“Yang ... kamu enggak kuliah?” Arkana membelai pipi istrinya lembut.Menghentikan kegiatannya mengancingkan kemeja untuk mengecup kening Zara sebentar.Kening sang istri tidak panas berarti Zara tidak sedang demam tapi tumben pagi ini Zaraterlihat malas-malasan.Biasanya Zara bangun pagi, tidak selalu membuatkannya sarapan pagi tapi membantunya memakai pakaian atau mereka mandi bersama untuk menghemat waktu jika Zara kuliah pagi kemudian walk in closet akan menjadi tempat untuk berbagi cerita.Tidak seperti pagi ini, Arkana lah yang mematikan alarm pada ponsel Zara.“Yaaang,” panggil Arkana lagi karena Zara tidak bergerak.“Kamu sakit, Yang? Yuk ke dokter yuk!” ajak Arkana kemudian.Zara mengembuskan napas pelan, perlahan membuka matanya lantas tersenyum lemah.“Aku lemes Kak, lima menit lagi ya.” Zara menyahut dengan suara serak.“Lemes kenapa? Tadi malem ‘kan kita enggak ML, Yang!” Arkana setengah mengeluh.Senyum Zara kian lebar tapi matanya tertutup. “Kak Ar yang gendong aku dari
“Pak Andri, boleh saya minta tolong?” Gita yang baru saja menghampirinya tampak gelisah.“Ada apa?” tanya Andri kemudian.“Istrinya Pak Arkana dilarikan ke rumah sakit ... gimana ya, Pak ... rapatnya masih lama enggak ya kira-kira?” Andri adalah sekertaris dari Pak Ghani yang merupakan klien perusahaan AG Group yang dipimpin oleh Arkana.Pria itu seketika menengok ke arah pintu ruangan Pak Ghani yang sedikit terbuka untuk mencari tau keadaan di dalam.“Kayanya sih udah selesai, mereka lagi ketawa-ketawa ... biar saya yang menyela mereka nanti kamu langsung sampaikan berita itu kepada Pak Arkana,” Andri memberi ide.Gita mengangguk patuh lantas keduanya memasuki ruangan Pak Ghani.“Maaf mengganggu, Pak ... ada yang mau disampaikan sama Bu Gita,” ujar pria itu setelah mengetuk pintu.“Ada apa?” Pak Ghani bertanya dan Arkana menoleh ke belakang.“Bu Zara dilarikan ke rumah sakit, Pak.” Gita langsung bicara agar Pak Ghani pun mendengar dan bisa mengijinkan Arkana pergi sekarang juga.Pri
“Sayang,” panggil Arkana pelan. Menjadi egois membangunkan Zara yang sedang terlelap tidak sabar ingin berbagi kebahagiaan.Sampai detik ini Arkana masih belum percaya jika Zara tengah mengandung.Tapi para kakek dan neneknya tidak mungkin berbohong, kan?Raut wajah Neil pun tampak bahagia, saking bahagianya pria itu belum sempat memberikan selamat.Diusapnya pelan perut Zara dari luar baju dan sang istri masih enggan meninggalkan alam mimpi.Arkana mengembuskan napas pelan. “Kenapa kamu jadi seneng tidur gini sih, Yaaaang.” Arkana melesakan wajah di dada Zara, sengaja membuka kancing piyama istrinya agar bisa mengakses gundukan sintal di dalam sana sebelum si jabang bayi lahir dan menguasainya selama dua tahun.“Emmmh.” Zara melenguh tatkala Arkana mengulum puncak di dadanya.Membuka mata dan terkejut mendapati Arkana sedang tekun mengisap dadanya.“Kaaaak,” rengek Zara agar Arkana berhenti mencummbu.“Ya sayaaang,” balas Arkana melepaskan apa yang ada di dalam mulutnya kemudian ber
Keesokan harinya Zara dan Arkana dihujani banyak ucapan selamat.Kamar Zara penuh dengan sanak saudara yang bergantian menengoknya.Pagi sekali Arshavina dan Kama sudah datang bersama ketiga anaknya dan para Nanny.Mereka ingin menjadi yang pertama mengucapkan selamat terutama Arshavina yang ikut merasakan bahagia dengan kabar kehamilan Zara.Sahabat Zara itu mengatakan bila penantian panjangnya berakhir juga.Ternyata bukan hanya Zara dan Arkana tapi Arshavina dan banyak anggota keluarga lainnya juga menantikan anak dari Arkana dan Zara.Keluarga yang berada di belahan bumi lainnya pun tidak ketinggalan ingin memberikan selamat melalui video call.“Congratulation, Bro!” ujar King-kakak ipar Arkana.“Thanks.” Arkana menjawab singkat.“Akhirnya Kana mau punya baby juga, selamat ya Zara ... welcome to the club,” timpal Kalila-sang kakak, ternyata kakak ipar Zara yang jarang tersenyum itu bisa berkelakar juga.“Makasih Kak.” Zara menjawab singkat karena canggung.Zara jarang berkomunikas
