“Sharon, Sharon ....” Setelah memanggil adiknya dua kali, adiknya tak kunjung berhenti. Calvin ingin mengejar adiknya, tapi dia juga mempertimbangkan yang di sini.Bagaimanapun, dia datang ke sini dengan membawa misi. Dia harus meminta maaf dengan benar, jangan sampai membuat hubungan kedua keluarga jadi rusak.Sharon kembali ke rumah dua hari yang lalu sambil menangis dengan menjadi-jadi. Awalnya orang tuanya sangat marah ketika mereka tahu Sharon telah dipukul orang lain. Mereka ingin mencari perhitungan dengan orang yang telah memukul putri mereka. Setelah itu, mereka baru tahu kalau Sharon pergi mencari tunangan Brandon dan keduanya berkelahi. Karena itu, mereka pun jadi ragu-ragu.Mereka tahu jelas orang seperti apa Brandon. Kalau hanya Sharon yang dipukul, mereka masih bisa membela Sharon. Akan tetapi, putri mereka sendiri yang ke sana dan cari masalah lebih dulu. Selain itu, mereka tidak tahu bagaimana kondisi tunangan Brandon. Mereka pun kesulitan menyelesaikan masalah ini.Set
Dibandingkan dengan keluarga lain, keluarga Setiawan memang cukup makmur dan memiliki banyak anggota keluarga. Dari generasi ayahnya Brandon saja sudah banyak anak. Hingga saat ini, nenek Brandon juga masih hidup.Hanya saja karena sudah berumur, dia tidak ingin mengurus apa-apa lagi. Semua urusan keluarga Setiawan ditangani oleh Brandon. Dengan kata lain, paman, tante dan yang lainnya juga harus menuruti perkataan Brandon dalam urusan keluarga. Namun, Yuna sepertinya belum pernah mendengar Brandon memiliki saudara kandung. Kalau begitu, mengapa tadi Calvin memanggilnya kakak?Brandon membelai tengkuk Yuna dengan lembut dan menjawab, “Karena aku anak tertua keempat.”“Hah?” Yuna tampak terkejut, “Kok aku nggak tahu kamu punya saudara?”“Sebenarnya masalah ini nggak boleh diungkit lagi di keluarga kami. Nggak banyak orang luar yang tahu soal ini. Sekalipun tahu, juga sudah berlalu bertahun-tahun lamanya. Pelan-pelan nggak ada yang ungkit lagi, orang-orang pun jadi lupa,” ujar Brandon d
“Tentu saja kamu akan selalu bersamaku. Memangnya kamu masih ingin kabur?!” Brandon tertawa pelan, “Mau kabur juga nggak bisa. Akhir-akhir jadi malas, nggak? Aku dengar sabun Savon de Marseille sudah hampir rampung, kan?”Yuna tahu Brandon ingin mengalihkan topik pembicaraannya. Yuna pun membiarkannya saja dan mulai bertingkah manja padanya, “Mana ada bos seperti kamu? Sudah pulang ke rumah masih saja mau awasi karyawannya. Kalau kamu desak terus, aku mogok kerja, loh.”“Kamu nggak akan mogok kerja. Kamu masih harus buatkan aromaterapi untuk kakekmu.” Brandon berkata sambil tersenyum, “Sabun Savon de Marseille ini juga merupakan upaya baru. Kalau hasilnya bagus, seharusnya akan ada lebih banyak proyek kerja sama di masa depan. Kita juga akan lebih mudah membuka pasar di Prancis.”Brandon seorang pengusaha, tentu saja dia memiliki visi jangka panjang seorang pengusaha. Yuna tidak tahu banyak tentang dunia bisnis. Namun, dia tahu bagaimana memadukan wewangian dan membuat parfum. Dia juga
“Kalau begitu untuk apa kamu masih omong kosong di sini?!” tukas pria itu sambil tertawa sinis. Jawabannya sudah jelas, dia hanya ingin mengolok-olok Cecilia.Wajah Cecilia tampak tenang. Ujung bibirnya terangkat, membentuk seulas senyum mengejek ketika melihat penampilan pria yang sedang terpuruk itu. “Aku memang nggak bisa putar balik waktu. Tapi aku bisa buat kamu bangkit kembali. Perusahaan nggak bisa diselamatkan, tapi bisa dimulai kembali dari awal.”“Ngomong doang gampang. Mulai dari awal.” Pria itu terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kamu tahu betapa sulitnya bagi aku untuk memulai perusahaan ini? Aku benar-benar mulai dari nol dan sampai ke aku yang sekarang selangkah demi selangkah. Semua yang ada di perusahaanku, meja dan kursi di dalamnya, itu semua jerih payahku. Kamu bilang mulai dari awal lagi?! Pakai apa aku mulai dari awal lagi sekarang?!”“Makanya, aku bantu kamu.” Cecilia berjalan dan berdiri diam di depan pria itu dengan tangan di belakang, seperti
