Ucapan ini sungguh sadis. Bahkan, Clara juga merasa kaget. Ibunya memang sangat jago dalam menusuk hati orang.Benar apa kata ibu, demi apa wanita-wanita ini menikah dengan keluarga kaya, tentu saja demi kekayaan dan kekuasaan. Hanya saja, sekarang ibunya malah memberi tahu Yuna bahwa dia tidak akan mendapatkan apa pun. Bahkan, setelah dia melahirkan anak, dia juga tidak akan mendapatkan apa-apa. Jika suatu hari nanti mereka bercerai, dia juga akan pergi dengan tangan kosong.Setelah dipikir-pikir, jika waktu itu ibu mertuanya berbicara seperti itu padanya, Clara pasti tidak sanggup menerimanya.Sesuai dugaan mereka, Yuna terdiam. Amara pun semakin gembira lagi. Dia merasa Yuna pasti terkejut dengan ancamannya. Hanya saja, apa maksud tatapan Yuna? Kenapa rasanya agak aneh?Belum sempat Amara memikirkan jawabannya, malah terdengar suara Yuna. “Nek, kamu kasihan sekali.”Amara terdiam dan begitu pula dengan Clara.Apa wanita ini sudah gila? Atau dia ingin menggunakan cara ini untuk memen
Yuna sungguh syok. Dia tidak menyangka mereka akan turun tangan. Bagaimanapun juga, mereka berasal dari keluarga terpandang. Yuna spontan melangkah mundur. Hanya saja, seketika Yuna merasa ada embusan angin kuat. Dia bagai ditutupi oleh dinding yang sangat tebal saja dan dia tidak terkena siraman air panas itu.“Asta …,” jerit Clara dengan terkejut. Saking terkejutnya, kedua matanya terbelalak ketika melihat orang di hadapannya.Clara sungguh tidak menyangka Brandon akan pulang dengan tepat waktu! Brandon bukan hanya pulang saja, dia bahkan sudah membantu Yuna mengadang siraman air panas.“Brandon!” panggil Amara. Dia menatap Brandon dengan marah dan juga tidak berdaya.“Apa Tante sudah puas?” tanya Brandon dengan ekspresi dingin.Brandon memang ada rapat di perusahaan. Hanya saja, dia sangat memahami sifat keluarganya.Semalam Clara tidak berhasil bertemu dengan Yuna. Dia pasti tidak akan menyerah dengan segampang ini. Brandon juga tidak bisa menebak apa yang bisa dilakukannya. Jadi,
Amara memang kelihatan sangat galak, tapi sebenarnya dia sangat takut terhadap suaminya. Saat suaminya, Jason, masih hidup, Amara bahkan tidak berani bersuara sama sekali. Semua keputusan berada di tangan Jason. Amara memang tidak menyukai menantu dan cucunya ini, tapi suaminya menyukai mereka dan bahkan membimbing cucunya untuk meneruskan bisnisnya. Setelah suaminya meninggal, Amara baru memiliki hak untuk berbicara. Dia merasa dirinya sangat hebat dan ingin mengurus segalanya.Namun pada saat ini, Brandon juga sudah dewasa. Dia tidak mendengar ucapan Amara. Jadi, Amara semakin tidak menyukai cucu yang satu ini. Setelah Brandon pindah keluar dari Kediaman Setiawan, dia pun tinggal di luar. Amara juga tidak mencegatnya, sebab dia juga tidak suka melihat cucunya.Hanya saja, sekarang Brandon akan menikah. Dia tidak mungkin tidak mengurus Brandon.Sebenarnya maksud kedatangan Amara adalah untuk memberi sedikit peringatan kepada wanita ini. Tak disangka, Brandon malah akan pulang untuk m
Yuna terlihat sangat panik dan terus mengomel. Saking paniknya, dia bahkan kesusahan untuk membuka kancing pakaian Brandon. Brandon pun tersenyum sambil menggenggam tangan Yuna. “Kalau airnya nggak begitu panas, kenapa kamu malah panik?”“Haish, kalau kamu ada waktu untuk bicara, bagusan kamu buka kancingmu sendiri. Luka tersiram air panas nggak boleh dianggap remeh!” Yuna sungguh marah. Kenapa Brandon tidak bisa menyayangi tubuhnya sendiri?“Menurutmu?” Brandon mengangkat-angkat alisnya sambil tersenyum. Jari tangan Brandon mulai menyentuh kancing pakaiannya, lalu membuka kancing pertama, kancing kedua ….Sebenarnya gerakan ini sangat biasa. Hanya saja, entah kenapa ketika melihat gerakan jari Brandon yang sedang membuka kancing pakaian, jantung Yuna tiba-tiba berdegup kencang dan tenggorokannya juga terasa kering. Dia spontan menelan air liurnya.“Pengen nggak ….” Menyadari perubahan ekspresi wajah Yuna, Brandon pun tersenyum hendak menggodanya. Satu detik kemudian, Yuna malah menari
