Gita berdiri di depan ranjang Arkana, berlama-lama menatap pria yang biasanya terlihat gagah dan penuh kharisma tapi saat ini tergolek lemah di atas ranjang dengan bantuan mesin penunjang kehidupan di kanan dan kirinya.Berkali-kali Gita mengembuskan napas berat, bingung bagaimana harus bertindak pasalnya sore ini akan diadakan rapat dengan AG Group pusat di mana Arkana harus memberikan laporan pertanggung jawaban sebuah proyek besarnya.Arkana sudah menyelesaikan laporan tersebut tapi pria itu tidak akan bisa mempresentasikannya di depan pimpinan tertinggi AG Group.Info yang Gita terima dari Darius dan Raditya tadi belum berhasil Gita cerna dengan baik meskipun ia pernah mengalami baku tembak dengan Arkana dan yang lainnya tapi Gita tidak bisa membayangkan bosnya pergi ke Jepang melawan banyak orang sendirian.Sedangkan Gita mengetahui kemampuan para tentara yang menyerangnya beberapa bulan lalu.Apakah bosnya itu sudah hilang akal karena terlalu stress memimpin dua perusahaan seka
Maya mengangkat dagunya sedikit saat menyadari sosok seorang pria masuk ke ruang makan.“Selamat pagi, Tuan ...,” sapa Maya yang sedang menata menu sarapan pagi di atas meja.Bianco tampak terlihat segar setelah membersihkan tubuhnya pagi ini.Sengaja Maya meminjam pakaian mendiang suaminya karena pakaian Bianco basah oleh keringat setelah mengkonsumsi obat penurun demam.Dan kemeja itu sangat pas membalut tubuh Bianco membuat Maya teringat suaminya.“Apa anda sudah baikan?” tanyanya kemudian disertai senyum manis menutupi kegetiran yang menyelinap ke dalam hati.Bianco merasa dirinya seperti memiliki seorang istri. Mungkin ini yang dimaksud Zachery-papih dari King yang mengatakan bila hidup berumah tangga itu menyenangkan.Bagaimana tidak menyenangkan, Bianco di sapa oleh sebuah senyum semanis madu dan sehangat mentari yang bersinar pagi ini.“Pagi,” sahut Bianco yang tidak kalah manis senyumnya.“Aku sudah lebih baik, terimakasih sudah bertanya,” sambung pria itu berdiri di depan me
Neil merasakan langkah kaki seseorang mengikutinya dari belakang dan itu pasti Bianco.Entah apa maksud pria itu tapi yang pasti aura kelam Bianco sangat pekat membuat Neil waspasda.Detik berikutnya pundak Neil ditarik kasar membuat pria itu berbalik kemudian dengan kecepatan tangan mengambil pistol yang ia sembunyikan di pinggang dan mengarahkannya pada pria yang berdiri di hadapannya.Bianco juga ternyata sedang mengarahkan moncong pistol pada Neil.“Apa mau anda, Tuan Bianco?” Neil bertanya dengan raut serius.“Kenapa anda tidak memberitau yang sebenarnya pada Zara?” Bianco bertanya to the point.“Anda tidak perlu ikut campur, Tuan ... ini masalah tuan muda kami.” Bianco tertawa pelan. “Bila saya tidak ikut campur ... tuan muda anda sudah mati di negara orang.” Neil bungkam, ia memang telah mendapat informasi tersebut dan seharusnya berterimakasih tapi dalam dunia hitam tidak ada yang gratis, Bianco pasti menginginkan sesuatu.Setidaknya itu yang sedang Neil pikirkan sekarang, t
Mobil yang membawa Zara tiba di depan rumah Monica dan Edward.Security malah menghampiri mobil padahal driver sudah mengatakan bila yang datang adalah nyonya muda Gunadhya.“Selamat siang, mohon ma—“ Bugh!Zara membuka pintu mobil sekuat tenaga, sengaja ia lakukan untuk menghantam tubuh security rumah itu bermaksud melumpuhkannya.Sang security mundur beberapa langkah menjauh dari pintu mobil sambil memegang dadanya, mengaduh kesakitan.Zara sudah kehilangan akal sehatnya, ia menduga security hendak mengusirnya tapi ia tidak akan pulang begitu saja dengan tangan kosong.Detik ini juga ia harus bertemu Arkana, apapun yang terjadi meski ia harus merobohkan dinding rumah kakek dan nenek dari suaminya.Hanya Tuhan yang boleh memisahkan mereka, tidak security, tidak Darius, Edward dan Monica atau bahkan suaminya sendiri.Bila Arkana melakukan segala cara untuk bisa menemukan Zara maka sekarang Zara pun akan melakukan segala untuk bertemu suaminya.Zara segera turun dari mobil dan berlari
