“Haish, siapa juga yang tahu. Aku mengira Keluarga Tanoto tergolong keluarga terpandang, cukup selevel dengan keluarga kita. Tak disangka ….” Clara menghela napas, tidak tahu harus berkata apa lagi.“Sejak kapan Keluarga Tanoto tergolong keluarga terpandang?” Terdengar suara dengus seorang lelaki kurus dengan bekas luka di wajahnya. “Waktu itu Keluarga Tanoto bisa terkenal juga karena keluarga mereka adalah pewaris dari keluarga seni bela diri kuno. Tapi selama bertahun-tahun ini, apa ada satu pun anggota keluarga mereka yang menonjol? Sepertinya tidak ada lagi.”“Si Gideon itu seperti kura-kura saja, kerjaannya hanya berondok di dalam tempurung saja. Dia memang punya banyak murid, tapi katanya belajar seni bela diri bukan untuk berkelahi, melainkan untuk mengasah kemampuan saja. Jelas-jelas dia tidak hebat, makanya dia bisa berbicara seperti itu.”Si lelaki duduk di kursi, lalu melanjutkan, “Si Clinton dan Gideon itu sama saja, sama-sama pengecut. Awalnya aku mengira mungkin Dylan cuk
“Aku tidak peduli dengan hobimu, pokoknya jaga sikapmu. Pernikahan bisnis Keluarga Yukardi dengan kita sangatlah menguntungkan bagi kamu dan Keluarga Setiawan. Selama bertahun-tahun ini, Brandon bisa bersikap angkuh karena memiliki kekayaan yang diwarisi papamu. Kalau kamu lebih berkompeten, mana mungkin papamu akan mewarisi bisnis keluarga kepada si berengsek itu.”“Jelas-jelas Papa pilih kasih! Papa lebih menyayangi Kakak. Keluarga mana yang bakal mewarisi kekayaan ke cucu dan bukan ke anaknya? Selama ini aku pun sudah menjadi bahan lelucon orang-orang di luar sana!” Ketika mengungkit masalah ini, amarah Steve langsung membara.Lingkungan pertemanan Steve semuanya adalah anak dari keluarga kaya. Meski mereka semua tidaklah mendapat warisan bisnis keluarga, mereka pun akan berebut dengan saudara mereka. Siapa juga yang akan bernasib seperti Steve, yang malah harus berebut dengan keponakannya?Lebih tepatnya lagi, Steve bahkan tidak memiliki kesempatan untuk berebut. Sewaktu Jason masi
Pagi-paginya Brandon sudah pergi ke perusahaan karena ada rapat penting. Jadwal hari ini juga sangatlah padat. Sebaliknya, Yuna malah sangat santai dalam belakangan waktu ini. Dia tidak menerima kerjaan lain dulu lantaran ingin fokus dalam mempersiapkan pernikahannya.Sebenarnya Yuna tidak peduli dengan hal berbau formalitas ini. Hanya saja, berhubung resepsi akan digelar, dia tentu akan menggelarnya dengan baik. Belakangan ini Brandon agak sibuk, jadi semua permasalahan ini ditangani oleh Yuna.Mengenai masalah gaun pernikahan, aula resepsi atau kebutuhan rumah tangga, semuanya juga bukan masalah besar bagi Yuna. Hanya saja ada satu hal yang diragukan Yuna, yaitu mengenai masalah undangan. Hingga saat ini, Brandon masih belum membawanya untuk mengunjungi anggota keluarganya. Yuna bahkan tidak pernah menginjak Kediaman Setiawan. Jadi, Yuna pun bingung apakah dirinya seharusnya mengundang mereka dan mesti mengundang berapa banyak orang.Mungkin karena terlalu santai. Jadi, Yuna malah j
Yuna juga merasa kesal dalam menghadapi hubungan yang rumit ini. Hanya saja, Yuna mesti menghadapinya jika dia ingin bersama dengan Brandon. Bisa jadi, kelak kondisi seperti ini akan semakin banyak lagi. Apa Yuna harus menelepon Brandon setiap kali mereka mencarinya?Brandon memang sangat memanjakan Yuna. Justru karena itu, Yuna baru harus berdiri saling bahu-membahu. Dia harus menghadapinya sendiri. Jangan selalu membuat Brandon khawatir.Tak lama selesai makan obat, Yuna merasa kondisinya sudah membaik, setidaknya lebih bertenaga daripada sebelumnya.“Nyonya, apa kamu sudah baikan? Apa perlu kuantar ke rumah sakit?” tanya pembantu dengan khawatir.Yuna menggeleng. “Apa ada makanan di rumah?”“Tadi aku masak bubur. Buburnya masih hangat. Nyonya mau makan?”“Boleh, aku akan segera ke bawah,” ucap Yuna, “Oh ya, setelah kamu ambilkan bubur, kamu biarkan mereka masuk.”“Ahh … oke,” balas pembantu.Yuna menopang meja, lalu berdiri. Dia merasa kedua kakinya masih tidak bertenaga. Dia becerm
