Clinton jelas juga sudah menyadari hal ini dan langsung melepaskan Dylan. Sekarang, tidak ada artinya dia mengancam Dylan. Sebab, Dylan sama sekali tidak bisa mengendalikan Pembunuh Ganda.“Ke ... kenapa bisa begitu ....”Anak panah yang melayang ke arahnya tadi sudah sepenuhnya membuat Dylan ketakutan. Saat ini, seluruh tubuhnya gemetar tak terkendali. Begitu Clinton melepaskan cengkeramannya, Dylan langsung lemas dan terduduk di atas lantai. Dia masih belum pulih dari keterkejutannya. Senjata tersembunyi tadi sudah hampir membunuhnya. Dylan menatap anak panah yang tergeletak di lantai dan mengingat kembali kejadian barusan. Kedua tangannya dikepalkan erat-erat, amarah dalam hatinya juga langsung meledak. Namun, dia tidak berani bersuara dan hanya menatap ke arah pertarungan mereka dengan tatapan sengit.Ketiga sosok itu masih sedang bertarung. Namun, Yuna sama sekali tidak terlihat kewalahan dan malah sangat santai. Kira-kira belasan menit kemudian, Pembunuh Ganda tergeletak di lant
“Aku tanya apa pelakunya itu kamu atau bukan!” Yuna mengulurkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Dylan, lalu menariknya berdiri dari lantai. Dia memelototi Dylan dengan marah.Clinton yang berada di samping pun terkejut karena tidak menyangka Yuna memiliki kekuatan sebesar itu. Baru saja dia hendak berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mencari ke sekeliling dan melihat ponselnya sudah terjatuh di halaman saat bertarung tadi. Dia pun berjalan ke sana dan memungut ponselnya. Selain layar yang sedikit retak, ponselnya masih berfungsi dengan baik. Dia pun menekan tombol jawab dan berkata, “Halo?”Clinton tidak tahu siapa yang meneleponnya. Setelah mendengar kata-kata orang itu, ekspresinya langsung berubah drastis. Dia juga melirik ke arah Yuna.Dylan merasa sedikit sesak karena cengkeraman Yuna di kerah bajunya. Dia berkata dengan terengah-engah, “Aku nggak nyangka rencana yang sudah lama kurencanakan ini ternyata bakal gagal gara-gara kamu. Kalau tahu begitu, seharusnya du
Setelah itu, Yuna pun kembali ke hotel. Dalam beberapa hari terakhir, sudah ada begitu banyak hal yang terjadi di Keluarga Tanoto. Dia merasa kediaman Keluarga Tanoto penuh dengan kenangan masa kecilnya. Selain itu, dia juga masih bisa melihat bayangan Gideon di mana-mana. Tinggal di sana hanya akan membuatnya sedih.Sebelumnya, Yuna mengira bahwa ada jarak di antara dirinya dengan Gideon dan hubungan mereka tidak begitu dekat. Setelah Gideon meninggal, dia baru menyadari betapa dirinya merindukan kakeknya itu.Orang tua Yuna sudah meninggal sejak dia masih kecil. Jadi, dia tumbuh besar di bawah asuhan Gideon. Keluhannya terhadap Gideon juga timbul hanya karena dia merasa Gideon terlalu keras terhadap dirinya. Setelah dewasa, dia baru mengerti bahwa semua yang dilakukan Gideon adalah untuk kebaikannya sendiri.Tanpa seni bela diri yang dikuasai Yuna, mungkin dia sudah terluka beberapa kali. Namun, Gideon sudah tidak bisa kembali. Dia tidak berhenti mengatakan mau membalaskan dendam kak
Saat melihat lengannya yang putih dan kurus, Yuna sendiri juga merasa bahwa dia terlihat tidak bertenaga. Jadi, energi yang meledak dari tubuhnya tadi juga mengejutkannya.Saat itu, situasinya sangat mendesak. Orang lainnya belum tentu menyadari apa yang sudah terjadi. Hanya Yuna sendiri yang paling jelas saat bertarung dengan Black tadi, posisinya sebenarnya sangat tidak menguntungkan.Meskipun sudah berlatih seni bela diri sejak kecil, dia hanya berlatih cara untuk melindungi diri dan juga dipaksa untuk belajar. Jadi, dia sendiri juga sebenarnya kurang jelas mengenai seberapa besar kekuatan yang dimilikinya.Sampai sekarang, Yuna hanya pernah bertarung dengan Clinton dan murid-murid lainnya. Pertarungan mereka juga hanya sampai siapa yang bisa terlebih dahulu menyentuh lawannya. Jadi, dia juga tidak merasa dirinya sangat hebat. Selama kuliah, dia juga tidak begitu banyak berlatih.Terakhir kali Yuna bertindak adalah saat dia diculik di Prancis. Pada saat itu, dia sendiri juga terkeju