“Sa ... yaang.” Terdengar suara serak dan berat seperti menahan sakit.Zara yang sedang memeluk Arkana sambil menangis dan membenamkan wajah di ceruk leher suaminya itu segera menegakan tubuh.Matanya membulat menatap Arkana yang sedang memejamkan mata erat dengan kening berkerut.Pria itu sadar. Apakah mungkin?Mesin-mesin yang berada di sisi kiri dan kanan tempat tidur berbunyi nyaring dengan tempo cepat membuat Zara panik.“Kak ... Kak Ar,” panggil Zara mengguncang tubuh suaminya kemudian tangan Zara menangkup pipi Arkana dan menggerakan kepalanya pelan bermaksud memberitau kehadirannya.“Kak ... sayang, ini aku ...,” panggil Zara lagi.Di luar sana terdengar suara derap langkah banyak orang berlarian menuju ruangan Arkana.Ternyata kinerja mesin-mesin itu tersambung ke ponsel Edward yang sedang berkumpul bersama yang lain di ruang keluarga.Dan pada saat mesin-mesin tersebut berbunyi atas reaksi tubuh Arkana, maka ponsel Edward menunjukan apa yang sedang terjadi.Darius yang pert
Mata Arkana perlahan terbuka, rasa sakit di sekujur tubuhnya segera saja mendera.Ia meringis dengan mata terpejam kembali ditambah kering tenggorokannya membuat Arkana sulit berucap.Arkana berusaha membuka matanya lebar dan ketika bibirnya hendak tersenyum saat pandangannya bertemu dengan Zara tiba-tiba saja rasa perih di pipi menambah penderitaannya.Plak!Zara menampar Arkana kuat-kuat. Alih-alih marah, pria itu malah terkekeh kemudian meringis merasakan sakit di pinggangnya yang masih terluka akibat getaran tawa ringannya tadi.Ia menerima tamparan istrinya dengan suka cita, terlalu bahagia karena bisa bertemu Zara lagi.“Hiks ... hiks ....” Zara terisak.Napas Arkana terdengar berat, dengan sisa kekuatan yang ada ia menarik tangan Zara agar dapat memeluk sang istri.Zara menangis di dada Arkana kemudian memeluk suaminya erat.Setelah kemarin Arkana dinyatakan selamat, Zara langsung pulang ke rumahnya untuk bersiap pergi kuliah.Hari itu ia sudah melewatkan dua mata kuliah dan ti
“Gue pikir lo bakal lewat, Kana!” Darius menghempaskan tubuhnya di kursi yang ada di kamar di mana Arkana terbaring lemah di atas ranjang.Yang bersangkutan hanya tersenyum tipis menanggapi.“Kemarin tuan Kallandra ke kantor, beliau negur Gita dan kayanya marah besar,” timpal Raditya. Pria itu berdiri di sisi ranjang Arka seraya melipat tangan di dada.“Nanti gue kasih dia bonus yang besar,” kata Arkana berjanji.Ia tau Gita pasti sibuk menghandle semua kerjaannya di kantor.“Untung bukan kepala lo yang kena tembak, hah ... udah lah gue enggak mau ngebayanginnya, gue denger dari Roger aja udah berasa nonton film action Jhon Wick.” “Cemen lo,” ledek Raditya kepada Darius.“Sorry ya, bukan cemen ... gue sih mending minta bantuan si uncle.” Darius berkilah.“Uncle siapa?” Raditya dan Arkana kompak bertanya.“Uncle Bianco, calon ayah mertua tiri lo ... kemarin dia datang sama bunda Maya dan Zara ... kata Roger, dia nolongin lo di Jepang dan bawa lo ke sini ... kayanya sih dia juga yang k
“Zaraaa!! Kamu makan dulu!” teriak Monica saat melihat Zara berlari menuju kamar Arkana.Cucu menantunya itu baru pulang kuliah, mereka memang menginap di sini dan bila boleh jujur—Monica sangat senang dengan kehadiran mereka.Tadi pagi ketika sarapan, Zara bertanya banyak hal tentang ilmu kedokteran kepada Edward yang tidak Monica mengerti.Monica bisa melihat raut bahagia di wajah suaminya, Edward begitu antusias mengajarkan banyak hal kepada Zara dan menceritakan tindakan apa yang telah ia lakukan untuk menyelamatkan Arkana.“Zara udah makan, Grandma ... makasiiiih.” Zara membalas sambil berteriak, ia tidak sabar ingin segera bertemu Arkana.Setelah Arkana melewati masa koma dan kritis yang hampir menghilangkan nyawanya, rasa cinta Zara kepada Arkana memang jadi berlipat ganda.Zara menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar Arkana, memutar knop pintu pelan khawatir mengganggu suaminya yang mungkin saja sedang tidur.Zara tersenyum lebar saat melihat senyum suaminya menyapa