“De, jangan nakal ... kasian Mommy,” bisik Arkana pada janin yang berada dalam perut Zara.Memberikan kecupan sebanyak tiga kali, Arkana lantas menegakan tubuhnya.Keduanya berada di atas ranjang mereka setelah tadi Arkana menembus kemacetan menggunakan motor sport karena Neil mengabarkan Zara tidak berhenti mengalami morning sick.Seketika itu juga Arkana pulang untuk mengecek kondisi istrinya.“Masih sakit, Yang?” tanyanya kemudian.Zara mengangguk dengan mata terpejam erat. “Kepala aku pusing banget, Kak.” Zara juga mengeluh.Arkana mengulurkan tangan untuk memijat kepala istrinya dengan lembut.Kehamilan Zara yang pertama ini sungguh merepotkan dan berdampak pada semua hal dalam hidup mereka berdua.Zara harus bedrest dan tidak bisa sering-sering ke kampus, mual juga muntah setiap hari melandanya tak kenal waktu.Semua itu tentu membuat Arkana tidak tenang selama di kantor, pekerjaannya keteteran apalagi saat ini Gita juga tengah hamil muda dan tidak bisa selalu ia andalkan.Arkan
Weekend ini Arkana membawa Zara ke Bandung atas undangan Angga, sudah berbulan-bulan lamanya mereka tidak berjumpa.Usia kandungan Zara pun sudah menginjak dua puluh empat minggu, morning sick berkurang dan Zara bisa pergi ke kampus tiap hari tetapi tetap harus dijaga makanan yang dikonsumsi dan Zara tidak boleh kelelahan.Karena setiap kali Zara kelelahan maka ia akan mengalami flek dan bila terus-terusan terjadi akan berakhir dengan pendarahan seperti yang sudah- sudah.“Mau digendong?” Arkana menawarkan diri setelah membuka pintu mobil untuk Zara.Mereka sudah sampai di halaman depan rumah Bunga di Bandung.“Enggak usah, aku bisa.” Arkana mundur untuk memberi ruang lalu mengulurkan tangan guna membantu Zara turun.Perutnya yang telah membesar membuat Zara kesulitan bergerak.Pipi Zara yang bulat membuat Arkana gemas, karena seiring bertambah umur kehamilannya maka bertambah juga berat badannya.Satu tangan Zara merangkul lengan Arkana dan satu tangannya yang lain ia simpan di bawa
“Dia di meja kita dan dia mabuk berat, udah banyak botol minuman yang dia pecahin, dia juga ngerusak beberapa meja, berantem sama anak konglomerat lain, dia berantakan banget ... lo urus tuh adek lo.” Darius pergi setelah memberitau kondisi Kaivan kepada Arkana, ia harus membereskan kekacauan yang disebabkan oleh adik sahabatnya itu.Arkana mengembuskan napas panjang, ia lantas naik ke lantai dua menuju meja VIP yang dulu merupakan tempat berkumpul dirinya bersama para sahabat.Semenjak menikah apalagi setelah Zara dinyatakan hamil, Arkana jarang sekali menginjakan tempat ini kecuali untuk mengecek laporan dan melihat sekilas kondisi night club.Sesampainya di lantai dua, ia melihat Kaivan yang memang sedang mabuk berat.Belum pernah Arkana mendapati Kaivan seberantakan ini, adiknya itu jarang pergi ke night club.Kaivan bukan termasuk anak konglomerat yang suka party, ia memiliki hobby sendiri dan memiliki circle yang jauh dari dunia gemerlap tidak seperti dirinya.Arkna menjatuhkan
“Yakin mau ke kampus, Yang?” Arkana mengecup bibir Zara sekilas setelah bertanya demikian.“Banyak yang harus aku urusin, Kak ... sebentar lagi aku lulus.” Zara yang duduk di pangkuan suaminya pun menjawab.“Bentar lagi jadi dokter?” Pria itu memperjelas.Zara terkekeh. “Belum lah ... masih panjang, Kak ... makanya aku enggak boleh banyak bolos ya ... aku pergi.” Zara mengecup kening suaminya cukup lama, kedua tangannya ia simpan di pipi Arkana bermaksud mendongakan wajah tampan sang suami agar mudah mengecup bibir mesumm tapi pandai membuatnya melayang itu.“Jangan kecapean ya, nanti pak Doddy standby di kampus.” Arkana berpesan dengan tangannya yang mengusap lembut perut Zara dengan gerakan memutar.“Enggak usah, Kak ... kasian pak Doddy ... aku seharian kok di kampus, jadwalku padat.”Zara beranjak dari pangkuan suaminya, meraih tas yang tadi ia simpan di atas meja makan.Mereka berdua baru selesai melakukan sarapan pagi tapi ketika Zara hendak pamit—Arkana malah menariknya ke a