah, belum berhasil!' desah Elrick dalam hatinya."Rick, tolong a
Tidak sedikit perusahaan yang memilih pemimpin dengan karakteristik ekstrovert sebagai pilihan utama, termasuk perusahaan Elrick, karena interpersonalnya yang cenderung lebih baik, kemampuan networking yang luas dan selalu tampil energik.Tapi hari ini Aliana telah membuka matanya dengan pengetahuan baru, bahwa seorang introvert juga tidak kalah baiknya dalam hal memimpin perusahaan dan memimpin rapat seperti hari ini.Aliana memiliki tendensi untuk membangun komunikasi yang lebih berkualitas dengan konsep one on one. Aliana tahu kapan harus diam untuk mendengarkan saran dan pandangan lain, membuat bawahannya merasa lebih di dengar dan di hargai, yang belum tentu bisa dilakukan seorang ekstrovert.Sifatnya yang cenderung pendiam, membuat Aliana tidak berkoar-koar untuk meninggikan kemampuannya sendiri, dan enggan menyombongkan diri hanya untuk mendapat perhatian orang-orang di sekitarnya. Padahal lebih dari sekali Elrick melihat kesempatan Aliana untuk membanggakan dirinya, tapi itu
Sebulan Kemudian.Menjadi Personal Assisten ternyata lebih sibuk dari bossnya, tidak mengenal tanggal merah pula dalam hidupnya. Jam kerja tidak delapan jam seperti karyawan biasa, tapi mengikuti jam kerja boss. Lembur sudah menjadi makanan Elrick sehari-hari sekarang.Tapi malam ini, Elrick benar-benar lelah. Ia yang biasanya memberi perintah, sekarang harus menerima perintah. Ia yang biasanya tinggal bertanya jadwal schedulenya, sekarang justru ia yang menjadi time keeper, yang mengatur jadwal kegiatan Aliana dengan detail."Hah, seperti mengurus pasangan saja! Antar jemput, menyemangatinya, memberi solusi dikala Aliana buntu, memberitahu kapan Aliana harus makan, kapan ia harus istirahat sejenak. Sayangnya urusan ranjang tidak termasuk di dalamnya. Padahal wanita itu sudah menghabiskan banyak waktu saya satu bulan ini! Sekarang saya baru bisa tidur jam 12 malam dan jam lima pagi sudah harus bangun!" keluh Elrick sambil merebahkan diri di atas sofa panjangnya."Yah! Seperti itulah C
"Oh, aku mengerti sekarang! Apa kamu sudah memiliki anak, Rick? Kamu tahu benar tentang anak-anak," tanya Aliana, dan Elrick tidak tahu harus menjawab apa.Yang Elrick tahu dan yakini sekarang adalah, Leon benar-benar anaknya, darah dagingnya. Elrick yakin itu, karena matanya tidak dapat membohonginya, dan Elrick langsung merasakan ikatan batin dengan anak itu ketika ia menggendongnya tadi."Di mana orang tua anda?" tanya Elrick mengalihkan pertanyaan Aliana tadi."Oh, mereka sedang di Seoul sekarang. Dirumah kakakku," jawab Aliana sambil menyelimuti Leon sampai batas bawah dagunya."Bukankah rumah yang di sebelah itu rumah Om anda, Nona?' "Iya, tapi mereka semua sedang di Seoul juga. Itu makanya aku meminta bantuanmu, Rick.""Apa anda tidak memiliki baby sitter?" tanya Elrick dengan kening yang mengerut. Karena tidak mungkin sekelas Adipramana tidak mampu membayar baby sitter kan?"Suster Rina sedang sakit, jadi aku memintanya untuk istirahat dulu sampai kondisinya prima lagi, aku t
