Weekend ini Arkana membawa Zara ke Bandung atas undangan Angga, sudah berbulan-bulan lamanya mereka tidak berjumpa.Usia kandungan Zara pun sudah menginjak dua puluh empat minggu, morning sick berkurang dan Zara bisa pergi ke kampus tiap hari tetapi tetap harus dijaga makanan yang dikonsumsi dan Zara tidak boleh kelelahan.Karena setiap kali Zara kelelahan maka ia akan mengalami flek dan bila terus-terusan terjadi akan berakhir dengan pendarahan seperti yang sudah- sudah.“Mau digendong?” Arkana menawarkan diri setelah membuka pintu mobil untuk Zara.Mereka sudah sampai di halaman depan rumah Bunga di Bandung.“Enggak usah, aku bisa.” Arkana mundur untuk memberi ruang lalu mengulurkan tangan guna membantu Zara turun.Perutnya yang telah membesar membuat Zara kesulitan bergerak.Pipi Zara yang bulat membuat Arkana gemas, karena seiring bertambah umur kehamilannya maka bertambah juga berat badannya.Satu tangan Zara merangkul lengan Arkana dan satu tangannya yang lain ia simpan di bawa
“Dia di meja kita dan dia mabuk berat, udah banyak botol minuman yang dia pecahin, dia juga ngerusak beberapa meja, berantem sama anak konglomerat lain, dia berantakan banget ... lo urus tuh adek lo.” Darius pergi setelah memberitau kondisi Kaivan kepada Arkana, ia harus membereskan kekacauan yang disebabkan oleh adik sahabatnya itu.Arkana mengembuskan napas panjang, ia lantas naik ke lantai dua menuju meja VIP yang dulu merupakan tempat berkumpul dirinya bersama para sahabat.Semenjak menikah apalagi setelah Zara dinyatakan hamil, Arkana jarang sekali menginjakan tempat ini kecuali untuk mengecek laporan dan melihat sekilas kondisi night club.Sesampainya di lantai dua, ia melihat Kaivan yang memang sedang mabuk berat.Belum pernah Arkana mendapati Kaivan seberantakan ini, adiknya itu jarang pergi ke night club.Kaivan bukan termasuk anak konglomerat yang suka party, ia memiliki hobby sendiri dan memiliki circle yang jauh dari dunia gemerlap tidak seperti dirinya.Arkna menjatuhkan
“Yakin mau ke kampus, Yang?” Arkana mengecup bibir Zara sekilas setelah bertanya demikian.“Banyak yang harus aku urusin, Kak ... sebentar lagi aku lulus.” Zara yang duduk di pangkuan suaminya pun menjawab.“Bentar lagi jadi dokter?” Pria itu memperjelas.Zara terkekeh. “Belum lah ... masih panjang, Kak ... makanya aku enggak boleh banyak bolos ya ... aku pergi.” Zara mengecup kening suaminya cukup lama, kedua tangannya ia simpan di pipi Arkana bermaksud mendongakan wajah tampan sang suami agar mudah mengecup bibir mesumm tapi pandai membuatnya melayang itu.“Jangan kecapean ya, nanti pak Doddy standby di kampus.” Arkana berpesan dengan tangannya yang mengusap lembut perut Zara dengan gerakan memutar.“Enggak usah, Kak ... kasian pak Doddy ... aku seharian kok di kampus, jadwalku padat.”Zara beranjak dari pangkuan suaminya, meraih tas yang tadi ia simpan di atas meja makan.Mereka berdua baru selesai melakukan sarapan pagi tapi ketika Zara hendak pamit—Arkana malah menariknya ke a
Doddy mulai khawatir saat sang nyonya tidak kunjung keluar dari gedung kampus.Instingnya mulai bekerja, ia turun dari mobil menderapkan langkah masuk ke dalam gedung kampus berniat menyusul Zara.“Maaf, ada keperluan apa Pak?” tanya security kampus saat berpapasan dengannya di loby. “Saya mau mencari Nyonya saya, dia lagi ke toilet,” kata Doddy dengan mengarahkan telunjuk pada toilet, tampangnya terlihat garang.“Tapi toilet ini sudah dikunci, mungkin di toilet belakang.” Sang security memberitau, melihat tampang sangar Doddy tentu ia tidak ingin mencari masalah dengannya.“Mari saya antar,” ucap security tersebut kemudian.Keduanya berjalan beriringan menuju toilet belakang gedung dan sesampainya di sana mereka menemukan toilet dalam keadaan kosong.“Apa Bapak yakin orang yang Bapak cari masih di dalam gedung ini?” Security kampus menjadi curiga dan mulai berpikir bila Doddy bukan orang baik.Doddy tidak menanggapi, ia mengeluarkan ponselnya lantas menghubungi nomor Zara.Detik ber