“Nggak peduli kamu mau akui atau nggak, kita memang saudara.” Cecilia tetap menekankan.Ibunya mengira dia tidak tahu. Sebenarnya tidak hanya Cecilia, tapi ayahnya juga tahu kalau ibunya memiliki anak laki-laki di luar, anak dari mantan suaminya.Alasan mereka tidak mengungkapkan hal ini dan pura-pura tidak tahu adalah karena keluarga Kusumo masih membutuhkan Tania, untuk menangani urusan dalam keluarga, menyelesaikan masalah besar maupun kecil dalam keluarga. Keluarga besar seperti keluarga Kusumo tidak bisa tidak memiliki kepala rumah tangga.Tentu saja, juga untuk menjaga harga diri mereka sebagai orang kaya agar tidak ditertawakan oleh orang lain. Karena Tania menanganinya dengan hati-hati, juga tidak berniat membawa kembali anaknya itu, maka Daniel pun memilih menutup sebelah mata.Logan jelas tidak setuju dengan kata-kata Cecilia, “Kalau begitu, kenapa kamu nggak pergi cari adikmu saja? Kalian saudara seayah malah.”Perset*n dengan saudara seibu. Jangankan saudara seibu lain ayah
“Aku akan bekerja sama denganmu.” Logan tiba-tiba berkata dengan keras. Cecilia menghentikan langkah kakinya, lalu melihat ke belakang.“Aku akan bekerja sama denganmu.” Logan mengulangi ucapannya, lalu berusaha untuk bangun. Botol serta kaleng di sekitarnya jatuh ke lantai dan menimbulkan suara kelontang. Namun, Logan tidak menghiraukan hal itu. Dia hanya bertanya, “Apa yang kamu ingin aku lakukan?”Cecilia melengkungkan bibirnya dan tersenyum.“Tenang saja, aku nggak akan tipu kamu.” Cecilia berbalik dan berdiri di depan Logan lagi. “Aku ada beberapa orang yang khusus bantu aku lakukan berbagai hal. Kurang lebih sudah termasuk sebuah organisasi. Hanya saja aku nggak leluasa turun tangan dalam beberapa hal. Ada juga kata-kata yang nggak leluasa aku katakan. Kamu saja yang lakukan.”“Dengan kata lain, aku gantikan kamu untuk lakukan hal-hal kotor.” Logan terkekeh, tidak menyangka perempuan yang terlihat lemah lembut itu bisa-bisanya melakukan hal seperti ini. Seandainya bukan Cecilia y
“Hahaha ....” Cecilia spontan tertawa terbahak-bahak, “Kamu lagi bercanda? Kamu tahu nggak kenapa aku cari kamu?”“Karena ... kamu bukan anggota keluarga Kusumo.” Cecilia menjawab pertanyaannya sendiri dengan penekanan pada setiap kata. “Nama belakangmu bukan Kusumo. Kamu bukan bagian dari keluarga Kusumo. Nggak peduli seberapa besar kamu inginkan harta keluarga Kusumo, itu nggak ada hubungannya denganmu sekalipun kamu ungkapkan identitasmu.”Oleh karena itu, Cecilia merasa agak takut pada anak yang dilahirkan selingkuhan papanya. Akan tetapi, kebenciannya terhadap Logan tidak sebesar itu. Dengan begitu, tidak ada konflik kepentingan.“Aku akan cari waktu yang tepat dan datang cari kamu lagi. Sebelum itu, aku harap lain kali aku nggak lihat kamu yang seperti ini lagi.” Usai berkata, Cecilia memakai kacamata hitamnya dan pergi dengan tenang seperti saat dia datang.***Sabun Savon de Marseille sudah memasuki tahap akhir dan hampir siap. Yuna menyerahkan sisa pengerjaan akhir kepada Stel
"...." Begitu kalimat itu keluar, Yohanes langsung menyadari bahwa perempuan itu hanya sedang menggodanya saja. Sayangnya, mulut lebih cepat dari otak, dan sudah terlambat bagi dirinya untuk menarik kembali ucapan itu.Pria itu mendelik ke arah Yuna dengan tidak senang, sambil melepas ransel di pundaknya, "Ini untukmu!" Yohanes melemparkan tas beserta seluruh isinya hingga membuat Yuna terkejut, "Apa ini?" "Hal yang kamu mau!" ucapnya.Tas itu cukup berat, ketika Yuna tadi menangkapnya dengan satu tangan, tas tersebut langsung tergelincir dan hampir terjatuh. Perempuan itu pun buru-buru menahan tas tersebut dengan tangan yang lain. "Apakah tas ini boleh dibuka?" tanya Yuna sambil menatap pria itu."Sudah kubilang itu untukmu, mau buka atau nggak, terserah kamu!" ucap pria itu dengan sedikit canggung.Yuna tersenyum tipis sambil membuka sedikit ritsleting tas tersebut. Sepotong kayu besar, yang dibungkus dan dijejalkan secara paksa ke dalam tas itu langsung mencuat keluar. Pantas saja
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi