“Dia di meja kita dan dia mabuk berat, udah banyak botol minuman yang dia pecahin, dia juga ngerusak beberapa meja, berantem sama anak konglomerat lain, dia berantakan banget ... lo urus tuh adek lo.” Darius pergi setelah memberitau kondisi Kaivan kepada Arkana, ia harus membereskan kekacauan yang disebabkan oleh adik sahabatnya itu.Arkana mengembuskan napas panjang, ia lantas naik ke lantai dua menuju meja VIP yang dulu merupakan tempat berkumpul dirinya bersama para sahabat.Semenjak menikah apalagi setelah Zara dinyatakan hamil, Arkana jarang sekali menginjakan tempat ini kecuali untuk mengecek laporan dan melihat sekilas kondisi night club.Sesampainya di lantai dua, ia melihat Kaivan yang memang sedang mabuk berat.Belum pernah Arkana mendapati Kaivan seberantakan ini, adiknya itu jarang pergi ke night club.Kaivan bukan termasuk anak konglomerat yang suka party, ia memiliki hobby sendiri dan memiliki circle yang jauh dari dunia gemerlap tidak seperti dirinya.Arkna menjatuhkan
“Yakin mau ke kampus, Yang?” Arkana mengecup bibir Zara sekilas setelah bertanya demikian.“Banyak yang harus aku urusin, Kak ... sebentar lagi aku lulus.” Zara yang duduk di pangkuan suaminya pun menjawab.“Bentar lagi jadi dokter?” Pria itu memperjelas.Zara terkekeh. “Belum lah ... masih panjang, Kak ... makanya aku enggak boleh banyak bolos ya ... aku pergi.” Zara mengecup kening suaminya cukup lama, kedua tangannya ia simpan di pipi Arkana bermaksud mendongakan wajah tampan sang suami agar mudah mengecup bibir mesumm tapi pandai membuatnya melayang itu.“Jangan kecapean ya, nanti pak Doddy standby di kampus.” Arkana berpesan dengan tangannya yang mengusap lembut perut Zara dengan gerakan memutar.“Enggak usah, Kak ... kasian pak Doddy ... aku seharian kok di kampus, jadwalku padat.”Zara beranjak dari pangkuan suaminya, meraih tas yang tadi ia simpan di atas meja makan.Mereka berdua baru selesai melakukan sarapan pagi tapi ketika Zara hendak pamit—Arkana malah menariknya ke a
Doddy mulai khawatir saat sang nyonya tidak kunjung keluar dari gedung kampus.Instingnya mulai bekerja, ia turun dari mobil menderapkan langkah masuk ke dalam gedung kampus berniat menyusul Zara.“Maaf, ada keperluan apa Pak?” tanya security kampus saat berpapasan dengannya di loby. “Saya mau mencari Nyonya saya, dia lagi ke toilet,” kata Doddy dengan mengarahkan telunjuk pada toilet, tampangnya terlihat garang.“Tapi toilet ini sudah dikunci, mungkin di toilet belakang.” Sang security memberitau, melihat tampang sangar Doddy tentu ia tidak ingin mencari masalah dengannya.“Mari saya antar,” ucap security tersebut kemudian.Keduanya berjalan beriringan menuju toilet belakang gedung dan sesampainya di sana mereka menemukan toilet dalam keadaan kosong.“Apa Bapak yakin orang yang Bapak cari masih di dalam gedung ini?” Security kampus menjadi curiga dan mulai berpikir bila Doddy bukan orang baik.Doddy tidak menanggapi, ia mengeluarkan ponselnya lantas menghubungi nomor Zara.Detik ber
Wajah Arkana seketika pucat pasi melihat layar ponsel di tangannya.Baru saja Arkana selesai meeting dengan para direktur di bawah kepemimpinannya dan saat memeriksa ponsel, terdapat satu pesan dari Doddy berisi video rekaman CCTV dan ucapan permintaan maaf pria itu karena tidak mampu melindungi Zara beserta alasannya. Dengan matanya sendiri ia melihat bagaimana Zara mempertahankan diri dari penculikan yang dilakukan dua orang pria bertubuh kekar.Rahangnya mengetat dengan tangan menggenggam ponsel erat nyaris menghancurkan alat komunikasi canggih tersebut.Ia lantas menderapkan langkah keluar dari ruangannya.“Pak Ar—“ “Saya pulang duluan!” ucapnya tegas saat melewati Rian-sekertaris baru pengganti Gita.Di depan loby ternyata Doddy sudah menunggu dengan mobil Zara yang terdapat banyak baret, sepertinya Doddy menggunakan jalan tikus atau gang agar bisa segera sampai di sini.“Tuan muda maaf say—“ “Ke Markas sekarang!” titahnya dengan nada dingin.Arkana tidak ingin mendengar permi