Aliana terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dan ia langsung bergegas turun dari tempat tidurnya. Karena seingatnya Aliana tidur jam satu, itu berarti ia sudah tidur selama enam jam penuh tanpa terbangun karena suara tangis Leon, baru kali ini ia tidur sepulas ini sejak hadirnya Leon.Takut terjadi sesuatu pada Leon, dengan langkah cepat Aliana menuju ke pintu penghubung, dan langsung diam terpaku saat melihat pemandangan di depannya. Nampak di atas tempat tidur, Elrick sedang tertidur pulas sambil memeluk Leon yang juga masih tertidur pulas. Aliana langsung menghela napas lega, karena tidak terjadi sesuatu pada Leon seperti yang ia khawatirkan tadi.Baru saja Aliana balik badan untuk kembali lagi ke kamarnya, tapi kakinya menginjak bebek karet teman mandi Leon, hingga mengeluarkan bunyi seperti bunyi bebek pada umumnya."Mommy ... " panggil Leon.Aliana langsung balik badan dan mendapati dua pasang mata yang sedang menatapnya, sebelum Elrick bergerak turun dari temp
Entah Aliana harus senang atau iri saat melihat kedekatan Leon dengan Elrick. Leon tidak mau lepas dari Elrick, anak itu hanya mau lepas saat Elrick sedang menyetir saja. Tapi ketika mobil sudah di Serahkan ke petugas valet parking, Leon kembali minta gendong sama Elrick.Entah apa yang dibisikkan Elrick di telinga Leon hingga anak itu mau jalan sendiri, meski tangannya masih terus memegang tangan Elrick.Dan saat mereka melewati tempat bermain anak, Leon menarik tangan Elrick, mengajaknya masuk ke dalam area bermain itu, "Ada Comas, Om!" serunya sambil menunjuk kereta mini dengan desain bentuk Thomas."Sebentar ya, Leon. Om beli kartunya dulu," kekeh Elrick, tapi dengan sigap salah satu pengawal Aliana yang bernama Ekram sudah terlebih dahulu membelikannya untuk Leon."Kartunya, Pak Ricko!" serunya sambil menyerahkan kartu itu ke Elrick."Terima kasih, Ram!" ucap Elrick lalu kembali memberikan perhatiannya pada Leon."Leon mau naik kereta Thomas itu?" tanyanya dan Leon mengangguk."K
"Boss, ada Tuan Elrick di sini!" lapor Ekram ke appa Alex."Mau apa begundal itu?" tanya appa Alex."Katanya mau menyelesaikan masalah dengan Nona Aliana, Boss," jawab Ekram."Siapkan speed boat, saya akan menyusul ke sana!""Baik, Boss.""Ada apa, Lex?" tanya eomma Sonya."Bersiaplah, My Queen. Kita akan menyusul anak dan menantu kita," jawab appa Alex sambil mencubit gemas hidung eomma Sonya."Kemana? Bukannya Elrick sedang di Amsterdam?""Ke Santa Margherita Ligure. Elrick sudah berada di sana.""Santa Margherita? Aku belum pernah ke sana. Baiklah aku siap-siap dulu!" pekik eomma Sonya senang, lalu bergegas ke kamarnya."Sus, tetap di resor ini dan jangan keluar. Kalau perlu apa-apa, jangan sungkan-sungkan meminta bantuan mereka!" seru appa Alex sambil menunjuk ke empat bodyguard yang sedang berjaga-jaga di depan resor."Ya, Tuan." "Opal mo ke mana?" tanya Leon.S
"Katakan dulu dimana Daddymu? Kenapa dia tidak mendatangiku?" tanya mommy Gisya. "Aku meninggalkannya di rumah Granny," jawab Elrick sambil menyeringai lebar, dan mengusap leher belakangnya. "Ya Tuhan, Rick. Apa yang ada dipikiranmu hingga meninggalkan Daddymu?" Elrick merangkul bahu aliana sebelum menjawab, "Tentu saja pikiranku saat itu sedang dipenuhi istri cantikku ini, Mom. Aku dan Jack baru saja menemukan jejakmu, dan kami langsung terbang ke Italia." Mommy Gisya memicingkan kedua matanya, "Bagaimana kamu bisa tahu Aliana sedang bersama Mommy?" "Kau dan Daddy, kalian tidak pernah terpisahkan satu dengan yang lainnya, lalu tiba-tiba Daddy berada di Amsterdam dan kau di Portofino. Sudah pasti aku langsung mencurigai kalian." "Apa saat kamu pergi, Daddy tidak sedang bersamamu?" "Daddy sedang berbicara dengan Granny." Melihat wajah Elrick yang tiba-tiba kembali
