“Aku tahu nomornya. Frans, kamu turun saja dulu.”Frans mengangguk dan langsung pergi dan menutup pintu kamar.“Jangan-jangan kamu cemburu gara-gara aku minta nomornya dia? Aku nanyain untuk orang lain!”“Aku tahu!” seru Brandon seraya mencubit hidung Yuna, lalu dia duduk di dekat Yuna dan bertanya, “Gimana tadi obrolan kamu sama Clinton?”“Mungkin masih ada sesuatu yang dia pikirin, jadi tadi dia nggak terlalu banyak ngomong. Tapi aku rasa, dia sudah tahu semua ini. Aku cuma masih nggak ngerti kenapa dia menuruti saja kemauan Dylan dan Kakek Gordon.”“Maksud kamu, dia sudah menyerahkan wewenang dia atas keluarga ini?”“Aku rasa mungkin dia takut nanti bakal terjadi kekacauan. Tapi kalau dilihat situasinya sekarang, sebenarnya sudah cukup kacau juga, sih.”Yuna masih tidak habis pikir kematian kakeknya ternyata bisa menimbulkan kekacauan yang begitu besar. Semua tetua di keluarga Tanoto pada datang dan menyaksikan keributan yang barusan terjadi di ruang duka.“Kalau kulihat situasinya
“Nggak, nggak ada kata ‘atau’. Mereka pasti bakal menuduh Clinton.”Yang dari awal mereka incar adalah kekuasaan yang selama ini berada di tangan Clinton. Sebenarnya ini semua tidak ada kaitannya dengan Yuna, tapi jika mereka tidak melemparkan kesalahan kepada aroma terapi yang Yuna buat, mereka akan kesulitan untuk mencari kesalahan Clinton.“Makanya itu aku lebih ingin secepatnya cari tahu siapa yang mengutak-atik aroma terapinya,” kata Yuna, “Clinton tadi bilang, selain aku dan dia, cuma ada Pak Roji yang pernah nyentuh aroma terapinya. Tapi Pak Roji sudah bertahun-tahun kerja di sini, dan dia setia banget sama kakekku. Aku rasa nggak mungkin dia pelakunya. Aku benar-benar kehabisan ide kapan dan gimana caranya si pelaku mengutak-atik aroma terapinya.”“Keluarga Tanoto kan gede banget, dan kalian juga punya banyak murid didik. Gimana caranya kamu menjamin nggak ada orang lain yang nyentuh,” balas Brandon.“Nggak mungkin! Memang Kakek punya banyak murid, tapi kamu sudah lihat sendiri
“Kamu sudah dengar soal apa yang terjadi di keluarga Tanoto?”“Maksud kamu tentang kematiannya Gideon?” tanya Logan sambil perlahan merapikan kaleng-kalengnya seolah tidak begitu peduli dengan apa yang ingin Cecilia sampaikan.“Nggak cuma itu saja. Sebelumnya kamu pernah dengar orang yang namanya Dylan? Dari hubungan kamu sama Yuna di masa lalu, berapa banyak yang kamu tahu tentang keluarga mereka?”“Kalau bukan Mama yang kasih tahu aku, aku bahkan nggak tahu Yuna itu anggota keluarga Tanoto. Kamu pikir seberapa jauh yang aku tahu tentang mereka?”“Hah?! Kamu ini sebagai cowok payah banget.”“Itu semua sudah berlalu, nggak perlu dibahas lagi! Kamu cari aku pastinya bukan cuma untuk membahas itu doang, ‘kan?”“Kalau kamu nggak tahu banyak tentang mereka, apa lagi yang perlu aku ….”“Memangnya aku ada bilang aku nggak tahu apa-apa tentang mereka?”“Jadi? Kamu ….”“Dulu aku memang nggak tahu apa-apa, tapi nggak berarti sekarang masih sama. Si Dylan itu anak bungsunya Gideon. Umurnya ngg
“Di dunia ini nggak ada yang namanya musuh abadi, dan nggak ada juga yang namanya sekutu abadi. Lihat saja kita berdua, sekarang kita malah ada di satu kubu yang sama …. Kita nggak usah bahas soal hubungan saudara, atau darah lebih kental daripada air, atau apalah itu. Aku nggak pernah peduli soal hubungan persaudaraan, dan kamu lebih nggak peduli lagi soal itu. Kita bisa bersatu sekarang karena kita punya tujuan yang sama. Singkatnya, hubungan kita ini juga didasar keuntungan pribadi, betul?”Sampai di titik ini, cara Cecilia menatap Logan berubah jadi sangat serius dan mendalam.“Kamu nggak usah ngelihat aku kayak begitu,” ujar Logan bergurau, “Sudah kubilang, kita ini bukan musuh, setidaknya untuk sekarang. Asalkan kita punya tujuan yang sama dan saling mendapatkan keuntungan, selamanya kamu adalah adikku, dan aku juga bakal menjadi kakak yang baik.”“Ya sudahlah, aku akui apa yang kamu bilang tadi memang benar. Jadi lanjut soal keluarga Tanoto … berhubung kamu tahu sebanyak itu, ap
