“Kamu yakin mau ke rumah sakit?” Arkana mengecup pundak terbuka Zara dari belakang dengan kedua tangan melingkari perut wanita itu.“Kenapa memang?” Zara urung memakai kemeja dressnya karena sang suami mendekap erat.Keduanya menatap cermin besar di depan mereka dengan Zara yang hanya menggunakan pakaian dalam saja.“Kamu enggak akan—“ Arkana ragu melanjutkan kalimatnya, malah melesakan wajah ke leher Zara.“Enggak akan sedih, gitu maksudnya?” Zara menatap Arkana dari pantulan cermin.Pria itu sedikit mendongak. “Soalnya aku sedih, Yang ... aku jadi inget Arasha.” Sorot mata Arkana menyendu.“Tapi masa kita enggak dateng pas Bunga lahiran kaya sekarang, sebentar lagi Gita juga lahiran trus Caca lahiran anak ke empat ... kita harus terbiasa sama kondisi kaya gini” “Nanti kalau aku pengen nyulik bayinya gimana, Yang?” Zara terkekeh mendengar kelakar suaminya yang diucapkan dengan ekspresi serius.“Jangan diculik, itu bayi orang ... sabaaar, nanti juga kita dikasih lagi kok.” Zara ber
Zara lulus lebih cepat, otak pintar dan dukungan penuh Edward lah yang menjadi penyebabnya.Bisa dibilang semenjak Zara masuk di semester kompetisi klinik hingga mempersiapkan ujian dan tugas akhir sebagai syarat kelulusan—intensitas komunikasi dengan Edward lebih besar ketimbang suaminya sendiri.Arkana selalu pulang malam dengan alasan pekerjaan tapi Zara tau jika suaminya mengunjungi Night Club dan menghabiskan setengah malam di sana sebelum akhirnya pulang ke rumah dengan keadaan mabuk.Zara tidak mempersalahkannya, selain ia pun sedang sangat sibuk menghadapi kelulusan juga karena ingin suaminya bisa sejenak melupakan hingga akhirnya menerima kepergian Arasha.Ia masih berpikiran jika Arkana terguncang mentalnya karena mengambil keputusan untuk membunuh anak mereka.“Kak ... bangun, mau anter aku wisuda enggak?” Zara mengguncang tubuh suaminya yang masih menggunakan kemeja dan celana kantor.Entah jam berapa Arkana pulang tadi malam dan dari bau alkohol yang tercium di tubuh suam
Setelah ceremony wisuda selesai, Arka masih menyempatkan diri berfoto dengan Zara.Satu buket bunga ukuran sedang tidak lupa ia berikan untuk istrinya tercinta.“Selamat ya sayang,” ucap Arkana kemudian mengecup bibir Zara di tengah-tengah halaman kampus dengan banyak orang berlalu lalang. Pria itu tidak pernah malu mengungkapkan cintanya kepada sang istri di depan banyak orang.“Kak, ih ... diliatin orang,” protes Zara seraya mendorong dada Arkana namun tangan kekar pria itu kadung melingkar di pinggang Zara sangat erat.“Pak Dod, tolong fotoin!” titah Arkana seraya memberikan ponselnya kepada Doddy.Doddy sang driver yang sekarang merangkap foto grapher pun melakukan kemampuan terbaiknya untuk mengabadikan momen tersebut.Arkana berhenti bercanda, ia merangkul pinggang Zara kemudian Doddy melakukan tugasnya.“Bun ... foto Bun,” ajak Arkana agar sesi ini cepat selesai karena klien telah menunggunya si kantor.Maya mendekat, berdiri di samping Zara lantas Doddy mengabadikannya.“Yang
“Abaaaang, bayinya mau keluar!!” teriak Arshavina yang berdiri dengan kaki mengangkang dan banyak air mengalir di bagian bawah tubuhnya.Semua menoleh memusatkan perhatian kepada Arshavina dengan raut wajah tegang, termasuk pemain band yang sampai menghentikan permainannya musiknya.Beberapa detik semua terpaku masih mencerna apa yang Arshavina katakan tadi dan menghubungkannya dengan apa yang sedang mereka lihat saat ini.Detik berikutnya setelah menyadari apa tengah terjadi, kepanikan seluruh anggota keluarga menghasilkan suara riuh rendah yang memecah keheningan.Kama berlari memburu istrinya, para orang tua memerintahkan untuk melakukan ini dan itu membuat Kama bingung mana yang harus pertama kali ia lakukan tapi akhirnya Kama memutuskan menggendong Arshavina memasuki lift untuk membawanya ke rumah sakit Arkana yang berada tidak jauh dari lift langsung menyusul masuk ke dalamnya.Zara berlari menggunakan heels tujih senti sambil mengangkat gaun agar sempat memasuki lift sebelum p