Setelah melihat tanda keluarganya ada di punggung belakang Leuis, Elrick langsung mengumpat pelan, dan segera bergegas ke luar rumah dengan amarah yang memuncak. Ia memang dalam keadaan mabuk dan tidak sadar saat bersama Bella malam itu, tapi Elrick yakin mereka tidak melakukan apapun selain tidur bersama. Karena mereka dalam keadaan sama-sama mabuk.Selain itu Elrick hafal betul dengan perilaku Bella. Wanita itu tidak berga*rah dengan pria yang pasif, ia baru mau melakukannya saat sama-sama berga*rah. Dan Elrick semakin yakin, masalahnya dengan Bella tidak sesederhana kelihatannya.Elrick butuh Aliana. Ia membutuhkan dukungan dari wanita yang sangat ia cintai itu. Seandainya Aliana percaya sedikit saja padanya, mereka pasti akan bisa melewati masalah rumah tangganya ini dengan baik.Ya, rasa percaya dan dukungan tanpa batas dari Aliana untuknya. Itulah yang Elrick butuhkan saat ini."Jack, kesini kau!" panggil Elrick, Jack pun langsung
Santa Margherita Ligure, kota tepi pantai yang indah. Salah satu dari sekian banyak daya tarik di wilayah Portofino ini. Dengan perahu layar yang terombang ambing di marina yang penuh warna, dan pantainya yang berkerikil.Pelabuhannya yang dilapisi pohon palem berbatasan dengan tepi laut. Sementara di belakangnya, rumah-rumah bercat pastel seperti merangkak ke atas bukit. Yang dipenuhi dengan hutan hijau nan subur dan perkebunan zaitun. Seperti halnya pada kota-kota Riviera lainnya, Santa Margherita Ligure menawarkan daya tarik Portofino dengan tata letaknya yang indah, bangunannya yang berwarna-warni, dengan pohon palem yang menaungi kawasan pejalan kaki di tepi laut.Aliana dan mommy Gisya masuk semakin ke dalam, mereka menyusuri jalan-jalan abad pertengahan yang sempit dan berliku-liku itu, yang diapit restoran, kafe dan pertokoan dengan arsitektur yang menarik."Kamu suka?" tanya mommy Gisya.Sebenarnya kali ini Aliana kurang menikma
Sementara itu, daddy Aldrick menerima pesan pendek dari istrinya, sebuah foto keluarga. Lebih tepatnya foto mereka yang di ambil wartawan tadi, yang sudah di diedit sedemikian rupa hingga terlihat seperti foto keluarga yang sebenarnya."Bisa kalian jelaskan apa maksud dari foto ini? Dan kenapa bisa Gwen langsung mengirim foto ini ke Aliana?" tanya daddy Aldrick, membuat wajah Gwen seketika memucat, dan bertanya-tanya di dalam hatinya, bagaimana bisa daddy Aldrick mengetahuinya?Daddy Aldrick melayangkan tatapan menuduh pada granny, "Kau baru saja berbohong, Mama. Kalau wartawan itu bukan atas perintahmu, lantas atas perintah siapa Gwen mengirim foto ini ke Ana? Apa Gwen bertindak sendiri tanpa sepengetahuanmu?" "Mama benar-benar tidak menyuruh siapapun untuk memanggil wartawan, Al! Demi Tuhan, Mama tidak melakukan itu!" jawab granny.Tatapan menuduh daddy Aldrick beralih dari granny ke Gwen, "Berikan ponselmu, Gwen!" serunya sambil mengulurkan
