Barra Malik Virendra, CEO tampan yang biasanya bersikap dingin dan arogan, kali ini tampak berjalan dengan wajah tenang. Ia melangkah keluar dari lift pribadi yang ada di unitnya lantai teratas, kini berada di lobby menuju pintunya yang megah. Disana, Jefri, asisten pribadi yang selalu mendampingi telah menunggu setia bersama mobil mewah yang akan mengantar mereka ke suatu tempat yang tersembunyi. Tak ada yang tahu bahwa tempat itu adalah lokasi dimana Barra biasa memberi pelajaran kepada orang-orang yang dianggapnya sebagai pengganggu atau ancaman, baik bagi bisnisnya maupun yang dirasa telah mengusik hidupnya. Di tempat itulah, Barra menunjukkan sisi lain dari dirinya yang kejam dan tak kenal ampun. “Pagi Pak.” Sapa Jefri dengan santun. Bisa ia rasakan aura positif yang terpancar di wajah sang Bos. Ini seperti sebuah keajaiban, Jefri sempat melihat Barra tadi tersenyum tipis pada penjaga Lobby. Tak pernah seorang Barra seperti itu sebelumnya. Selama ini senyumnya sangatlah maha
“Laksmana tidak tau kalau Nyonya sudah anda nikahi. Kalau dia tau, mungkin diapun tidak akan berani macam-macam lagi pada Nyonya karena akan berurusan langsung dengan anda, Pak Barra. Justru malah dia akan ketar-ketir terhadap seorang Barra Malik Virendra.” Lanjut Jefri ikut geram. “Jadi begitu?” Barra dengan tatapan tajam, mengangkat dagunya, tak ingin Laksmana semakin merajalela, “Kalau begitu, dia harus tau bahwa Barra Malik Virendra adalah suami dari keponakannya!” Tegas Barra, mengejutkan Jefri. “A-Anda akan terang-terangan menunjukkan pada Laksmana bahwa andalah yang sekarang melindungi Nyonya?” “Bukan hanya pada Laksmana, tetapi pada semua orang sehingga mulai sekarang tidak akan ada yang berani berbuat macam-macam pada istriku, karena akan berhadapan langsung denganku dan dengan keluarga besar Virendra!” Barra semakin mempertegas. Hatinya panas, ingin rasanya menghabisi Laksmana jika saja bisa saat ini juga. Namun nasib Ibu mertuanya masih di tangan pria kemaruk itu. Bar
Mobil Olivia diparkirkan khusus di parkiran pasien. Ia yang telah turun dari mobil, dengan napas berat dan tubuh berkeringat dingin, segera memasuki area lobby untuk mendaftarkan diri ke bagian administrasi. Satpam mempersilahkan Olivia menuju bagian pendaftaran. “Terimakasih Pak.” Ucapnya memaksakan senyum dengan wajah sudah pucat. Saat berjalan ke bagian pendaftaran, pandangan mata Olivia menggelap. Langkahnya seketika terhenti, seakan ada suara berdenging di telinganya yang membuat suara orang-orang yang beraktivitas di sekitar lobby tersebut lenyap, tak terdengar lagi “Mbak?” Satpam yang berdiri di pintu lobby hendak mendekati Olivia yang mencari pegangan pada tangannya, kakinya sudah tak kuasa menopang tubuh untuk tetap berdiri. Brugh! Tubuh Olivia terjatuh ke lantai lobby, seketika tak sadarkan diri sebelum sampai di meja pendaftaran. “Mbak...” Satpam berlari menuju posisi Olivia yang pingsan, begitu pun petugas pendaftaran yang sontak siaga akan membantu. “Baw