“Nyonya Zara!” panggilan seseorang membuat Zara menoleh dan setelah mendapati sosok yang memanggilnya, ia pun tersenyum.“Dokter Taufan! Apakabar, Dok?” Zara mengulurkan tangan.“Baik, Nyonya apakabar?” tanyanya kemudian seraya menjabat tangan Zara.“Panggil aja Zara dan saya baik, Dok.” Zara menjawab.“Oh baiklah ... Zara koas di sini?” Taufan bertanya demikian karena melihat Zara menggunakan jubah dokter dengan name tag yang bertuliskan ‘COASS’“Iya Dok, sekarang aku lagi koas di sini.” Taufan mengangguk mengerti. “Oh ya, apakah tidak ada masalah dengan sistem reproduksi kamu setelah kejadian itu? Kamu tidak datang saat kontrol terakhir.” “Enggak ada, Dok ... aman, hanya saja akhir-akhir ini menstruasi aku terlambat mungkin karena kurang tidur dan stress karena menyiapkan ujian kelulusan kemarin.” “Tolong jangan dianggap remeh dan segera periksakan karena seperti yang pernah saya bilang kepada tuan muda Arkana jika kejadian itu membuat kamu sulit memiliki anak atau bisa dibilang
Cukup lama Arkana mencumbu Zara tapi tidak sekalipun Zara membalas.Ia telah mengeluarkan segala kemampuannya untuk merangsang Zara namun sang istri tetap bergeming.Arkana mengangkat sedikit tubuhnya demi bisa melihat wajah Zara yang datar tanpa ekspresi.Zara tidak sedang mood, lalu kapan istrinya akan mood. Semenjak Zara mengetahui dirinya tidak bisa hamil lagi—mereka jarang sekali bercinta, beberapa minggu terakhir keduanya seperti room mate bukan sepasang suami istri.Tidak ada suara manja atau sikap manja Zara.Bahkan mereka jarang bertegur sapa, Zara memilih menyibukan dirinya sebagai Koas dan siang hari Arkana sibuk mengembangkan perusahaan lalu malam hari pria itu menghabiskan setengah malam di night club.“Aku masuk ya!” Arkana memberitau dan detik berikutnya Zara memejamkan mata sambil menahan napas, ia menolehkan kepalanya ke samping.Pria itu mulai menghentak dengan gerakan lambat hingga lama kelamaan menaikan tempo.Sama sekali tidak terasa nikmat bagi Zara, bahkan jant
“Makasih ya, Dok ... kebetulan ketemu di sini jadi enggak perlu ke tempat praktek.” Zara mengulurkan tangannya ketika mereka akan berpisah di loby sebuah hotel ternama di tengah kota Jakarta.“Sama-sama ... kebetulan saya juga ada waktu luang sebelum jemput istri saya.” Saputra membalas jabatan tangan Zara.Ball room hotel ini adalah tempat diadakannya seminar tentang ilmu kedokteran, Zara dan teman Co-ass lainnya baru saja mengikuti seminar tersebut.Kebetulan dokter Saputra menjadi salah satu pembicara dan tadi mereka sempat bertemu kemudian sedikit berbincang mengenai masalah kejiwaan Zara tapi akhirnya sesi konsultasi itu harus pindah ke resto hotel setelah seminar selesai.Banyak yang Zara ungkapkan kepada Saputra mengingat Zara melewatkan sesi konsultasi terakhir karena sibuk menyelesaikan pendidikan profesi.Zara kewalahan mengatur waktu antara bekerja dan belajar, menangani pasien dan mengerjakan tugas, serta mengatur waktu untuk istirahat.Sebagai Seorang co-ass Zara tidak me
Untuk kesekian kalinya Arkana pulang ke rumah dalam keadaan mabuk.Buktinya ketika Zara pulang pagi ini dari rumah sakit—sang suami masih tergeletak di atas ranjang dalam keadaan shirt less.Paman Neil yang selalu membantu Zara membuka pakaian Arkana ketika pulang dalam keadaan tidak berdaya seperti itu.Zara menatap Arkana berlama-lama, mengingat kejadian kemarin siang di loby hotel—ia menerka-nerka, apa sedang dipikirkan Arkana tentangnya?Apakah Arkana cemburu?Lalu apa yang akan Arkana lakukan kepada dokter Saputra?Tatapan penuh kebencian dari sorot mata Arkana kemarin siang membuat Zara ciut sekaligus terluka.Ia tidak bisa menjelaskan siapa dokter Saputra dan terpaksa harus menghentikan sesi konsultasinya karena Arkana pasti akan meminta orang kepercayaannya untuk memata-matai dan mengikutinya atau mungkin saat ini ponsel Zara sudah disadap oleh pria itu.Hembusan napas berat Zara keluarkan, ia tidak tau bagaimana cara mengembalikan keharmonisan rumah tangganya seperti dulu.Za