"Hai, kalian bertiga lihat sini!" teriak seseorang, bukan hanya Elrick, Bella, Leuis saja yang melihat ke arah orang itu, tapi yang lainnya juga, mereka semua melihat ke arah wartawan yang sedang mengarahkan kameranya ke mereka dan langsung memotretnya dengan cepat, sebelum akhirnya melarikan diri."Jack! Cepat tangkap pria itu!" raung Elrick dengan suara yang menggelegar, membuat tangis Leuis langsung pecah."Dan kau! Suruh anakmu itu diam!" bentaknya pada Bella, membuat napas wanita itu tercekat, dan langsung membawa Leuis menjauh dari Elrick.Tatapan tajam Elrick beralih ke granny dan Gwen, "Ini ulah kalian. Ya kan?" tanyanya dingin.Seperti biasa granny hanya mengangkat dagunya, dan Gwen bersembunyi di balik granny, "Kalau iya, kenapa?" tantang granny."Kau dengar sendiri, Dad? Granny sudah mengakuinya. Itu berarti mulai detik ini juga, putus hubunganku dengannya!" seru Elrick.Daddy Aldrick memegang pundak Elrick, lalu menu
Elrick sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin sambil mengikat sampul di dasi panjangnya, ketika dengan tergopoh-gopoh Jack datang menghampirinya, lalu menyerahkan ponsel Elrick padanya,"Siapa?" tanyanya."Oma, Tuan," jawab Jack.Dengan segera ia meraih ponsel dari tangan Jack itu, lalu mendekatkan ke telinganya."Ada kabar baik apa, Oma?" tanyanya sumringah."Kabar baik apanya? Oma tidak bisa bertemu dengan Aliana," jawab Oma dengan nada kesal."Kenapa? Appa Alex melarangnya?" "Oma pun tidak bisa menemui mertuamu itu. Karena mereka tidak ada di rumah!" geram Oma."Siapa yang tidak ada di rumah? Aliana atau Appa Alex?""Semuanya! Keluarga itu pergi entah kemana, karena tidak ada satu pun pengawalnya yang mau buka mulut."Seketika jantung Elrick berdetak dengan cepat, yang ia takutkan akhirnya kembali terjadi, Aliana memilih untuk pergi, bahkan kali ini bersama dengan kedua orang tuany
"Selamat pagi, Ana." sapa tante Gisya sambil mengulurkan tangannya, saat Aliana sudah sampai di kafe tempat mereka berbincang kemarin."Pagi juga Tante Gisya," balas Aliana menyambut uluran tangan tante Gisya.Tante Gisya menarik Aliana untuk mencium pipi kanan dan kirinya, sebelum memeluknya dengan erat,"Melihatmu membuat Tante teringat dengan putri Tante. Biarkan Tante memelukmu sebentar ya," pinta tante Gisya dan Aliana mengangguk."Memangnya putri Tante dimana sampai Tante merindukannya?" tanya Aliana setelah tante Gisya melepas pelukannya."Saat ini putri tante sedang berada di Maldives. Anak itu memang hobby traveling, bisa berbulan-bulan bahkan setahun lebih Tante tidak menemuinya," jawab tante Gisya."Oh, mungkin putri Tante sedang menikmati masa mudanya. Dulu, aku juga ingin seperti itu, setelah lulus kuliah aku ingin menikmati kesendirianku sambil mengelilingi dunia," ujar Aliana sambil tersenyum lebar."Tapi
Aliana sedang menatap kastil yang berada di atas bukit, saat ada yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan segera ia begegas membukanya."Eomma," sapanya lalu mempersilahkan eomma Sonya masuk, "Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Sayang?" tanya eomma Sonya sambil duduk di tempat tidur Aliana.Dengan wajah memerah, Aliana duduk di sebelahnya, "Maaf, Eomma. Tadi aku tidak tahu kalau Eomma dan Appa sedang ... Maafkan aku," ucapnya sambil menunduk dan memainkan jemarinya."Tidak apa-apa. Itu tidak mengendurkan niat Appamu, kalau Appamu sudah berniat melakukan sesuatu, pasti akan tetap melakukannya, mau berapa orangpun yang membuka pintu kamar kami," keluh eomma Sonya, "Memangnya diumur Eomma dan Appa saat ini, masih bisa melakukan itu?" tanya Aliana sambil menyeringai lebar."Astaga ... Tentu saja masih bisa, Sayang. Eomma belum menopause. Kalau pun sudah, kami masih tetap bisa melakukannya," jawab eomma Sonya, "Sekarang kata