“Kamu tau siapa yang sudah mengusir kalian dari rumah itu? Itu adalah aku!” Barra tersenyum puas, namun tampak seram di mata Angelina, Reyhan dan pelayan. Bulu kuduk ketiganya berdiri, aura Barra begitu menakutkan. “Siapa yang membuat Abian pulang ke rumah dalam keadaan babak belur dan bisnisnya dalam hitungan detik bangkrut? Itu juga adalah aku!!” “Kamu tau, siapa yang telah membuat Helen menghilang dari peredaran?” Barra menatap jengah pada Angelina yang terkejut, “Itu juga Aku!” Lanjut Barra tersenyum sinis. “Apaaa??” Angelina shock, ternyata Ibunya menghilang bukan karena tak peduli pada dirinya, tetapi di lenyapkan oleh Barra Malik Virendra? “Dan sekarang tinggal kamu yang akan aku selesaikan!!” Barra bangun dari duduknya, tak ingin berlama-lama lagi menatap wajah-wajah manusia yang ada di hadapannya, terutama Angelina. “Pak Barra, apa yang akan anda lakukan terhadap kami?? Tolong jangan hukum kami, kami menyesal Pak...” Reyhan bersujud di hadapan Barra, bermohon. “Ka
“Mungkin karena Nyonya sudah terbiasa pergi ke kantor setiap hari, jadi Nyonya merasa tidak perlu minta izin lagi pada anda, Pak. Apalagi ponsel Nyonya tidak ada bersamanya, sehingga beliau tidak bisa memberitahu anda yang juga tidak sedang berada di rumah.” Jefri mencoba memberi penjelasan yang masuk akal. “Ya aku bisa memahami itu. Tapi tetap saja aku tidak mau dia pergi kemanapun setelah kejadian kemarin!” Barra menghela nafas panjang. Dirinya harus segera ke kantor sekarang untuk membawa Olivia pulang. “Jef, dia pergi tanpa supir lagi. Kita susul ke kantor sekarang!” Barra mulai cemas, khawatir karena Olivia pergi seorang diri. “Baik Pak.” Angguk Jefri, begitu pun supir. “Telepon dulu bagian IT, tanyakan apakah Olivia sudah berada di sana!” “Ya Pak.” Jefri langsung melakukan perintah Barra, menelepon ke divisi IT untuk menanyakan keberadaan Nyonya mudanya. “Pak Ardi, Nona Olivia ada di ruangan?” Tanya Jefri to the point saat manager IT menerima panggilan telepon dari
Tangan mereka saling menggenggam erat. Raut wajah bahagia terpancar dari keduanya. Tidak ada yang lebih sempurna dari pemandangan ini, begitulah yang tampak di mata semua orang jika melihat kemesraan dan keromantisan Laksmana bersama istrinya tersebut. Namun, ekspresi kebahagiaan Paman Olivia itu seketika buyar ketika ia melihat sosok Barra, sang CEO muda yang dikenal sukses dan cerdas berjalan ke arah mereka. Ekspresi wajah Laksmana seketika berubah drastis. Bibirnya yang tadi tersenyum lebar menjadi kaku, alisnya yang terangkat kini terkulai layu, dan matanya yang berbinar kini tenggelam dalam kecemasan. Ia merasakan jantungnya berdegup kencang, seakan hendak melompat keluar dari dada. Sementara itu, istrinya yang menyadari perubahan wajah Laksmana, menatapnya dengan bingung, “Ada apa sayang?” Tanyanya dengan suara pelan, penuh kekhawatiran. Laksmana tidak bisa menjawab. Ia terus menatap sosok Barra yang semakin mendekat, melangkah dengan percaya diri. Auranya dingin namun begit
“Aku tak percaya mereka menempatkannya di kamar seperti itu!” Barra mengeraskan rahang. Matanya menatap jengah ke luar jendela mobil pada view jalanan malam yang masih ramai, tak sabar Ingin secepatnya tiba di rumah sakit. Jefri yang menyetir mobil, melirik sekilas pada Barra duduk di belakang melalui spion depan. Sedang mobil Barra di bawa supir yang lebih dulu berjalan di depan mereka. “Nyonya maksudnya Pak?” Tanya Jefri, memastikan. “Tadi di telepon, petugas Rumah Sakit mengatakan istriku dirawat di kamar inap dengan tiga bahkan empat pasien dalam satu ruangan. Coba bayangkan, dia harus sekamar dengan orang lain. Pasti bukan hanya wanita pasien yang ada di kamar itu. Dia juga harus berbagi satu kamar mandi dengan pasien lainnya, itu keterlaluan! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana istriku berbagi kamar mandi dengan orang lain, para pesakitan pula!” Barra geram, khawatir pada keamanan, juga kehigienisan tempat dan tubuh Olivia. “Mungkin ada faktor lain sehingga Nyonya terpaksa
“Dia kan?” Dokter dan perawat saling bertatapan, mencari jawaban tentang pria yang berjalan menuju ke arah mereka. Barra berjalan dengan tak melepas tatapannya dari wajah istrinya yang terlihat begitu pucat dan lemah. Dadanya bergemuruh, ia tak suka Olivia dalam kondisi memprihatinkan seperti ini. Kekhawatirannya semakin menjadi, namun berusaha ditutupi dari semua orang. “Selamat malam Dokter.” Sapa Barra dengan raut wajah dingin tak berekspresi, mencoba tetap bersikap tenang. “Oh, ma-malam... Anda...?” Dokter masih belum bisa mempercayai penglihatannya terhadap pria tampan yang ia lihat di hadapannya saat ini. “Um Dok, ini Bos saya yang saya minta perawat untuk meneleponnya tadi.” Olivia cepat-cepat menjelaskan. Perasaannya sudah gelisah, sudah menyiapkan diri untuk disemprot habis-habisan oleh kemarahan suami rahasianya itu. “Oo... Bos ya? Kalau saya tidak salah, Barra Malik Virendra bukan?” Tanya Dokter sambil tersenyum begitu ramah, sedang perawat di sampingnya masih
“Memisahkan mereka Bos? Bagaimana caranya? Saya melihat Pak Barra Malik Virendra sepertinya begitu mencintai istrinya, terlihat sangat jelas dari caranya menatap Nona Olivia dalam foto-foto dan rekaman video mereka di pantai.” asisten Laksmana merasa ragu dengan ide sang Bos. “Hanya Azalea yang bisa!” Laksmana tersenyum licik, sebuah rencana busuk tiba-tiba muncul di benaknya. “Nyonya Azalea yang bisa? Apa yang akan Bos lakukan?” Laksmana berjalan mendekati jendela ruang kerjanya. Menatap view langit di malam hari yang gelap gulita dari balik kaca jendela tersebut. “Barra Malik Virendra pasti akan terkejut jika nanti Azalea tiba-tiba kembali. Di saat itulah badai dahsyat akan mengobrak-abrik rumah tangganya yang baru seumur jagung bersama Olivia. Azalea harus merebut Barra kembali, sehingga Olivia pun akan tersingkir karena aku yakin Barra Malik Virendra masih sangat mencintai Azalea, mantan istrinya. Dia pasti lebih memilih cinta pertamanya daripada istri barunya.” Ujar Laksmana.
Laksmana terpaku dengan wajah memucat saat diperlihatkan asistennya foto-foto seorang CEO muda yang beberapa hari lalu mendatanginya. Barra Malik Virendra. Pemuda itu sempat mencari seorang wanita ke perusahaan yang ia pimpin, PT. LV-RAWLESS ENERGY. Saat itu ia pikir Barra sedang mencari Azalea, wanita yang sama-sama mereka cintai, yang ia sembunyikan di suatu tempat. Ia juga mengira bahwa Barra sudah mengetahui tentang hubungan gelapnya bersama mantan istri pemuda itu. Hal tersebut yang membuat Laksmana saat didatangi Barra menjadi panik dan takut. Barra bisa saja langsung menghabisinya saat itu juga karena pernah menjadi selingkuhan Azalea saat masih berstatus istri pria itu, bahkan tempat mengandung benihnya dari hubungan gelap tersebut. Ketakutannya yang lain, bagaimana jika istrinya Margaretha akhirnya tahu tentang hubungannya dengan Azalea? Habislah ia. Margaretha pasti akan sangat murka dan bisa saja meninggalkannya. Ia sangat mencintai sang istri, walaupun tak bisa mel
