Kota Johar, bandara.Setelah pesawat mendarat dengan sempurna, di sana sudah ada mobil pribadi yang siap menjemput Brandon untuk langsung berangkat menuju kediaman keluarga Tanoto. Yuna sudah tertidur pulas selama perjalanan, jadi dia tidak bisa tidur lagi. Dia hanya melamun menatap jendela dengan hati yang penuh kekalutan.Ketika mobil sudah berkendara sampai setengah jalan, tiba-tiba Brandon mendapatkan sebuah panggilan, dan raut wajah Brandon langsung menegang seusai dia berbicara di telepon.“Soal keluarga Tanoto?” tanya Yuna.Dengan jarak duduk yang begitu dekat, sepertinya mustahil Yuna tidak mendengar pembicaraan itu. Dia pun tahu Brandon pasti curiga dan meminta anak buahnya untuk melakukan penyelidikan.“Selain Clinton, masih ada satu orang lagi … Dylan.”Nama Dylan bagaikan sebuah mantra yang membangkitkan ingatan Yuna yang telah tertimbun lama. Rasanya sudah lama sekali Yuna tidak mendengar nama itu. Dylan adalah nama dari om Yuna yang paling kecil. Dulu Gideon sangat menyuk
Jika memang Yuna yang menjadi incaran, berarti mereka sudah yakin bahwa Yuna yang melakukannya. Hanya saja, Yuna merasa semua kejadian ini sungguh konyol. Sebelum mendapatkan jawaban yang bisa dia raba dari ekspresi mata Brandon, Yuna sudah tertawa dan berkata, “Konyol banget! Untuk apa aku ngeracunin Kakek? Lagian, aku sudah juga berapa tahun nggak pulang. Paling lama juga cuma dua hari di sana waktu Kakek ulang tahun! Kakek baru meninggalnya kemarin, terus mereka anggap aku yang ngeracunin? Kapan dan alasannya apa aku ngeracunin Kakek?”“Semua petunjuk yang ada menunjukkan kalau ini cuma perangkap, jadi mereka nggak perlu alasan kenapa. Apalagi, kamu juga tahu kalau ini fitnah. Dari awal mereka memang punya niat jahat sama kamu.”Saat pertama kali mendengar hal itu, Brandon pun sangat syok dan marah, tapi untuk sekarang situasinya masih belum bisa dinyatakan dengan jelas. Kalau memang ini adalah fitnah, untuk apa mereka memfitnah Yuna, dan siapa yang akan diuntungkan dalam hal ini? C
Yuna melirik ke kiri ke kanan dan berkata, “Mau apa kalian?!”Kedua penjaga itu jelas hanya menjalankan perintah. Mereka hanya berdiri mengelilingi Yuna tanpa melakukan apa pun. Frans berjaga di depan Brandon dan Yuna dengan posisi siaga. Ketegangan yang terjadi ini bagaikan bom yang bisa meledak kapan saja.“Kalian bukan bawahan keluarga Tanoto. Ngapain kalian di sini?”Setelah memperhatikan sekelilingnya, Yuna menyadari bahwa mereka bukanlah anak buah milik keluarga Tanoto yang dia kenal.“Siapa bilang mereka bukan bawahan keluarga Tanoto?”Seketika itu terdengar suara yang disusul oleh sesosok pria yang keluar dari dalam rumah. Spontan, kedua penjaga itu langsung membuka jalan untuknya. Raut pria itu terlihat cukup matang dengan sedikit kerutan di wajahnya. Yang paling mencolok tidak lain adalah bekas luka pisau yang panjang di pipi sebelah kiri. Rambutnya juga sudah mulai menipis, meski warnanya masih cukup hitam pekat. Walaupun kesan yang tersisa di dalam ingatan Yuna sudah sediki
“Terserah Om mau bilang apa. Pokoknya aku mau berdoa untuk Kakek dulu.”Daripada berdebat tanpa tujuan yang jelas dengan omnya, lebih baik Yuna mengucapkan salamnya dulu kepada sang kakek. Yuna ingin melihat jasad kakeknya untuk terakhir kali selagi masih sempat. Setidaknya, dia bisa melihat secara langsung apa yang terjadi padanya.“Kamu nggak ada hak untuk ketemu Kakek!”Dylan segera menutupi jalan Yuna dan memanggil anak buahnya kemari.“Tunggu sebentar!” seru Brandon sembari melindungi Yuna di belakangnya. “Kalau orang lain tahu kamu bikin onar di pemakamannya Pak Gideon, apa nanti nggak jadi bahan lelucon?”“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur dalam urusan keluarga Tanoto!”“Aku suaminya Yuna, jadi Pak Gideon bisa dibilang kakekku juga. Jadi, aku punya hak untuk ikut campur dalam urusan ini! Kalau aku nggak salah ingat, semua urusan di keluarga ini dipegang sama Clinton. Kenapa malah orang nggak berkepentingan kayak kamu yang berisik?”Dylan tidak marah atau terpancing emosinya men