Amara sudah memutuskan untuk memberi pelajaran kepada cucu menantu kurang ajarnya. Namun begitu memasuki rumah, dia malah tidak menemukan siapa-siapa. Amara spontan mengerutkan keningnya. “Di mana wanita itu?”Dari ucapan Amara, sepertinya dia tidak menganggap Yuna sebagai nyonya rumah saja.Pembantu terbata-bata. Baru saja dia ingin mengatakan nyonya sedang tidak enak badan, malah terdengar suara langkah kaki dari atas tangga. Ketika mendengarnya, Amara dan Clara spontan mengangkat kepalanya. Tampak Yuna memegang pegangan tangga, lalu berjalan menuruni tangga dengan perlahan.Belakangan ini Yuna tidak pergi ke studio. Jadi, dia juga tidak berdandan, apalagi dia sedang sakit. Yuna pun membiarkan rambutnya tergerai panjang.Rambut Yuna sudah semakin panjang saja, bahkan sudah melewati bahunya. Ketika dia berjalan menuruni tangga, rambutnya pun menutupi sebagian wajahnya. Ditambah lagi, Yuna sedang demam dan merasa tidak enak badan. Gerakan menuruni tangganya juga semakin lambat lagi.N
Masalah kematian orang tua Yuna adalah luka di hatinya. Sekarang Amara malah sengaja membongkar luka lamanya. Yuna pun mengerutkan keningnya. “Aku cuma tahu sopan santun digunakan kepada orang yang sopan. Kalian berdua tiba-tiba ke sini. Aku nggak tahu identitas kalian dan aku juga nggak tahu bagaimana memanggil kalian.”“Sekarang kamu sudah tahu, ‘kan?” ucap Clara dengan segera, “Kenapa masih belum panggil?”“Dari mana aku tahu kalau perkenalan diri kalian itu asli atau bukan?”“Kamu ….” Clara merasa Yuna sengaja memancing emosi mereka. Dia ingin sekali menampar Yuna. Hanya saja, Amara tiba-tiba mengangkat tangannya, lalu berkata, “Sudahlah, apa gunanya beradu mulut sama dia?”“Kamu tahu sendiri apa aku itu neneknya Brandon atau bukan. Aku juga tahu kamu itu orang seperti apa. Hari ini aku bisa ke sini juga bukan untuk basa-basi sama kamu. Aku cuma mau bilang, kalau kamu ingin menjadi bagian dari Keluarga Setiawan, kamu harus melewati ujianku. Tidak ada gunanya kamu diterima oleh Bran
Ucapan ini sungguh sadis. Bahkan, Clara juga merasa kaget. Ibunya memang sangat jago dalam menusuk hati orang.Benar apa kata ibu, demi apa wanita-wanita ini menikah dengan keluarga kaya, tentu saja demi kekayaan dan kekuasaan. Hanya saja, sekarang ibunya malah memberi tahu Yuna bahwa dia tidak akan mendapatkan apa pun. Bahkan, setelah dia melahirkan anak, dia juga tidak akan mendapatkan apa-apa. Jika suatu hari nanti mereka bercerai, dia juga akan pergi dengan tangan kosong.Setelah dipikir-pikir, jika waktu itu ibu mertuanya berbicara seperti itu padanya, Clara pasti tidak sanggup menerimanya.Sesuai dugaan mereka, Yuna terdiam. Amara pun semakin gembira lagi. Dia merasa Yuna pasti terkejut dengan ancamannya. Hanya saja, apa maksud tatapan Yuna? Kenapa rasanya agak aneh?Belum sempat Amara memikirkan jawabannya, malah terdengar suara Yuna. “Nek, kamu kasihan sekali.”Amara terdiam dan begitu pula dengan Clara.Apa wanita ini sudah gila? Atau dia ingin menggunakan cara ini untuk memen
Yuna sungguh syok. Dia tidak menyangka mereka akan turun tangan. Bagaimanapun juga, mereka berasal dari keluarga terpandang. Yuna spontan melangkah mundur. Hanya saja, seketika Yuna merasa ada embusan angin kuat. Dia bagai ditutupi oleh dinding yang sangat tebal saja dan dia tidak terkena siraman air panas itu.“Asta …,” jerit Clara dengan terkejut. Saking terkejutnya, kedua matanya terbelalak ketika melihat orang di hadapannya.Clara sungguh tidak menyangka Brandon akan pulang dengan tepat waktu! Brandon bukan hanya pulang saja, dia bahkan sudah membantu Yuna mengadang siraman air panas.“Brandon!” panggil Amara. Dia menatap Brandon dengan marah dan juga tidak berdaya.“Apa Tante sudah puas?” tanya Brandon dengan ekspresi dingin.Brandon memang ada rapat di perusahaan. Hanya saja, dia sangat memahami sifat keluarganya.Semalam Clara tidak berhasil bertemu dengan Yuna. Dia pasti tidak akan menyerah dengan segampang ini. Brandon juga tidak bisa menebak apa yang bisa dilakukannya. Jadi,