“Yang ... pengen peluk.” Setelah kekacauan yang pria itu buat, seenak hatinya Arkana merengek kepada Zara.“Gue akan balas semua sakit yang lo kasih ke gue.” Zara mengucapkannya dengan nada dingin dan sorot mata penuh kebencian.“Salah gue cuma nganter si Nadia doank, Yang ... trus dengerin dia curhat trus meluk dia ... iya gue salah yang bagian meluk, dia nangis terus Yang ... lagian gue enggak ada perasaan apa-apa sama dia, ya kaya dulu aja sebagai temen ....” Nada suara Arkana merendah hingga menghilang di akhir kalimat. Pria itu teringat ucapan Roger mengenai Zara dan dokter Saputra.“Mungkin dalam hati, lo akan bilang kalau gue bisa nenangin cewek lain dengan pelukan tapi istri gue sendiri malah nangis di depan psikiater.” Arkana melanjutkan.Zara mengangkat wajahnya dengan ekspresi layaknya orang yang ketauan bohong.Jadi suaminya sudah mengetahui siapa dokter Saputra?“Saputra, itu psikiater lo, kan?”Arkana bukan sedang bertanya tapi menyatakan jika dirinya sudah mengetahui
Zara menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia merasa lelah jiwa dan raga.Seakan badai tidak bosan menghantamnya, tidak cukupkah kehilangan Arasha dan menjadi mandul sebagai cobaan terberat bagi Zara.Kini suaminya kedapatan dengan sadar memeluk wanita lain di saat dirinya sedang terpuruk.Zara tidak mempercayai ucapan Arkana yang mengatakan jika pria itu tidak memiliki perasaan apapun terhadap Nadia.Lantas kenapa Arkana memeluk Nadia? Peduli apa suaminya dengan yang terjadi pada hidup Nadia?Padahal Arkana tau percis jika Nadia seringkali berusaha membuat Zara menderita di masa lampau.Zara turun dari taxi, langkahnya terburu-buru memasuki sebuah gedung rumah sakit tapi bukan rumah sakit sang drandpa melainkan rumah sakit di mana dokter Saputra membuka praktek.“Saya mau ketemu dokter Saputra,” kata Zara yang tampak berantakan wajahnya karena air mata. Suster wanita yang mengenal Zara langsung mempersilahkan Zara masuk karena kebetulan baru saja pasien terakhir keluar dari ruangan
“Kenapa lo enggak bilang sama gue kalau Jordi akan benar-benar dibebasin! Hah?” Arkana menghancurkan banyak botol minuman di night clubnya, tempat ini belum buka baru saja selesai dibersihkan untuk persiapan buka malam ini tapi pria itu membuat kekacauan sehingga para petugas kebersihan harus bekerja dua kali.“Gue pernah bilang kalau kasus yang kita buat untuk membuat Jordi mendekam lebih lama di penjara—mental karena dianggap kurang bukti dan lo juga lagi bermasalah sama Zara ... kita semua terlena setelah berhasil melenyapkan Jhon sampai lupa sama Jordi.” Darius melakukan pembelaan dan pria itu tampak tidak kalah frustasi saat ini.Arkana mendapat panggilan telepon dari Darius ketika baru saja keluar dari gedung kantor Kallandra.Sahabat Italianya itu memberi kabar tentang kebebasan Jordi.Tanpa pikir panjang Arkana langsung menuju night club untuk mendengar lebih lanjut informasi tersebut.Dan baru saja Darius memaparkan jika menurut mata-mata yang mereka tempatkan di kelompok Jo
Arkana mendapat informasi dari Darius yang mengatakan Jordi sangat murka setelah menemukan mayat adik beserta keluarganya di ruang rahasia.Pria itu meminta pihak kepolisian untuk menyelidiki agar bisa menangkap kasus pembantaian keluarga adiknya.Bahkan beberapa hari ini kasus tersebut ramai diberitakan di televisi.Arkana dan Zara saat ini sedang menonton berita tersebut, satu tangan Arkana merangkul pundak Zara sementara tangan satu lagi menggenggam tangan Zara dengan menyelipkan jemari di antara jemari istrinya.Zara tidak berkedip melihat berita evakuasi mayat Jordi beserta istri dan anaknya yang wajahnya diblur.Ia sudah berusaha melupakan dendam itu tapi tidak sanggup membuatnya merasa iba.Menurut Zara justru Jordi beruntung bisa berkumpul dengan istri dan anaknya di akhirat.Tidak seperti dirinya yang masih harus merasakan sedih atas kehilangan Arasha ditambah harapan yang sangat kecil untuk memiliki anak.Bahkan Zara sudah tidak berani berharap lagi.“Gimana kalau ada bukti