Dylan tersenyum puas mendengar suara keributan yang yang terjadi di belakang, tapi ketika dia baru saja membalikkan badan untuk situasinya, seketika itu dia merasakan embusan angin dingin yang menusuk tulang. Dan sesaat kemudian, dia merasakan ada tangan yang sudah menepuk bahunya.Dylan yang siap siaga bahkan sampai sampai mengeluarkan keringat dingin. Dari sudut matanya dia melihat para anak buah yang dia bawa sudah terkapar di lantai tak berdaya.Bagaimana mungkin?! Mana mungkin hanya dalam waktu beberapa detik saja Yuna bisa secepat itu menumbangkan mereka?“Kamu ….” Bahkan Dylan sampai tergagap karena syok melihat apa yang terjadi. Dia pun menelan air liurnya dan berkata, “Kamu berani kurang ajar sama orang yang lebih tua?”“Justru aku menghormati Om Dylan sebagai senior. Kalau nggak, Om sudah jadi gundukkan tanah dari tadi!”Tak bisa dipungkiri bahwa Dylan adalah bagian dari keluarga Tanoto, dan juga merupakan anak kandungnya Gideon. Karena dua hal ini, Yuna masih menyimpan rasa
“Aku bukan orang luar. Aku cucu menantunya Pak Gideon, dan aku juga bisa dibilang salah satu anggota keluarga Tanoto. Hari ini aku datang untuk berbelasungkawa atas kepergiannya Pak Gideon,” kata Brandon dan kemudian hendak menyusul Yuna.Akan tetapi, tongkat yang dipegang Gordon masih tidak bergerak. Gordon masih bersikeras tidak mengizinkan Brandon untuk masuk ke dalam.“Aku sudah dengar tentang pernikahan kalian, tapi sepertinya itu cuma sebatas janji lisan, dan kalian nggak pernah mengurus pernikahan kalian secara resmi. Tanpa itu, aku nggak bisa menganggap kamu sebagai satu keluarga. Keluarga Tanoto punya peraturan sendiri, dan karena kamu ada di sini, kamu harus mematuhi peraturan yang berlaku.”“Aku ….”Sebelum Brandon selesai berbicara, Yuna melayangkan tatapan matanya ke arah Brandon dan berkata, “Kakek Gordon benar. Kamu tunggu di sini saja sebentar. Aku nggak lama, kok.”Walaupun Yuna tidak berkata apa-apa selain ucapan singkat itu, Brandon bisa menangkap maksud Yuna dengan
Wewangian?Jadi … masalahnya ada di wewangian yang Yuna berikan tempo hari?“Iya, itu aku yang bikin. Belakangan ini Kakek lagi susah tidur, jadi aku bikin aroma terapi yang punya efek menenangkan supaya Kakek bisa tidur lebih nyenyak. Kenapa memangnya?”“Kenapa? Kamu masih berani tanya kenapa?” seru Dylan, “Justru wewangian itu yang bikin kakek kamu tidur untuk selamanya!”“Jadi, kalian menganggap penyebab kematiannya gara-gara aroma terapi itu?”Daripada terus berputar-putar tanpa akhir yang jelas, lebih baik Yuna langsung berbicara ke intinya.“Seharusnya kamu sendiri yang paling tahu apa yang ada di dalam wewangian itu,” kata Dylan.Di antara para tetua yang duduk di samping, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Sejujurnya Yuna pun tahu apa yang ada di pikiran mereka. Dengan diam, itu berarti entah mereka setuju dengan Dylan dan menganggap ada sesuatu yang tidak beres dengan wewangian tersebut, atau mereka lebih memilih untuk tetap netral dan melihat ke mana arahnya k
“Hahaha ….”Tiba-tiba saja Yuna malah melepaskan suara tawa aneh yang membuat semua orang di tempat merinding. Di tempat dengan suasana yang begitu serius seperti ruang duka, bisa-bisanya dia malah tertawa. Tindakan Yuna ini benar-benar dianggap kurang ajar dan tidak menghormati orang yang lebih tua darinya.Sebagai tetua yang paling senior di sana, Gordon jadi merasa tersinggung dan membalas ucapan Yuna, “Yuna! Jangan kurang ajar kamu di depan kakek kamu! Bisa-bisanya kamu ketawa di saat kayak begini, mau ditaruh di mana muka kamu!”“Kakek Gordon, gimana aku nggak ketawa ngelihat lawakan begini. Kakek yang sudah ada di surga juga pasti bakal ketawa. Baru saja Kakek meninggal, tapi sudah ada orang yang nggak sabar mau bikin rusuh.”“Siapa yang bikin rusuh?” tanya Dylan.“Siapa lagi? Kamu pasti tahu siapa yang aku maksud! Dylan, aku menghormati kamu sebagai orang yang lebih tua, makanya selama ini aku panggil Om, tapi kamu sudah keterlaluan kali ini! Semua yang ada di sini juga tahu su
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S