“Kalau aku begitu menakutkan, apa kamu nggak takut harus berhadapan denganku tiap hari?” tanya Brandon dengan ekspresi yang sengaja dibuat galak sambil menarik pinggang Yuna mendekat.Saat melihat ekspresi Brandon, Yuna malah tertawa makin keras. Kegundahan dan kesedihannya terasa seperti sudah lumayan terangkat. “Takut apa? Takut kamu memakanku?”“Memangnya kamu nggak takut?” Brandon meremas dagu Yuna sambil mendengus.“Nggak!” Yuna menggeleng, lalu mengecup bibir Brandon dan berbisik, “Lagian, kamu sudah pernah melakukannya, ‘kan?”Brandon pun terdiam. Jelas-jelas Yuna yang menggodanya, tetapi Yuna juga yang malah tersipu. Brandon benar-benar ingin langsung menelannya sekarang juga.Setelah menenangkan diri sejenak, Brandon hanya mencium dahi Yuna, lalu berkata, “Membunuh orang itu gampang. Kadang, hidup jauh lebih menyiksa daripada mati.”Setelah mendengar ucapan Brandon, Yuna pun terdiam. Benar juga, Dylan sangat ambisius. Jika mereka mengurung dan tidak mengizinkan Dylan untuk men
“Akhir-akhir ini, aku sudah dengar beberapa hal mengenai masalah proyek baru itu. Performamu lumayan juga.” Terdengar suara Daniel dari dalam ruang baca. Nadanya terdengar lega dan puas. “Nggak sia-sia aku sudah berusaha keras untuk membawamu pulang.”Di luar ruang baca, Cecilia menghentikan langkahnya dan tanpa sadar menahan napas agar tidak menarik perhatian orang di dalam ruang baca.“Ayah, aku sudah bilang kalau aku nggak bakal mengecewakanmu!” jawab Edward dengan bangga. Dia berkata dengan yakin, “Gimanapun juga, aku ini lulusan administrasi bisnis dan juga mahasiswa berprestasi. Tunggu saja! Aku pasti bisa capai prestasi dan membuat para eksekutif perusahaan terkesan.”Saat mendengar ucapan Edward, Cecilia hampir tertawa. Terlepas dari bualannya tentang mahasiswa berprestasi, bahkan gelarnya juga didapatkan dari uang yang dikeluarkan ayahnya untuk mengirimnya ke luar negeri. Bahkan jika dia benar-benar adalah mahasiswa berprestasi, praktik langsung dan menghadapi kerumitan pasar
“Ibu, kapan kamu pulangnya?” tanya Cecilia setelah masuk dan menutup pintu kamar.“Baru saja,” jawab Tania dengan santai. Dia berjalan ke rak alkohol, lalu mengeluarkan sebotol anggur merah dan mengambil dua buah gelas. Setelah itu, dia baru duduk di kursi bar dan mengisyaratkan putrinya untuk duduk di seberangnya. Kemudian, dia membuka botol anggur merah dan mengisi kedua gelas itu.Cecilia pun duduk, lalu mengambil salah satu gelas yang sudah diisi dengan anggur merah. Dia tidak terburu-buru menyesapnya, melainkan menggoyang gelas dengan pelan dan menyaksikan cairan merah itu bergerak melalui gelas yang transparan.“Ibu, kamu sudah banyak menderita selama ini,” ucap Cecilia.“Yang menderita bukan cuma aku.” Berlawanan dengan Cecilia, Tania langsung menghabiskan anggur merah dalam gelasnya. Dia mencengkeram gelas itu, lalu menatapnya sambil merenung. “Maafkan Ibu yang nggak punya kemampuan.”“Ibu, jangan bilang kayak gitu!” Cecilia menepuk-nepuk bahu Tania, lalu berkata dengan santai,
“Ibu, jangan marah lagi. Wanita itu cuma bisa sombong untuk sesaat. Jangan harap dia bisa mendapatkan statusmu seumur hidupnya!” ucap Cecilia dengan tatapan yang tajam.Tania pun terkejut dan bertanya, “Cecilia, apa yang mau kamu lakukan? Jangan menyentuhnya, kamu juga tahu kalau ayahmu ....”Dengan kemampuan Tania, dia tentu saja bisa menghadapi wanita itu. Hanya saja, jika dia menyentuh wanita itu, suaminya pasti tahu bahwa dia yang melakukannya. Dengan begitu, semua kemurahan hati dan kesabaran yang dia tunjukkan di hadapan Daniel selama ini akan sia-sia. Dia tidak ingin kehilangan sesuatu yang besar demi hal sepele. Seperti yang dikatakan Cecilia, asalkan bisa bersabar, masih belum tentu siapa yang akhirnya akan mendapatkan kendali atas Grup Kusumo.“Ibu, jangan khawatir. Aku tentu saja nggak bakal melakukan apa-apa. Tapi, nggak bakal ada yang tahu apa yang direncanakan Tuhan.” Cecilia tertawa ringan, lalu baru menyesap anggur merahnya. Setelah itu, dia tiba-tiba teringat sesuatu d
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta
Tidak peduli apa pun yang Ratu katakan, Fred selalu punya seribu satu alasan untuk berdalih.Fred menggeleng dan berkata, “Bukan pintar beralasan, tapi karena semuanya sudah aku pikirkan demi Yang Mulia. Sejak awal sudah kubilang, mereka itu licik dan banyak akal bulusnya. Jangan mudah percaya sama omongan mereka! Mereka pasti mencoba membujukmu untuk menghentikan eksperimennya. Jangan ikuti kemauan mereka. Yang Mulia coba pikirkan, kita sudah sejak lama melakukan penelitian, lalu untuk apa? Kalau sekarang kita menyerah, bukankah semua yang kita lakukan dulu jadi sia-sia? Semua kerja keras, waktu , dan uang yang kita bayar jadi nggak ada artinya! Ini cuma akal-akalan mereka, karena kalau eksperimennya berhasil, kita bisa menguasai dunia. Cuma penduduk Yuraria saja yang bisa kemampuan hidup abadi. Itu sudah cukup untuk menggemparkan dunia, termasuk mereka. Makanya mereka nggak mau eksperimen ini berhasil. Bisa jadi … mereka membujuk Yang Mulia untuk menyerah, tapi habis itu diam-diam me
“Karena kamu begitu setia padaku, aku kasih kamu satu kesempatan lagi,” kata sang Ratu mendesah ringan.“Mau aku jadi bahan percobaanmu? Nggak masalah!” kata Fred dengan alis terangkat. “Toh sekarang aku juga nggak bisa menolak, bukan?”“Apa kamu ada permintaan lain?”Bagaimanapun juga, mereka adalah tuan dan pelayan yang sudah bekerja bersama selama bertahun-tahun, yang sudah melewati suka dan duka bersama. Andaikan Fred memiliki niat untuk melakukan kudeta, dia sudah berkontribusi banyak dan layak untuk mendapatkan apa yang dia minta sebelum dieksekusi.“Yang Mulia tahu aku sudah nggak membutuhkan apa-apa lagi. Aku sudah lama bercerai dengan istriku dan anakku ikut dia ke luar negeri. Aku cuma sendiri mendedikasikan hidupku untukmu, Yang Mulia Ratu. Sekarang aku sudah nggak punya permintaan apa-apa lagi. Oh ya, kalau sampai ….”Fred berhenti sejenak, kemudian dia melanjutkan, “Kalau sampai eksperimen ini berhasil, aku bisa terus hidup lebih lama di dalam badan anak itu, aku berharap
Di sebuah ruang bawah tanah yang lembap dan tidak terkena cahaya matahari, begitu masuk langsung tercium bau busuk yang menyengat hidung. Saat pintu dibuka, dan mendengar ada suara kursi roda yang mendekat, orang yang berada di dalam langsung mendongak menatap ke depan.“Ah, Yang Mulia datang untuk menemui aku juga.”Orang itu menyunggingkan senyum yang kaku. Dia yang dulu adalah seorang duta besar terhormat kini menjadi tak lebih dari seperti tawanan perang. Kursi roda berhenti, lalu sang Ratu menatapnya, orang yang sudah meneaninya selama puluhan tahun lebih.“Fred, apa kamu menyesal?” tanyanya.“Menyesal? Apa yang perlu disesali? Aku menyesal kenapa eksperimennya nggak aku lakukan lebih awal? Atau menyesal karena terlalu banyak berpikir? Ataukah menyesal karena aku nggak menyadari lebih awal kalau kamu mencurigaiku? Yang menang memakan yang kalah, itu sudah hukumnya. Nggak ada yang perlu aku sesali.”Sang Ratu sempat terdiam sesaat mendengar kata-kata Fred.“Jadi kamu nggak pernah m
“Tapi sudah terlambat kalau terus menunggu sampai eksperimennya dimulai!” kata Shane seraya menggertakkan gigi.Dia tidak punya sisa waktu lagi untuk bertaruh. Kalau sampai ternyata eksperimennya keburu dimulai, betapa sakit hatinya Shane membayangkan tubuh Nathan yang masih kecil itu harus terbaring di atas meja operasi yang dingin dan dibedah seperti tikus percobaan. Dia tidak bisa menerima hal seperti itu terjadi. Dia tidak tega melihat anaknya yang masih kecil harus mengalami penderitaan yang sebegitu parahnya. Nathan tidak tahu apa-apa dan diculik begitu saja, terpisah dari ayahnya begitu lama. Dan sekarang, dia harus menghadapi semua ini. Bahkan … bahkan dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi.“Tapi kalau kamu ke sana sekarang, memangnya kamu bisa menolong Nathan?” Brandon bertanya.“Aku nggak peduli. Kalaupun aku harus mati, aku bakal tetap berusaha!”“Ya sudah, terserah kamu. Pergi sana!” Brandon tak lagi membujuk Shane. Dia memukul meja yang ada di depannya dan berseru kepada