Yuna ragu-ragu apakah akan bertanya pada Brandon lalu bagaimana menanyakannya. Saat Yuna tengah bimbang, Brandon berjalan ke arahnya, sambil mengangkat telepon beberapa kali lalu mematikan Bluetooth ponselnya. Kemudian, pria itu bertanya, “Kamu sudah dengar soal Sharon, kan?”Yuna spontan terkejut. Dalam hati bertanya, apakah Brandon harus begitu terus terang seperti ini?“Aku hanya dengar ada orang yang bernama Sharon. Tapi aku nggak tahu siapa dia.” Yuna mengangguk dan menjawab dengan terus terang juga.Brandon melambaikan tangan pada Yuna, lalu membawa Yuna untuk duduk bersamanya. Setelah itu, dia baru memberi tahu Yuna dengan blak-blakan, “Namanya Sharon Kusnadi, adiknya Calvin. Calvin yang panjat tembok rumah kita waktu itu, yang juga numpang makan di rumah.”“Oh yang itu!” Setelah mendengar penjelasan Brandon, Yuna baru teringat dengan sosok perempuan itu.Akan tetapi, kedua kakak beradik itu lucu juga. Yang satu memanjat tembok dan tersetrum, tapi dengan tidak tahunya masih mau
“Untung sih untung, tapi ....” Yuna masih menempelkan tangannya di pipi Brandon. Kemudian, dia memiringkan kepala dan melihat kiri dan kanan wajah Brandon. Tidak peduli dilihat dari sudut mana pun, wajah pria itu benar-benar sempurna. “Benar-benar nggak ada perempuan yang menggila dan melemparkan dirinya padamu?”Pertanyaan itu muncul di benak Yuna, tapi mulutnya mengucapkannya tanpa sadar.Sorot mata Brandon seketika menjadi dalam. Kemudian, dia meraih tangan Yuna yang tidak bisa tenang, lalu dia berbalik menindih Yuna di bawahnya dan berkata, “Kamu kira semua perempuan sama beraninya seperti kamu?”Benar, Brandon memang sangat menarik dengan kualifikasinya itu. Namun, sejak dia mengambil alih perusahaan keluarganya dan mengamankan jabatannya saat ini, hanya dia sendiri yang tahu berapa banyak yang telah dia lalui. Dalam keadaan seperti itu, Brandon sama sekali tidak memiliki niat untuk memikirkan hal lain.Terlebih lagi ada Sharon yang tidak pernah lelah mengusir semua perempuan yang
Cecilia yang baru selesai berbelanja kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, dia hanya melihat ibunya. Dia pun tahu kalau ibunya memang sedang menunggunya.“Ma.” Cecilia memanggil ibunya sambil tersenyum. Kemudian, dia berjalan cepat ke arah sang ibu dan meletakkan kantong belanjaan di tangannya, “Aku beli syal baru untuk papa. Aku lihat model baru ini lumayan bagus, jadi aku belikan dua untuk Mama. Coba Mama lihat suka, nggak.”Sambil berkata, tangan Cecilia sibuk membuka kantong belanjanya dan hendak mengeluarkan syal yang dia beli.“Nanti saja, simpan saja dulu di sana.” Tania berkata, “Cecilia, kamu ke sini dulu.”Tania melambaikan tangan agar Cecilia duduk di sampingnya. Kemudian, dia menyuruh seseorang untuk pergi ke dapur dan mengambil sarang burung walet yang sudah dimasak. Setelah itu, dia menyuruh yang lainnya untuk pergi. Sehingga hanya tersisa mereka berdua di sana.“Ma, ada yang mau Mama katakan padaku?” ujar Cecilia sambil tersenyum, lalu melihat ke kiri dan ke kanan.Tan
“Cecilia, kamu tahu kalau kamu punya adik laki-laki ....”“Aku nggak punya adik!” Cecilia menyela, lalu berkata dengan tegas, “Ma, Mama dan papa hanya punya satu anak. Mama lupa? Aku nggak punya adik!”Tania menghela napas, raut wajahnya terlihat lelah, “Iya, kamu nggak mengakuinya, aku juga nggak mau mengakuinya. Tapi papa kamu bersikeras ingin membawa anak itu kembali. Bagaimana, dong?”“Sudah bertahun-tahun lamanya. Papa mau bawa dia kembali ke keluarga ini juga bukan masalah sehari dua hari lagi. Kalau memang semudah itu, papa nggak akan terus minta pendapat Mama. Ma, Mama masih sangat penting di keluarga ini.” Cecilia menoleh dan berkata dengan serius.Tentu saja Tania tahu kalau dirinya masih penting di keluarga ini. Kalau bukan karena hal itu, Daniel pasti sudah lama menceraikannya dan menikahi perempuan j*lang itu.Selama ini Tania berusaha menutup sebelah mata karena tidak ingin terlalu kejam. Ada berapa pria yang tidak memiliki simpanan di luar sana? Selama suaminya tidak ket
Kata-kata Cecilia seketika membuat pikiran Tania menjadi menjadi lebih terbuka. Dia pun bisa berpikir dengan lebih jernih.Benar juga, mengapa juga Tania harus menghentikan suaminya? Daniel ingin membawa anak dan perempuan itu kembali, biarkan saja mereka datang. Akan tetapi, mereka bisa masuk ke rumah ini dengan lancar atau tidak masih belum pasti. Terlebih lagi, sekalipun mereka telah masuk ke rumah ini, apakah mereka pasti bisa hidup dengan tenang?“Mama coba pikir, kalau mereka benar-benar datang ke sini, mereka harus hidup di bawah pengawasan Mama. Mereka pasti nggak akan bisa hidup dengan tenang. Apalagi di dunia yang penuh dengan rintangan ini, siapa juga yang bisa mencapai keinginannya dengan mulus? Semua orang pasti akan berjaga-jaga, kan.” Cecilia mengungkapkan semua yang ada di pikirannya.Tania yang awalnya masih bimbang dan kebingungan, kini seperti mendapat pencerahan. Pikirannya seketika menjadi jernih. Pada dasarnya Tania adalah orang yang cerdas. Dia hanya perlu pencer
Meski sudah siap secara mental, Yuna tetap terkejut ketika melihat kondisi Stella secara langsung.Ada beberapa bekas luka di wajah Stella. Meski sudah dikasih obat, luka-luka itu masih terlihat sedikit bengkak dan kemerahan.“Bukannya kamu bilang kamu hajar dia?” Bagaimanapun, Stella terlihat seperti orang yang kena hajar.Stella tetap berbangga diri, “Iya, dong! Kamu nggak lihat aku pukul dia habis-habisan. Aduh, dia menangis sampai mukanya jelek banget.”Stella merasa penuh kemenangan. Begitu dia mendapati tatapan curiga dari Yuna, dia spontan mengangkat tangan dan menyentuh pipinya sendiri. Dia langsung mendesis ketika jarinya menyentuh lukanya, lalu berkata, “Luka kecil saja ini, nggak sengaja tercakar kukunya. Kamu tahu, kan. Yang namanya kelahi pasti ada balas membalas, sulit dihindari untuk nggak terluka. Tapi dia jauh lebih parah dari aku. Jadi, aku yang hajar dia.”Stella tidak boleh kehilangan wajah. Sekalipun terluka, itu juga sesuatu yang bisa dia banggakan.Sementara itu,
Begitu Stella mengungkit hal tersebut, Yuna otomatis teringat dengan kata-kata Brandon kalau dia tidak pernah punya pacar sebelumnya. Yuna spontan tersenyum dan berkata, “Nggak akan.”“Apanya yang nggak akan?! Kamu nggak lihat keganasan perempuan itu.” Sambil berkata, Stella maju selangkah dan meletakkan satu tangan di depan dadanya. Kemudian, dia meremas tangannya seolah-olah sedang memegang tas. Setelah itu, sorot matanya menjadi tajam, dia pun bersikap dengan sangat arogan.“Dengar baik-baik. Cepat tinggalkan dia. Keluarga Setiawan nggak akan terima sembarang perempuan sebagai menantu. Kamu kira kamu benar-benar akan jadi nyonya besar? Sebutkan saja, berapa banyak uang yang kamu inginkan agar kamu kamu tinggalkan dia? Sepuluh miliar cukup, nggak?”Stella sengaja melebih-lebihkan kata-kata yang Sharon layangkan padanya. Selain itu, suara dan sikap mendominasi yang dibuat-buat itu membuat Yuna tertawa sampai keluar air mata, “Hentikan, Stella. Kamu mau buat aku mati karena tertawa?”“
Stella, “....”Yuna, “....”Masalah menjadi sebuah kesalahpahaman besar.“Bu Edith dengar dari mana desas-desus nggak berdasar ini? Aku sama sekali nggak ada hubungan dengan Pak Brandon.” Stella mengangkat tangan dan menyatakan kalau dia tidak memiliki hubungan dengan Brandon.Istri Brandon yang sebenarnya ada di sini, Stella tidak akan berani merebut posisi itu. Akan tetapi, Edith mengira Stella tidak mau mengakuinya. Karena itu, dia menepuk pundak Stella dan berkata, “Sudah, di sini nggak ada orang luar. Kamu nggak usah berpura-pura lagi. Sudah ada fotonya, kok. Jangan-jangan, kamu mau tunggu sampai hari pernikahan nanti baru kasih tahu kami?”“Foto? Foto apa?” Sampai Edith menyebut soal foto, Yuna baru tersadar.“Sudah ada di koran dan majalah. Bahkan di internet juga ada. Memangnya kamu nggak lihat berita?” Edith lebih terkejut daripada mereka. Bisa-bisanya mereka tidak tahu tentang berita yang sangat mengejutkan itu?!Yuna dan Stella menggelengkan kepala dengan serempak, lalu mere
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da