Perawat yang dibawa Bianco dari negaranya tidak mampu mengobati luka Arka di bagian dalam karena selain peralatan mereka tidak memadai juga mereka harus melakukan operasi besar untuk menyelamatkan Arkana.Dengan kemampuan dan peralatan juga obat-obatan seadanya mereka hanya bisa membantu Arkana bertahan hidup hingga beberapa jam ke depan.Roger sudah menghubungi Darius untuk menyiapkan segala sesuatunya di Indonesia.Ia tidak beranjak sedikitpun dari samping Arkana, matanya tertuju pada sang tuan muda ketika dua orang perawat sedang menangani Arkana.Hingga selesai pun, Roger tetap setia di samping Arkana.“Bagaimana keadaan anak itu?” tanya Bianco kepada Ricardo yang sedari tadi bolak balik mengecek keadaan Arkana atas perintahnya.Ricardo menggelengkan kepala lemah dengan raut putus asa. “Hanya Tuhan yang bisa menolongnya.” Luka yang di alami Arkana sangat parah, ada satu peluru yang mengenai organ vital sedangkan rompi anti peluru hanya dapat menghalau proyektil tapi tetap saja ha
“Tuan Bianco!” Maya berseru dengan mata membulat sempurna saat menemukan Bianco di depan teras rumahnya.Tadi Maya bangun untuk mengambil air minum dan ketika melewati ruang tamu, ia melihat sekelabat bayangan dari luar.Penasaran, Maya mencoba mencari tau tapi ia malah mendapati pria tampan itu tampak lesu dengan hidung merah dan mata sayu.“Maya,” panggil Bianco dengan suara serak.“Tuan baik-baik saja?” Maya bertanya, raut wajah cantik itu penuh dengan kekhawatiran.Sudah lama rasanya tidak ada yang mengkhawatirkan Bianco selain Grace dan Ricardo.“Maya ... aku sakit,” kata Bianco setengah merengek.Pria itu dengan lancang melangkah masuk, menabrak tubuh Maya lantas memeluk Maya, menyandarkan pipinya di pundak wanita itu.Jantung Maya berdebar kencang merasakan hembusan napas panas Bianco di lehernya, susah payah ia menutup pintu kemudian memapah Bianco menuju kamar tamu yang tidak jauh dari sana.Perlahan Maya membaringkan Bianco di atas ranjang, membuka jaket tebalnya yang kemudi
Gita berdiri di depan ranjang Arkana, berlama-lama menatap pria yang biasanya terlihat gagah dan penuh kharisma tapi saat ini tergolek lemah di atas ranjang dengan bantuan mesin penunjang kehidupan di kanan dan kirinya.Berkali-kali Gita mengembuskan napas berat, bingung bagaimana harus bertindak pasalnya sore ini akan diadakan rapat dengan AG Group pusat di mana Arkana harus memberikan laporan pertanggung jawaban sebuah proyek besarnya.Arkana sudah menyelesaikan laporan tersebut tapi pria itu tidak akan bisa mempresentasikannya di depan pimpinan tertinggi AG Group.Info yang Gita terima dari Darius dan Raditya tadi belum berhasil Gita cerna dengan baik meskipun ia pernah mengalami baku tembak dengan Arkana dan yang lainnya tapi Gita tidak bisa membayangkan bosnya pergi ke Jepang melawan banyak orang sendirian.Sedangkan Gita mengetahui kemampuan para tentara yang menyerangnya beberapa bulan lalu.Apakah bosnya itu sudah hilang akal karena terlalu stress memimpin dua perusahaan seka
Maya mengangkat dagunya sedikit saat menyadari sosok seorang pria masuk ke ruang makan.“Selamat pagi, Tuan ...,” sapa Maya yang sedang menata menu sarapan pagi di atas meja.Bianco tampak terlihat segar setelah membersihkan tubuhnya pagi ini.Sengaja Maya meminjam pakaian mendiang suaminya karena pakaian Bianco basah oleh keringat setelah mengkonsumsi obat penurun demam.Dan kemeja itu sangat pas membalut tubuh Bianco membuat Maya teringat suaminya.“Apa anda sudah baikan?” tanyanya kemudian disertai senyum manis menutupi kegetiran yang menyelinap ke dalam hati.Bianco merasa dirinya seperti memiliki seorang istri. Mungkin ini yang dimaksud Zachery-papih dari King yang mengatakan bila hidup berumah tangga itu menyenangkan.Bagaimana tidak menyenangkan, Bianco di sapa oleh sebuah senyum semanis madu dan sehangat mentari yang bersinar pagi ini.“Pagi,” sahut Bianco yang tidak kalah manis senyumnya.“Aku sudah lebih baik, terimakasih sudah bertanya,” sambung pria itu berdiri di depan me
Neil merasakan langkah kaki seseorang mengikutinya dari belakang dan itu pasti Bianco.Entah apa maksud pria itu tapi yang pasti aura kelam Bianco sangat pekat membuat Neil waspasda.Detik berikutnya pundak Neil ditarik kasar membuat pria itu berbalik kemudian dengan kecepatan tangan mengambil pistol yang ia sembunyikan di pinggang dan mengarahkannya pada pria yang berdiri di hadapannya.Bianco juga ternyata sedang mengarahkan moncong pistol pada Neil.“Apa mau anda, Tuan Bianco?” Neil bertanya dengan raut serius.“Kenapa anda tidak memberitau yang sebenarnya pada Zara?” Bianco bertanya to the point.“Anda tidak perlu ikut campur, Tuan ... ini masalah tuan muda kami.” Bianco tertawa pelan. “Bila saya tidak ikut campur ... tuan muda anda sudah mati di negara orang.” Neil bungkam, ia memang telah mendapat informasi tersebut dan seharusnya berterimakasih tapi dalam dunia hitam tidak ada yang gratis, Bianco pasti menginginkan sesuatu.Setidaknya itu yang sedang Neil pikirkan sekarang, t
Mobil yang membawa Zara tiba di depan rumah Monica dan Edward.Security malah menghampiri mobil padahal driver sudah mengatakan bila yang datang adalah nyonya muda Gunadhya.“Selamat siang, mohon ma—“ Bugh!Zara membuka pintu mobil sekuat tenaga, sengaja ia lakukan untuk menghantam tubuh security rumah itu bermaksud melumpuhkannya.Sang security mundur beberapa langkah menjauh dari pintu mobil sambil memegang dadanya, mengaduh kesakitan.Zara sudah kehilangan akal sehatnya, ia menduga security hendak mengusirnya tapi ia tidak akan pulang begitu saja dengan tangan kosong.Detik ini juga ia harus bertemu Arkana, apapun yang terjadi meski ia harus merobohkan dinding rumah kakek dan nenek dari suaminya.Hanya Tuhan yang boleh memisahkan mereka, tidak security, tidak Darius, Edward dan Monica atau bahkan suaminya sendiri.Bila Arkana melakukan segala cara untuk bisa menemukan Zara maka sekarang Zara pun akan melakukan segala untuk bertemu suaminya.Zara segera turun dari mobil dan berlari
“Sa ... yaang.” Terdengar suara serak dan berat seperti menahan sakit.Zara yang sedang memeluk Arkana sambil menangis dan membenamkan wajah di ceruk leher suaminya itu segera menegakan tubuh.Matanya membulat menatap Arkana yang sedang memejamkan mata erat dengan kening berkerut.Pria itu sadar. Apakah mungkin?Mesin-mesin yang berada di sisi kiri dan kanan tempat tidur berbunyi nyaring dengan tempo cepat membuat Zara panik.“Kak ... Kak Ar,” panggil Zara mengguncang tubuh suaminya kemudian tangan Zara menangkup pipi Arkana dan menggerakan kepalanya pelan bermaksud memberitau kehadirannya.“Kak ... sayang, ini aku ...,” panggil Zara lagi.Di luar sana terdengar suara derap langkah banyak orang berlarian menuju ruangan Arkana.Ternyata kinerja mesin-mesin itu tersambung ke ponsel Edward yang sedang berkumpul bersama yang lain di ruang keluarga.Dan pada saat mesin-mesin tersebut berbunyi atas reaksi tubuh Arkana, maka ponsel Edward menunjukan apa yang sedang terjadi.Darius yang pert
Mata Arkana perlahan terbuka, rasa sakit di sekujur tubuhnya segera saja mendera.Ia meringis dengan mata terpejam kembali ditambah kering tenggorokannya membuat Arkana sulit berucap.Arkana berusaha membuka matanya lebar dan ketika bibirnya hendak tersenyum saat pandangannya bertemu dengan Zara tiba-tiba saja rasa perih di pipi menambah penderitaannya.Plak!Zara menampar Arkana kuat-kuat. Alih-alih marah, pria itu malah terkekeh kemudian meringis merasakan sakit di pinggangnya yang masih terluka akibat getaran tawa ringannya tadi.Ia menerima tamparan istrinya dengan suka cita, terlalu bahagia karena bisa bertemu Zara lagi.“Hiks ... hiks ....” Zara terisak.Napas Arkana terdengar berat, dengan sisa kekuatan yang ada ia menarik tangan Zara agar dapat memeluk sang istri.Zara menangis di dada Arkana kemudian memeluk suaminya erat.Setelah kemarin Arkana dinyatakan selamat, Zara langsung pulang ke rumahnya untuk bersiap pergi kuliah.Hari itu ia sudah melewatkan dua mata kuliah dan ti
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S