Setelah ceremony wisuda selesai, Arka masih menyempatkan diri berfoto dengan Zara.Satu buket bunga ukuran sedang tidak lupa ia berikan untuk istrinya tercinta.“Selamat ya sayang,” ucap Arkana kemudian mengecup bibir Zara di tengah-tengah halaman kampus dengan banyak orang berlalu lalang. Pria itu tidak pernah malu mengungkapkan cintanya kepada sang istri di depan banyak orang.“Kak, ih ... diliatin orang,” protes Zara seraya mendorong dada Arkana namun tangan kekar pria itu kadung melingkar di pinggang Zara sangat erat.“Pak Dod, tolong fotoin!” titah Arkana seraya memberikan ponselnya kepada Doddy.Doddy sang driver yang sekarang merangkap foto grapher pun melakukan kemampuan terbaiknya untuk mengabadikan momen tersebut.Arkana berhenti bercanda, ia merangkul pinggang Zara kemudian Doddy melakukan tugasnya.“Bun ... foto Bun,” ajak Arkana agar sesi ini cepat selesai karena klien telah menunggunya si kantor.Maya mendekat, berdiri di samping Zara lantas Doddy mengabadikannya.“Yang
“Abaaaang, bayinya mau keluar!!” teriak Arshavina yang berdiri dengan kaki mengangkang dan banyak air mengalir di bagian bawah tubuhnya.Semua menoleh memusatkan perhatian kepada Arshavina dengan raut wajah tegang, termasuk pemain band yang sampai menghentikan permainannya musiknya.Beberapa detik semua terpaku masih mencerna apa yang Arshavina katakan tadi dan menghubungkannya dengan apa yang sedang mereka lihat saat ini.Detik berikutnya setelah menyadari apa tengah terjadi, kepanikan seluruh anggota keluarga menghasilkan suara riuh rendah yang memecah keheningan.Kama berlari memburu istrinya, para orang tua memerintahkan untuk melakukan ini dan itu membuat Kama bingung mana yang harus pertama kali ia lakukan tapi akhirnya Kama memutuskan menggendong Arshavina memasuki lift untuk membawanya ke rumah sakit Arkana yang berada tidak jauh dari lift langsung menyusul masuk ke dalamnya.Zara berlari menggunakan heels tujih senti sambil mengangkat gaun agar sempat memasuki lift sebelum p
“Nyonya Zara!” panggilan seseorang membuat Zara menoleh dan setelah mendapati sosok yang memanggilnya, ia pun tersenyum.“Dokter Taufan! Apakabar, Dok?” Zara mengulurkan tangan.“Baik, Nyonya apakabar?” tanyanya kemudian seraya menjabat tangan Zara.“Panggil aja Zara dan saya baik, Dok.” Zara menjawab.“Oh baiklah ... Zara koas di sini?” Taufan bertanya demikian karena melihat Zara menggunakan jubah dokter dengan name tag yang bertuliskan ‘COASS’“Iya Dok, sekarang aku lagi koas di sini.” Taufan mengangguk mengerti. “Oh ya, apakah tidak ada masalah dengan sistem reproduksi kamu setelah kejadian itu? Kamu tidak datang saat kontrol terakhir.” “Enggak ada, Dok ... aman, hanya saja akhir-akhir ini menstruasi aku terlambat mungkin karena kurang tidur dan stress karena menyiapkan ujian kelulusan kemarin.” “Tolong jangan dianggap remeh dan segera periksakan karena seperti yang pernah saya bilang kepada tuan muda Arkana jika kejadian itu membuat kamu sulit memiliki anak atau bisa dibilang
Cukup lama Arkana mencumbu Zara tapi tidak sekalipun Zara membalas.Ia telah mengeluarkan segala kemampuannya untuk merangsang Zara namun sang istri tetap bergeming.Arkana mengangkat sedikit tubuhnya demi bisa melihat wajah Zara yang datar tanpa ekspresi.Zara tidak sedang mood, lalu kapan istrinya akan mood. Semenjak Zara mengetahui dirinya tidak bisa hamil lagi—mereka jarang sekali bercinta, beberapa minggu terakhir keduanya seperti room mate bukan sepasang suami istri.Tidak ada suara manja atau sikap manja Zara.Bahkan mereka jarang bertegur sapa, Zara memilih menyibukan dirinya sebagai Koas dan siang hari Arkana sibuk mengembangkan perusahaan lalu malam hari pria itu menghabiskan setengah malam di night club.“Aku masuk ya!” Arkana memberitau dan detik berikutnya Zara memejamkan mata sambil menahan napas, ia menolehkan kepalanya ke samping.Pria itu mulai menghentak dengan gerakan lambat hingga lama kelamaan menaikan tempo.Sama sekali tidak terasa nikmat bagi Zara, bahkan jant