Pukul 20.25 wib. Barra duduk dengan menyandarkan punggung di sandaran sofa ruang tengah, sembari memegang ponselnya. Matanya fokus menatap banyaknya ungkapan terkejut sekaligus ucapan selamat dari para kenalan yang mengikutinya di media sosial atas pernikahannya yang baru diumumkan hari ini. Akhirnya, senyum di bibir pria itu tak dapat juga ditahan-tahan. Barra tersenyum puas dan senang melihat beberapa foto, berikut video pendek dirinya dan Olivia di pantai tadi, yang dibagikan Jefri sebagai admin akun pribadi miliknya. Jefri duduk di sofa yang berseberangan dengan Barra, ikut sumringah melihat raut wajah bahagia puas bosnya. “My love?” Barra mengerutkan kening membaca caption salah satu foto yang di posting Jefri. “Stay with me forever?” lanjut Barra antusias. “Kamu dapat kata-kata seperti itu dari mana?” tanyanya, cukup excited melihat inisiatif sang asisten yang membubuhkan kata-kata romantis difoto dirinya dan Olivia tanpa disuruh. “Oh itu, saya suka liat orang
“Tidak! Ini tidak benar!” Azalea menggeleng-gelengkan kepalanya, tak terima dengan fakta yang baru saja ia dengar. Barra-nya telah menikah lagi? “Kamu pasti salah! Gak mungkin Barra Malik Virendra menikah dengan perempuan lain. Dia udah janji akan menunggu sampai aku kembali lagi padanya, kapanpun aku mau...” Sanggah Azalea, masih tak percaya dengan apa yang Vincent katakan. Vincent menggaruk kepalanya, bingung. Kenapa juga istri simpanan Laksmana itu menolak untuk percaya pada penjelasannya? “Salah bagaimana ya? Saya dikirim kesini dengan mempertaruhkan nyawa karena Pak Barra yang ingin menyelamatkan ibu mertuanya, Amanda Rawless. Dan nyonya bukankah istri Laksmana? Kenapa mengaku-ngaku sebagai istri bos saya?” Vincent membuang napas kasar. Kenapa wanita ini sebenarnya? “Aku Azalea Stefani, istri Barra Malik Virendra! Kamu pasti pernah mendengar tentang kami sekitar dua tahun lalu sebagai pasangan suami istri yang serasi dan saling mencintai. Jangan bilang kamu gak pernah d
“Tapi di media sosial, Oliv gak ada sama sekali membagikan postingan bersama Barra Malik Virendra. Dia juga udah lama gak aktif di medsos kayaknya?” Clarissa mencoba untuk mencari tahu di akun media sosial Olivia tentang berita pernikahan mantan istri Elgard itu dengan seorang Barra Malik Virendra, seperti yang dikatakan adiknya tersebut. Elgard dan Haris Nugroho melihat Clarissa yang sibuk menscroll layar ponselnya, ingin mendapatkan informasi yang pasti. “Mungkin di media sosial Barra Malik Virendra ada.” ucap Haris Nugroho. “Duh, aku udah follow akunnya tapi belum di confirm pa. Medsosnya di private soalnya. Lo bisa El?” Tanya Clarissa pada Elgard yang juga telah standby melihat layar ponsel miliknya. “Gue dan Barra Malik Virendra sama-sama saling follow sebagai sesama pebisnis.” Jawab Elgard pada sang kakak. “Gue rasa di laman media sosialnya, Barra Malik Virendra itu gak pernah memposting tentang kehidupan pribadinya. Kayaknya gak bakal ada postingan bersama Oliv disa
“Siapa yang menyelamatkan Olivia?” Clarissa ikut penasaran. “Yang pasti bukan Elgard, Clarissa!” Sindir Haris lagi, membuat Elgard menelan ludah. “Barra Malik Virendra, CEO UD Entertainment, putra Virendra yang sekarang menggantikan ayahnya! Dialah yang udah menyelamatkan Olivia yang merupakan karyawannya!” Jawab Haris Nugroho menjelaskan. “Papa tau soal itu?” Elgard tak menyangka. “Papa kan sudah bilang, ada orang suruhan papa yang selalu mengawasi Olivia! Termasuk di perusahaan itu sendiri, salah satu karyawannya adalah orang yang papa bayar untuk menjaga dan terus melaporkan apapun yang terjadi pada Olivia. Tapi sekarang dia kehilangan jejak Olivia yang entah tinggal dimana, papa gak bisa tenang memikirkan menantu papa itu!” Haris menghela napas panjang. “Jadi begitu? Itu artinya papa juga udah tau kalau Olivia punya hubungan istimewa dengan_Barra Malik Virendra?” Elgard bertanya dengan menguatkan hati, perasaannya begitu resah. Berharap Haris Nugroho mengatakan bahwa Olivia b