“Terus, apa hubungannya sama barang-barang yang kamu kerjain itu?” tanya Cecilia keheranan, “Jangan bilang kamu mau bikin aroma terapi yang sama persis kayak yang Yuna buat?”Nada bicara Cecilia sedikit banyak mengandung maksud menyindir, tapi Logan tidak marah dan hanya tersenyum, “Aku nggak bisa, tapi bukan berarti nggak ada orang lain yang bisa. Jangan meremehkan aroma terapi yang kecil ini. Kalau kamu tambahkan sesuatu di dalamnya … cukup sedikit saja, sudah bisa jadi alat pembunuh yang nggak meninggalkan jejak.”Mendengar perkataan Logan dan melihat tatapan matanya ketika berbicara itu membuat Cecilia merinding.“Sudah, nggak usah mutar-mutar. Jadi maksud kamu, kamu mau cari orang yang bisa bikin aroma terapi sama persis seperti apa yang Yuna bikin, terus kamu masukkin sesuatu di dalamnya? Tapi gimana kamu tahu kalau yang orang itu bikin bakal jadi sama persis, dan gimana kamu tahu Dylan bakal membutuhkan barang itu?”Kurang lebih Cecilia sudah menangkap apa maksud Logan, tapi dia
Selama ini Logan mengira Yuna hanyalah seorang perempuan yang lemah dan tidak berdaya, tapi siapa yang menduga kalau ternyata dia juga berasal dari keluarga yang ahli dalam bela diri kuno. Saat itu Brandon mengerahkan anak buahnya yang hanya pengawal biasa untuk bertarung, jelas mereka bukanlah tandingan orang yang memiliki latar belakang bela diri.Namun, tetap saja Yuna hanyalah seorang perempuan, dan lagi dia juga sudah lama pergi dari keluarga Tanoto untuk waktu yang sangat lama. Saat Logan masih berpacaran dengan Yuna pun, dia tidak pernah melihat Yuna latihan satu kali pun. Kalaupun keahliannya masih tetap terasah, dia hanyalah seorang wanita yang tentu saja fisiknya tidak sekuat pria.Sekarang Yuna juga memiliki Brandon dan Uniasia yang siap membantunya kapan saja. Jika Logan bisa mengendalikan Kusumo Group dan memanfaatkan kekayaan yang mereka miliki, itu sudah lebih dari cukup untuk menghadapi Uniasia. Jika Logan berhasil menjalankan rencananya dan menghapus semua kesalahan ya
Begitu masuk, dia langsung membuat dirinya nyaman di sofa dengan kedua tangan terlindung di dalam saku jasnya. Satu kakinya bergoyang mengikuti irama, dan matanya menatap ke arah Cecilia.“Kak, ada sesuatu yang mau aku omongin.”“Apa?” tanya Cecilia sabil mendekatkan badannya dengan wajah yang dihiasi senyum ramah.Akan tetapi, Edward malah diam saja dan kini menatap Logan dengan ekspresi yang kurang mengenakkan. Logan yang semula sedang menyesap tehnya perlahan pun menatap balik Edward dengan wajah kebingungan. Keduanya saling bertukar pandang satu sama lain selama beberapa detik.“Kamu nggak bisa lihat situasi, ya? Apa kamu nggak sadar aku lagi ada hal penting yang perlu diomongin? Cepat keluar!” bentak Edward yang terlebih dahulu kehilangan kesabarannya.“Siapa? Aku?” tanya Logan sembari menunjuk batang hidungnya sendiri, tapi dia memasang wajah pura-pura kaget dan berkata, “Tapi ini kantorku.”“Siapa peduli ini kantornya siapa. Intinya satu gedung ini punya keluargaku. Kalau sekar
“Kenapa? Kamu pikir aku nggak bisa? Aku tahu aku baru masuk, dan aku juga anak haram, makanya kalian semua memandang rendah kau. Padahal kalian bilang memperlakukan semua orang dengan adil dan dianggap sebagai keluarga sendiri. Padahal semuanya cuma omong kosong, cih! Ngomong doang, dasar munafik!”“Edward, kamu nggak boleh ngomong begitu! Aku nggak bilang kamu nggak bisa, tapi kenapa kamu bisa kepikiran untuk masuk ke divisi ini?”Melihat Cecilia tidak langsung menolak permintaannya, Edward jadi merasa jauh lebih senang dan langsung mengangkat kepalanya, “Jadi kamu mau serahin ke aku?”“Buka begitu. Kamu tetap harus kasih aku alasan yang kuat. Menunjuk seseorang untuk jadi penanggung jawab, apalagi ini proyek baru. Aku harus tahu dulu apa visi kamu tentang proyek ini.”Edward sedikit kecewa karena tidak mendapatkan jawaban yang dia mau. Karena tidak memiliki alasan yang kuat untuk itu, Edward pun merengek, “Proyek baru ini penuh tantangan bagiku! Proyek lama yang kita kerjain selama i
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S