“Gimana keadaan Zara?” Raditya bertanya dengan napas terengah.Ia baru saja tiba di rumah saki setelah tadi sempat pulang dulu ke rumah untuk mengecek kondisi istrinya.Semua menggelengkan kepala dengan tatapan tertuju pada pintu ganda ruang operasi.“Gue barusan dapet kabar kalau yang sedang di rawat di rumah sakit karena typus itu bukan Jhon tapi orang lain yang diganti namanya untuk membuat alibi Jhon, sekarang Jhon sedang bersembunyi di rumahnya.” Raditya memberi tau info yang telah ia dapatkan membuat Arkana seketika beranjak dari kursinya.“Zara lebih penting, Kana ... kamu harus di sini untuk menemani Zara ... Jhon bisa kamu urus nanti,” sergah Edward menahan tangan Arkana.Mata Arkana beralih pada Monica yang mengangguk dengan jejak basah di matanya.Hati Monica hancur mendapati keadaan Zara, ia telah mendapat informasi mengenai apa yang di alami Zara beserta video bagaimana Zara berusaha lari dari penculik.Ia tidak habis pikir kenapa kisah cinta Arkana begitu tragis tidak s
Arkana dan kawan-kawannya harus berjalan cukup jauh untuk mengelabui para penjaga yang disewa Jhon.Judith tidak ikut turun dari mobil, ia bersama Doddy mencari tempat lain untuk mem-backup Arkana dan kawan-kawan dengan senjata runduk dari jarak beberapa meter.Mereka cukup mudah mendobrak pertahanan para penjaga sewaan Jhon di bagian depan.Kemudian satu persatu mulai masuk ke halaman rumah tanpa suara agar tidak menarik perhatian Jhon yang bisa membuatnya memiliki waktu untuk kabur.Arkana dan kawan-kawan menggunakan tangan kosong untuk melumpuhkan musuh dan sebisa mungkin tidak bersuara.Lusinan orang menjaga rumah Jhon, sebenarnya pria itu bodoh atau apa?Kenapa tidak lari ke Luar Negri untuk bersembunyi?Apa Jhon tidak tau siapa yang sedang dihadapinya?Arkana dan kawan-kawannya mengelilingi rumah tersebut dari segala penjuru.Tidak terbesit sedikitpun rasa takut atau khawatir dalam hati Arkana karena telah mengetahui kemampuan kawan-kawannya dengan sangat baik.Hingga salah satu
Kallandra terkejut saat pemilik yayasan di mana kampus Zara bernaung mengucapkan permintaan maafnya pagi ini karena peristiwa penculikan Zara kemarin sore.Beliau menanyakan bagaimana kondisi Zara saat ini yang tentu saja tidak bisa Kallandra jelaskan karena ia pun baru mengetahui penculikan Zara dari sahabatnya tersebut.“Kenapa Pa?” Rena-sang istri bertanya sambil menuang menu sarapan pagi sehat ke piring suaminya.Melihat sang suami tampak pucat pasi setelah menerima panggilan telepon membuat Rena khawatir.“Papa harus telepon Kana dulu, Ma ... sebentar.” Kallandra beranjak berdiri meninggalkan istrinya di meja makan.Namun sayang, berkali-kali Kallandra menghubungi Arkana tak satu pun panggilannya mendapat jawaban.“Pa ... Mama mau ke kantor Kana sekarang,” pamit Kallandra pada istrinya.“Paaa, sarapan dulu ... ada apa sih sebenarnya?” sergah Rena menahan kedua tangan suaminya.“Nanti Papa kabarin kalau semuanya udah jelas, Mama jangan jauh dari hape ya.” Rena mengembuskan napas,
Ruangan itu sangat sepi, hanya ada Zara yang terbaring di atas ranjang hidrolik.Arkana menguatkan mental dan hatinya untuk menjelaskan kepada Zara tentang pilihannya, tentang dirinya yang tidak bisa memenuhi permintaan Zara yang diungkapkan ketika mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.Arkana duduk di sisi ranjang, menyerongkan tubuhnya menghadap Zara.“Sayang,” bisik Arkana memanggil istrinya sambil menggenggam tangan yang tidak tertancap selang infus kemudian ia kecup bagian telapaknya.Seketika mata yang sembab dengan air mata itu mengerjap.Arkana diberitau Edward jika tadi Zara histeris ketika tersadar ternyata anaknya telah tiada.Dokter sampai harus menyuntikan obat penenang agar Zara berhenti menangis dan meronta.Zara membuka matanya, ia kembali menangis saat melihat Arkana tapi alih-alih memeluk suaminya—Zara malah memukul Arkana dan menamparnya.“Aku bilang pilih anak kita, apa susahnya memilih dia ... aku tau Kak Ar menginginkan anak, aku rela mati agar anak kita bisa hi
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S