Siang itu Zara sedang mengikuti praktek dokter penyakit dalam, pasiennya cukup banyak hingga waktu praktek molor beberapa jam.Mereka semua sempat mendengar kegaduhan para petugas medis di luar setelah ambulance tiba tapi tidak terlalu Zara pedulikan, ia fokus pada pembelajaran penyakit dalam ini.Hingga akhirnya pasien terakhir keluar dari ruangan itu dan dokter penyakit dalam memberikan sedikit pengetahuan tentang kasus langka yang tadi mereka hadapi.Setelah itu Zara dan teman co-ass lainnya meninggalkan ruangan sang dokter.“Tadi hapenya getar terus Mbak, saya enggak berani angkat.” Seorang suster yang Zara titipkan tas di luar ruang praktek memberi tau.“Oh ... makasih ya.” Zara berucap sambil mengambil tasnya lalu melangkah pelan dengan fokusnya pada ponsel.Banyak panggilan tak terjawab dari Arkana, segera saja Zara menghubungi suaminya.“Yang, kamu di mana?” Arkana langsung menjawab panggilan telepon dengan pertanyaan, pria itu terdengar gelisah.“Aku di rumah sakit,” balas Za
“Mas ....” Suara lembut istrinya membuat Kallandra membuka mata.“Ren,” panggil Kallandra memaksakan sebuah senyum.Rena naik ke atas ranjang rumah sakit sementara sang suami bergeser pelan memberi tempat untuk sang istri yang kecantikannya tidak lekang oleh waktu.“Aku ikut,” bisik Rena setelah merebahkan kepala di pundak suaminya.“Ikut ke mana?” Kallandra bertanya lalu melabuhkan kecupan di kening istrinya.“Ke mana pun Mas pergi aku ikut ya, Mas ... aku enggak mau jauh dari Mas.” Rena merengek seraya memeluk erat sang suami tercinta.Kallandra tersenyum, tangannya mengusap kepala Rena penuh sayang.“Aku enggak akan ke mana-mana.” Pria tua itu menegaskan.“Pokoknya aku ikut.” Rena memaksa.Kallandra hanya tersenyum tidak menanggapi ucapan Rena.Penyakit ini baru ia dapatkan tapi untung tidak sampai merenggut nyawanya.Tadi Kallandra hanya syok tatkala melihat video kekejaman Arkana pada sebuah keluarga yang diyakininya sebagai pelaku penculikan Zara dan yang bertanggung jawab atas
“Aku sudah mengajukan gugatan cerai ... sekarang berikan copyan video itu.” Jordi tersenyum. “Tentu tidak semudah itu ... kamu harus bersamaku dulu baru aku berikan.” Jordi menyaut.Sekarang Zara sudah tidak perlu mengkhawatirkan dirinya lagi.Tidak ada Doddy atau pengawal yang menjaganya karena tinggal menunggu pengesahan dari pengadilan agama maka ia akan menjadi milik Jordi.Tentu saja dengan uang dan kekuasaan Jordi keputusan cerai itu bisa dikabulkan tanpa perlu melewati banyak sidang.“Aku sendiri yang akan mengambil surat keputusan cerai itu lalu menjemputmu, sabarlah sebentar lagi.” Jordi mengusap kepala Zara yang segera ditepisnya dengan kasar dan sorot mata penuh peringatan.Ingin rasanya meludahi wajah Jordi sekarang juga.Jordi tergelak puas membuat Zara jijik kemudian pergi dari cafe itu secepat kilat.Beruntung ada taxi yang melintas, Zara tidak berpikir panjang langsung menghentikannya.Zara bersandar punggung setelah memberi tau supir taksi ke mana tujuannya.Ia akan
Zara melipat bibirnya ke dalam, membungkam tangis selama beberapa jam setelah pesawat mengudara karena Jordi tidak bisa diam terus menggerayanginya.“Jordi, apa kita bisa melakukannya nanti saja ketika sampai? Beri aku waktu dulu.” Zara merendahkan nada suaranya, membujuk Jordi agar berhenti mengganggunya.Zara jijik, ia tau mengulur waktu bukan solusi tapi setidaknya biarkan dirinya terbiasa dulu berada bersama pria itu.“Baiklah, aku akan memberimu waktu.” Jordi setuju memberikan waktu untuk Zara.Dan lagi, memangnya Zara akan pergi ke mana? Tidak mungkin wanita itu terjun dari pesawat, bukan?Jordi meninggalkan Zara, ia berpindah ke kabin belakang bersama seorang pramugari.Tidak lama kemudian Zara mendengar bunyi kursi berderit dan desahan seorang wanita yang tidak lain adalah pramugari tadi.Mereka bercinta di kursi tengah-tengah kabin belakang yang terbuka.Jika saat ini Zara menoleh ke belakang, sudah bisa dipastikan matanya akan ternoda oleh adegan vulgar itu.Waktu tempuh s
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S