“Makasih ya, Dok ... kebetulan ketemu di sini jadi enggak perlu ke tempat praktek.” Zara mengulurkan tangannya ketika mereka akan berpisah di loby sebuah hotel ternama di tengah kota Jakarta.“Sama-sama ... kebetulan saya juga ada waktu luang sebelum jemput istri saya.” Saputra membalas jabatan tangan Zara.Ball room hotel ini adalah tempat diadakannya seminar tentang ilmu kedokteran, Zara dan teman Co-ass lainnya baru saja mengikuti seminar tersebut.Kebetulan dokter Saputra menjadi salah satu pembicara dan tadi mereka sempat bertemu kemudian sedikit berbincang mengenai masalah kejiwaan Zara tapi akhirnya sesi konsultasi itu harus pindah ke resto hotel setelah seminar selesai.Banyak yang Zara ungkapkan kepada Saputra mengingat Zara melewatkan sesi konsultasi terakhir karena sibuk menyelesaikan pendidikan profesi.Zara kewalahan mengatur waktu antara bekerja dan belajar, menangani pasien dan mengerjakan tugas, serta mengatur waktu untuk istirahat.Sebagai Seorang co-ass Zara tidak me
Untuk kesekian kalinya Arkana pulang ke rumah dalam keadaan mabuk.Buktinya ketika Zara pulang pagi ini dari rumah sakit—sang suami masih tergeletak di atas ranjang dalam keadaan shirt less.Paman Neil yang selalu membantu Zara membuka pakaian Arkana ketika pulang dalam keadaan tidak berdaya seperti itu.Zara menatap Arkana berlama-lama, mengingat kejadian kemarin siang di loby hotel—ia menerka-nerka, apa sedang dipikirkan Arkana tentangnya?Apakah Arkana cemburu?Lalu apa yang akan Arkana lakukan kepada dokter Saputra?Tatapan penuh kebencian dari sorot mata Arkana kemarin siang membuat Zara ciut sekaligus terluka.Ia tidak bisa menjelaskan siapa dokter Saputra dan terpaksa harus menghentikan sesi konsultasinya karena Arkana pasti akan meminta orang kepercayaannya untuk memata-matai dan mengikutinya atau mungkin saat ini ponsel Zara sudah disadap oleh pria itu.Hembusan napas berat Zara keluarkan, ia tidak tau bagaimana cara mengembalikan keharmonisan rumah tangganya seperti dulu.Za
“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu. “Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.” “Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe. Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang. Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau. Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali. “Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya. Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager. Keduanya pun duduk dan memulai int
“Zara!! Ambil kunci mobil gue, buka pintunya!” titah Arkana yang panik sambil menggendong sang Kakak ipar keluar dari cafe.Beberapa pelayan dan pengunjung juga dibuat terkejut oleh teriakan Arsha yang mengatakan akan segera melahirkan.Buru-buru Zara menarik kunci mobil di saku celana Arkana kemudian mengarahkannya kepada setiap mobil yang terparkir di sana. “Kasih tau Angga!” Arkana berkata kepada pelayan yang panik sedang berusaha membantu mereka. Pria pelayan itu pun masuk kembali ke dalam mencari ponselnya untuk melakukan perintah Arkana.Lampu dari sebuah mobil keluaran Eropa dengan harga fantastis, berkedip beberapa kali memberitau Zara jika mobil tersebut adalah milik Arkana.Zara membuka pintu kabin bagian belakang agar Arkana mudah membawa Arsha ke dalamnya.“Duh ... sakit,” ringis Arsha dengan mata terpejam.“Sabar, Ca ... gue bawa lo ke rumah sakit sekarang,” ujar Arkana, tangannya mengusap kepala Arsha yang dibalas anggukan oleh sang Kakak ipar.“Zara, lo temenin Caca d