Wajah Arkana seketika pucat pasi melihat layar ponsel di tangannya.Baru saja Arkana selesai meeting dengan para direktur di bawah kepemimpinannya dan saat memeriksa ponsel, terdapat satu pesan dari Doddy berisi video rekaman CCTV dan ucapan permintaan maaf pria itu karena tidak mampu melindungi Zara beserta alasannya. Dengan matanya sendiri ia melihat bagaimana Zara mempertahankan diri dari penculikan yang dilakukan dua orang pria bertubuh kekar.Rahangnya mengetat dengan tangan menggenggam ponsel erat nyaris menghancurkan alat komunikasi canggih tersebut.Ia lantas menderapkan langkah keluar dari ruangannya.“Pak Ar—“ “Saya pulang duluan!” ucapnya tegas saat melewati Rian-sekertaris baru pengganti Gita.Di depan loby ternyata Doddy sudah menunggu dengan mobil Zara yang terdapat banyak baret, sepertinya Doddy menggunakan jalan tikus atau gang agar bisa segera sampai di sini.“Tuan muda maaf say—“ “Ke Markas sekarang!” titahnya dengan nada dingin.Arkana tidak ingin mendengar permi
“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu. “Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.” “Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe. Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang. Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau. Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali. “Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya. Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager. Keduanya pun duduk dan memulai int
“Zara!! Ambil kunci mobil gue, buka pintunya!” titah Arkana yang panik sambil menggendong sang Kakak ipar keluar dari cafe.Beberapa pelayan dan pengunjung juga dibuat terkejut oleh teriakan Arsha yang mengatakan akan segera melahirkan.Buru-buru Zara menarik kunci mobil di saku celana Arkana kemudian mengarahkannya kepada setiap mobil yang terparkir di sana. “Kasih tau Angga!” Arkana berkata kepada pelayan yang panik sedang berusaha membantu mereka. Pria pelayan itu pun masuk kembali ke dalam mencari ponselnya untuk melakukan perintah Arkana.Lampu dari sebuah mobil keluaran Eropa dengan harga fantastis, berkedip beberapa kali memberitau Zara jika mobil tersebut adalah milik Arkana.Zara membuka pintu kabin bagian belakang agar Arkana mudah membawa Arsha ke dalamnya.“Duh ... sakit,” ringis Arsha dengan mata terpejam.“Sabar, Ca ... gue bawa lo ke rumah sakit sekarang,” ujar Arkana, tangannya mengusap kepala Arsha yang dibalas anggukan oleh sang Kakak ipar.“Zara, lo temenin Caca d
Arkana mengusap wajah lalu menyugar rambutnya ke belakang sambil menjatuhkan bokongnya di kursi ruang tunggu.Seperti mimpi, akhirnya ia bertemu kembali dengan gadis yang selama ini ia cari tanpa henti.Gadis itu kini duduk di sampingnya, tapi hubungan mereka tidak pernah baik jadi pasti Zara juga enggan menceritakan kisah hidupnya terlebih tadi ia mencecarnya dengan kasar.Arkana mengembuskan napas pelan. “Sorry ... gue cuma pengen tau kenapa lo ngilang, ” katanya kemudian dengan nada lebih lembut.Arkana ingat bagaimana dirinya selalu menjaili Zara semasa SMA, tiada hari tanpa membuat kesal gadis itu.Bagi Arkana, wajah memberengut kesal Zara sangat cantik dan sedap dipandang mata selain lucu karena bibirnya selalu mengerucut.Sampai akhirnya Arkana menuliskan nama Zara di hatinya, ia jatuh cinta kepada gadis itu karena sebuah kutukan.Semuanya dimulai ketika hari senin pagi, hari yang sangat Arkana benci karena harus kembali ke sekolah setelah menghabiskan masa liburan kenaikan kel