Valerie bangkit dengan tubuh sedikit tegang dan sibuk berjalan mondar mandir. Seakan dia takut jika langkahnya berhenti, maka dia tidak bisa mengendalikan rasa panik dalam dirinya.Stella tidak memedulikan perempuan itu dan hanya sibuk melakukan peregangan di bagian pinggangnya yang kaku. Dia membalikkan tubuhnya dengan malas untuk melanjutkan percobaan dan penelitian. Gerakannya sangat lambat seperti tidak niat melakukan pekerjaannya.Valerie mencoba menetralkan emosinya kembali dan menatap Stella sambil berkata, “Ok, kamu katakan apa yang kamu mau? Berikan saja persyaratan yang kamu inginkan, aku akan berusaha mengabulkannya untukmu.”Mau tidak mau dia harus bersabar ketika dihadapkan pada situasi yang membahayakan dirinya. Dibandingkan meminta Valerie memohon pada Yuna, dia lebih bersedia membiarkan Stella mengajukan persyaratan pada dirinya. Setidaknya perempuan itu masih ada di bawah kendali dirinya.Mendengar ucapan Valerie membuat Stella memiringkan kepalanya dan melirik perempu
“Sepu ….” Valerie menarik napasnya dalam-dalam sambil mengumpat Stella dalam hati. Benar-benar perempuan yang luar biasa tamak!Sebelum dia menyelesaikan ucapannya, terdengar lagi suara yang berkata, “Mengenai kenaikan jabatan, Ibu terlalu meremehkan ketamakanku. Aku nggak akan bisa puas dengan jabatan wakil manajer saja. Yang aku mau itu adalah posisi Ibu!”Stella mengarahkan telunjuknya ke arah perempuan itu dengan sorot mata yang menunjukkan bahwa dia tidak sedang bercanda. Wajah Valerie menggelap dalam seketika.Menjanjikan apa yang diminta oleh Stella hanya merupakan sebuah tindakan belaka, dan hal tersebut juga bisa dia tarik balik sesuka hatinya. Tetapi ketika mendengar perempuan itu tertarik dengan posisi dirinya saat ini membuat Valerie merasa Stella terlalu kurang ajar. Kalau dia menyetujuinya begitu saja, apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang di VL dan orang di luar sana?Stella pasti sudah menebak keraguannya, dia tidak buru-buru meminta jawaban Valerie dan hanya duduk
Valerie melirik layar ponselnya dan nama Logan muncul di sana. Perempuan itu melayangkan tatapan sinis pada Stella sembari mengembalikan tabung reaksi ke tangannya. “Kamu pikirkan lagi dengan matang, jangan berpura-pura bodoh!”Setelah mengatakan kalimat tersebut, dia berbalik dan keluar dari sana.“Kamu di mana?” tanya Logan begitu sambungan telepon terhubung.“Aku ada di laboratorium,” jawab Valerie dengan suara pasrah.“Bukannya aku sekarang lagi mikirin caranya? Yuna nggak bersedia membantumu, aku nggak boleh nggak peduli denganmu. VL adalah hasil jerih payah kita, aku nggak bisa membiarkan dia tumbang begitu saja.”“Apanya yang bangkrut? Jangan ngomong sembarangan! Kamu siap-siap dulu, aku akan segera menjemputmu,” kata Logan yang sepertinya sedang buru-buru. Setelah itu sambungan telepon terputus begitu saja.Valerie memandangi ponselnya sekilas kemudian berjalan kembali ke laboratorium untuk melihat-lihat. Sepertinya tidak akan ada yang mendapatkan hasil, daripada dia membuang-b
Hanya sebuah pertengkaran kecil berhasil membuat tubuh Yuna pegal dan nyeri. Dia sudah sangat lama sekali tidak berlatih dengan baik. Setelah pergi dari keluarga Tanoto, Yuna memang sudah lama mengistirahatkan dirinya.Perempuan itu asyik melakukan hal yang dia sukai hingga kedatangan Clinton yang mengingatkannya. Tidak peduli seberapa jauh dia pergi, Yuna tetap merupakan bagian dari keluarga Tanoto.Dia merendamkan dirinya di dalam bathtub. Tangannya terangkat ke atas dan terlihat lebam kebiruan di lengannya. Mungkin karena perseteruan tadi membuatnya membentur lengannya tanpa sadar. Nanti akan dia olesin salep saja.Yuna mengangkat kepalanya sambil memikirkan pertemuannya hari ini dengan Logan dan Valerie. Benar-benar membosankan sekali. Awalnya dia pikir dirinya bisa emosi dan semakin membenci kedua orang itu, tapi setelah mereka duduk dan berbicara dengan serius, dia baru menyadari bahwa dirinya sedang tidak bisa melepas masa lalunya sendiri.Dia tidak bisa melepaskannya karena tid