Setelah mengambil kotak P3K, Yuna mengambil obat, lalu mengoles bagian merah dengan penuh hati-hati.Sebenarnya luka ini bukanlah apa-apa bagi Brandon. Hanya saja, ketika jari tangan Yuna yang diolesi obat salep dingin itu menempel di kulitnya, jujur saja … rasanya sungguh nyaman.Rasa sejuk seketika merembes ke dalam tubuh Brandon. Awalnya Brandon ingin menolak untuk diobati, tapi siapa sangka dia akan begitu menikmatinya. Hanya saja, seiring dengan dioleskan salep yang rasanya sejuk itu, hawa panas seketika membaluti tubuh Brandon.Hawa panas itu mulai menyebar dari bagian perutnya dan membuat tenggorokan Brandon terasa kering.Yuna hanya memfokuskan perhatiannya ke bagian merah di perut Brandon. Tadi dia memang merasa sangat syok, tapi selain syok, dia juga merasa sangat terharu.Tak disangka, Brandon akan membantu Yuna untuk mengadang siraman air panas itu. Padahal orang itu adalah nenek dan juga tantenya. Meski hubungan mereka tidak baik, mereka tetap adalah keluarga. Namun demi
Melihat Yuna yang seperti ini, mana mungkin Brandon bisa merasa tenang. “Nggak, meski kamu nggak kenapa-napa, kamu juga mesti ke rumah sakit. Setelah dokter mengatakan kamu baik-baik saja, kita baru pulang ke rumah.”Sikap keras kepala Brandon sangat mengerikan. Siapa pun tidak bisa mengubah pikirannya.Ditambah lagi, Yuna sedang tidak enak badan dan tidak bertenaga, dia juga tidak bisa meronta ketika melihat Brandon menggendongnya keluar rumah.Brandon menggendong Yuna ke dalam mobil, lalu mengendarai mobil ke rumah sakit.Yuna duduk di samping bangku pengemudi. Dia bahkan tidak memiliki tenaga dan malas untuk berbicara. Jadi, dia memilih untuk tidur saja.Beberapa saat kemudian, Yuna mencoba untuk melebarkan matanya. Melihat Brandon sedang mengendarai mobil, Yuna pun menggerakkan bibir keringnya. “Aku benar-benar nggak kenapa-napa, aku cuma ingin tidur saja. Nggak usah bawa aku ke rumah sakit. Uhuk uhuk ….”“Sudah, jangan bicara lagi!” balas Brandon dengan serius. Ekspresi galaknya t
Brandon pasti lagi berbohong! Mana mungkin Yuna akan tidur dengan begitu nyenyak? Dia bahkan tidak menyadari ada yang menggendongnya keluar dari mobil hingga masuk ke rumah sakit.“Biasanya aku jarang sakit. Sekali sakit malah langsung separah ini!”Yuna menggerakkan tubuhnya merasa tubuhnya sangat lemas. Dia menyadari tangannya sedang dipasang jarum infus. “Ini obat penurun demam?” Yuna mengangkat kepala melihat botol infus.“Bukan, itu isinya vitamin. Sekarang kamu nggak boleh asal konsumsi obat.” Brandon menuangkan segelas air, lalu menyerahkannya kepada Yuna. Dia bahkan sangat perhatian memasukkan sedotan ke dalam gelas supaya Yuna bisa minum dengan praktis.Kening Yuna seketika berkerut. Dia tidak mengerti maksud ucapan Brandon. “Apa maksudmu nggak boleh asal konsumsi obat? Apa aku alergi obat?”Sejak kecil, Yuna jarang sakit, apalagi dirawat di rumah sakit. Hanya saja, setahu Yuna, dia tidak memiliki riwayat alergi. Jangan-jangan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Yuna ada aler
“Benar! Dokter sudah melakukan pemeriksaan. Kamu sudah hamil hampir 2 bulan. Kamu sendiri nggak sadar?”Kata dokter, orang yang pertama kali mengandung mungkin tidak begitu merasakannya. Ditambah lagi, kurangnya pengetahuan dan pengalaman mengenai kehamilan, wajar kalau Yuna tidak menyadarinya.Biasanya ketika pasien menyadarinya, mereka pun sudah mengandung beberapa bulan.Saat ditanya oleh Brandon, Yuna mengerutkan keningnya untuk berpikir. Sepertinya dia memang sudah tidak datang bulan selama 1 sampai 2 bulan. Hanya saja, berhubung Yuna sangat sibuk dalam beberapa waktu lalu, ditambah lagi datang bulannya memang tidak teratur, jadi Yuna juga tidak mempermasalahkannya.“Aku kira belakangan ini aku banyak tekanan. Aku nggak nyangka ….”“Kamu ceroboh sekali!” Brandon menyentil hidung Yuna dengan pelan. Jika bukan karena kondisi tidak memungkinkan, Brandon pasti sudah memukul bokong wanita ini.Yuna tidak tahu dirinya sedang hamil. Sakit pun tidak bersedia berobat ke rumah sakit. Dia ma