Ia melihat penjaga depan kamar tersebut hendak pergi dari sana.“Suster, saya ke toilet dulu. Jangan sampai perempuan gila itu keluar dari kamar.” teriak sang penjaga dari luar. “Ya!” sahut seorang wanita yang mungkin adalah suster dari perempuan gila yang dimaksud. Vincent menunggu penjaga benar-benar pergi dengan mengintip dari balik tembok, “Sepertinya itu memang kamar Nyonya Amanda.” Gumam Vincent sambil melangkah pelan ke pintu kamar tersebut. Ia lalu mengintip dari kaca kecil yang ada di pintu. Tampak seorang wanita seperti berpakaian perawat tengah menyuapi seseorang makan.“Itu...” Vincent terkesiap. Seseorang yang sedang disuapi makan itu adalah seorang wanita yang bisa ia tebak adalah Amanda. Wajahnya meski tak semuda difoto yang Jefri beri, tetapi tetap mirip. Itu memang ibu mertua Barra Malik Virendra.“Aku menemukannya...!” Vincent begitu lega.“Apa yang kamu temukan?”Deg!Vincent terperanjat. Seseorang dari belakang mengulang kembali kata-katanya.Ia menoleh perlahan
“Pak, kita pulang sekarang?” tanyanya akan bersiap juga. “Tidak Jef. Istriku ingin mencari Masjid terdekat dari sini. Kami sholat magrib dulu. Kamu juga ikut. Ayo!” “Sholat?” Jefri terperangah, seorang Barra Malik Virendra mau sholat? Barra yang memperdulikan ekspresi terkejut Jefri, akan masuk juga ke dalam mobil. “Pak, sebentar. Lihat ini.” Jefri cepat-cepat menunjukkan hasil rekaman video maupun foto-foto Barra dan Olivia yang ia ambil tadi. Barra dengan wajah berseri-seri, melihat satu persatu foto dan video yang Jefri ambil di layar ponsel asistennya tersebut. “Ini sangat bagus. Kamu merekam kami?” Barra senang bukan main. Puas pada inisiatif asistennya itu. “Ya Pak. Siapa tahu mau disimpan sebagai momen indah yang tak terlupakan untuk anda dan nyonya.” “Jef, posting beberapa foto kami ini di beberapa media sosialku. Video pendeknya juga. Semua orang dan relasi bisnisku harus tau siapa istriku! Terutama Laksmana Sanjaya!” Titah Barra mantap. “Siap Pak!” Jefri bersemangat
“M-Maksudnya?” Olivia berdebar-debar. Barra menatap serius ke mata Olivia. Ia kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya, menunjukkan pada Olivia. “Ini... Ini bukankah?” Olivia menatap bingung pada sepasang cincin yang ditunjukkan Barra di depan matanya. “Ini cincin pernikahan kita yang tidak pernah kita pakai. Waktu kamu dirawat di rumah sakit, Jefri dan Syifa saya suruh merombak kamar kamu dan memindahkan semua barang-barang kamu ke kamar utama kita. Mereka menemukan cincin nikah kamu di laci kamar itu, kamu menyimpannya di sana.” jelas Barra mengejutkan Olivia. “Mulai detik ini, kita akan pakai cincin nikah kita Olivia. Kamu dan saya.” Lanjut Barra dengan tatapan penuh keseriusan. Tak tampak oleh Olivia kepura-puraan di mata pria itu. “Kita...?” Olivia masih sulit mempercayai semua ini. Barra serius mengajaknya hidup bersama? “Ya, kita!” Barra tak buang waktu, langsung memakaikan cincin milik Olivia di jari manis istrinya itu. “Sekarang giliran kamu. Pakaikan cincin di j