“Bran ….” Yuna yang baru saja membuka mulutnya langsung terhenti karena jari lelaki itu yang berada di depan bibirnya.“Jangan bicara.”Yuna mengedipkan matanya memandangi Brandon tanpa berbicara lagi. Jakun lelaki itu bergerak naik turun dengan begitu jelas. Gerakan tanpa sadar tersebut sungguh sangat menggoda. Dengan perlahan lelaki itu mulai merendahkan wajahnya dan mendaratkan kecupan di bibir perempuan itu.Bagaimanapun Yuna baru saja habis berendam dan tetesan air di tubuhnya juga masih belum kering. Brandon yang menggendongnya keluar otomatis juga basah karena sisa air di tubuh Yuna mengenai baju lelaki itu. Tubuh Brandon saat ini menempel sepenuhnya dengan erat di tubuhnya.Meski Yuna sudah tidak begitu sering berlatih lagi, tubuh perempuan itu tetap terjaga dengan bentuk proporsional. Ditambah lagi dengan sisa latihannya yang dulu membuat garis tubuhnya semakin membentuk dan terlihat sangat feminim.Dengan perlahan dia membuka kelopak matanya dan otot keras serta seksi lelaki
Kenapa hal ini harus ditanyakan pada dirinya?Yuna menggigit bibir bawahnya dan mengangguk dengan cepat sambil mengalihkan kepalanya ke samping karena tidak berani menatap Brandon. Setelah itu dia menoleh kembali dengan cepat sambil menatap lelaki itu.Tanpa perlu berbicara banyak, perempuan itu sudah memberikan jawaban pada lelaki itu melalui reaksi tubuhnya. Brandon terdiam selama beberapa detik, kemudian menegakkan tubuhnya dan mengambil sebuah handuk untuk membungkusnya dengan erat. Setelah itu dia menarik selimut dan menutupi tubuh Yuna.Melihat mata perempuan itu yang terus mengikutinya membuat Brandon membungkukkan tubuhnya dan mendaratkan kecupan di kening Yuna. Dengan cepat Yuna menggenggam tangan Brandon untuk menghentikan lelaki itu yang hendak bangkit.Dia mendongak untuk menatapnya dan dengan suara sedikit serak dia bertanya, “Apa maksudnya?”Tatapan Brandon berhenti di tangan Yuna yang sedang menahan lengannya dengan erat. Perasaan dibutuhkan oleh perempuan itu membuat Br
Tidak bisa dipungkiri kalau dia memang memiliki rasa terhadap Brandon. Kebersamaan mereka beberapa waktu ini, serta apa yang dilakukan oleh Brandon untuknya masih belum cukup bagi Yuna untuk menentukan apakah dirinya mencintai lelaki itu.Yuna masih belum yakin apakah perasaan dirinya pada lelaki itu sudah meningkat ke tahap “Cinta”. Brandon tampan, kaya, lembut, dan sangat perhatian dengan dirinya. Semua yang ada di diri lelaki itu sulit untuk tidak membuat Yuna tersentuh. Yuna memang menyukai lelaki itu, tapi apakah dia sudah mencintainya?Brandon sendiri memang sudah menebak jawaban apa yang akan dia terima dari Yuna. Lelaki itu hanya tersenyum tipis dengan jari jempol yang mengusap bibir Yuna sambil berkata, “Nggak buru-buru, kita masih punya banyak waktu. Kamu akan jatuh cinta padaku dengan perlahan-lahan.”“Tapi ….” Brandon menghentikan kalimatnya sejenak dan melanjutkan, “Sebelum itu, aku nggak akan melakukan apa-apa. Sampai pada waktu kamu sudah yakin dengan perasaanmu, saat it
Setelah hidup mandiri selama bertahun-tahun, Yuna juga sudah terbiasa untuk mandiri dan mengandalkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, dia tidak pernah keberatan jika Logan tidak bisa menemaninya. Setiap selesai makan, lelaki itu akan pergi dan sibuk dengan pekerjaannya. Dia bisa mengerti dengan semua itu. Hanya saja seiring dengan berjalannya waktu, hatinya juga sudah mulai lelah.Di diri Brandon, Yuna justru bisa merasakan perlindungan yang selama ini tidak pernah dia dapatkan. Melihat tangan perempuan itu yang masih tidak bergerak, Brandon bertanya, “Kenapa? Masakannya nggak cocok?”Lelaki itu sengaja memilih beberapa jenis masakan karena khawatir tidak cocok dengan selera Yuna. “Kamu suka jenis masakan apa?”“Nggak penting jenis masakannya, yang penting itu adalah siapa yang menemaniku makan,” sahut Yuna sambil menghirup napas dalam-dalam. Perempuan itu tersenyum kemudian menunduk untuk menyendokkan sesuap makanan.“Enak sekali!”Setelah itu dia mengarahkan sendoknya ke depan mulut