“Nggak kelihatan di mukamu, tapi kelihatan di matamu. Matamu memancarkan kecerdasan.” Pria itu menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan Yuna. Bahasa Indonesianya sangat lancar.“Bahasa Indonesiamu bagus sekali,” ujar Yuna, memuji tanpa menjawab kata-kata pria itu.“Terima kasih atas pujiannya.” Pria itu dengan senang hati menerima pujiannya, lalu memperkenalkan dirinya dengan ramah, “Halo, namaku Louis.”Setelah mengatakan itu, Louis mengulurkan satu tangan ke arah Luna dengan senyuman di wajahnya.Yuna menegakkan tubuhnya, tidak tertarik untuk berjabat tangan dengan pria itu. “Sudah mau berakhir.”Orang-orang dari pihak penyelenggara sudah keluar, dan mereka diminta untuk kembali masuk ke dalam. Kebisingan itu sudah berhenti, membuat telinga Yuna terasa lebih nyaman.Yuna kembali ke kursinya dan melihat pria itu ternyata duduk di belakangnya tapi posisi garis diagonal dari tempatnya. Pantas saja dia tidak mengingat pria itu.Melihat Yuna memandanginya, pria itu melambai
Will memandang pria itu dan bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan, “Bagaimana menurutmu?”“....” Pria itu terdiam sesaat.Apa maksudnya menurutnya? Dia memang berpikir begitu, makanya dia bertanya.“Jadi, kamu yakin memang begitu? Atau itu tebakanmu? Kata Will lagi. Kata-katanya membingungkan banyak orang, membuat semua bingung apa sebenarnya maksudnya.“Jelas sekali, kalau dilihat dari lembar jawaban kalian, ada banyak dari kalian yang juga berpikiran yang sama dengan Bapak ini, bukan?” tanya Will lagi.Tidak ada jawaban dari bawah panggung. Namun, meskipun tidak melihat isi lembar jawaban orang-orang, kalau dilihat dari pertengkaran mereka barusan, sepertinya memang banyak orang yang setuju.“Bagaimana dengan yang lain?” Will melihat sekeliling untuk terakhir kali, lalu berkata, “Mari kita umumkan hasilnya.”Pengawas di sampingnya mengangguk dengan hormat, lalu melangkah maju untuk mengumumkan hasilnya. Total ada sepuluh orang yang terpilih, diumumkan mulai dari peringkat sepuluh
Ekspresi di wajah Yuna tidak berubah, meskipun dicurigai semua orang. Dia masih terlihat acuh tak acuh, seolah-olah apa yang dibicarakan orang-orang tidak ada hubungannya dengan dirinya. Dia sama sekali tidak peduli.Pengawas itu melirik Pak Will, kemudian berkata, “Semuanya, tolong diam terlebih dahulu. Kalian ingin bertanya mengapa Bu Yuna bisa mendapatkan peringkat pertama dalam lomba ini, ‘kan? Kembali ke pertanyaan tadi, yaitu pertanyaan terakhir dalam babak final. Apa kalian semua yakin, jawaban kalian pasti benar?”“Apa jangan-jangan, kedua botol itu sama-sama karya Pak Will?” ujar seseorang tiba-tiba.Tadi waktu ada yang mengatakan bahwa tidak ada satu pun yang merupakan karya Pak Will, Pak Will tidak mengiyakannya. Itu artinya, itu salah. Kalau itu salah, maka sebaliknya, itu artinya kedua botol tadi adalah karya Pak Will.Pengawas itu tersenyum, lalu mengambil setumpuk kertas, yang merupakan kertas ujian yang baru saja mereka semua isi dan berkata, “Ini adalah kertas ujian ka
Yuna menatap orang itu dan menjawab dengan serius, “Siapa pembuat produk itu nggak berarti besar untuk jawaban kali ini. Apa yang ingin diuji dari soal ini adalah, analisis komposisi dan kualitas produk, bukannya menanyakan siapa pembuatnya.”“Jadi, kalau labelnya dilepas dan fokus pada dua karya itu sendiri, apa jawaban kalian akan sama seperti sekarang?” tanya Yuna, tidak mengharapkan jawaban.Pertanyaan ini benar-benar membuat banyak orang terdiam.Padahal, kalau dipikir baik-baik, kalau tidak ada dua label itu, bisa jadi jawabannya memang akan beda. Saat menjawab pertanyaan, mereka memang mengira salah satu pertanyaannya adalah apa kedua karya itu karyanya Pak Will.Mereka membuang banyak waktu dan pikiran untuk memikirkan hal itu, tapi tak disangka, hal itu sudah menyimpang dari inti lomba ini.Sekarang, kata-kata Yuna sudah membuat banyak orang menerima kekalahan mereka.Namun, masih ada yang tidak terima. “Maaf kalau aku lancang menanyakan ini, apa yang Bu Yuna katakana memang b
“Terima kasih,” jawab Yuna dengan sopan.“Tapi, aku masih ragu dengan apa yang kamu katakan tadi.” Topik pembicaraannya langsung berubah.Pria itu melanjutkan, “Kamu bilang kamu nggak terpengaruh dengan label. Kamu memang berpikir demikian, atau hanya mengatakannya saja untuk berdebat dengan orang itu?”Tanpa menunggu Yuna menjawab, pria itu melanjutkan lagi, “Tentu saja, bagaimanapun juga, jawabanmu memang sedikit lebih akurat dari yang lainnya. Mau dilihat dari sudut mana pun, kamu memang nggak perlu diragukan lagi untuk menjadi peringkat pertama. Itu sudah pasti.”Karena itulah, dia memanggil Yuna datang ke sini sendirian dan tidak mengatakan semua ini tadi.Yuna tidak marah mendengar perkataan pria itu, malahan berkata dengan tenang, “Sebenarnya, pemikiranku sama dengan Bapak dalam hal ini. Aku nggak begitu setuju dengan soal yang Bapak keluarkan. Pertanyaan itu sendiri sebenarnya adalah sebuah paradoks.” “Oh?” Will menaikkan alis, terdengar sedikit tidak setuju.Kelihatan sekali,
Yuna tersenyum, “Sebenarnya nggak perlu ditebak lagi. Sudah terlihat jelas dari gaya personal yang digunakan untuk membuat dua karya ini. Keduanya terkesan sangat terbuka dengan dunia luar dan mengandung aroma bluegrass yang kuat.”Dia jeda sejenak, lalu menatap Pak Will dalam-dalam, “Sangat mirip dengan parfum yang sedang Bapak gunakan.”“Jadi jawabanmu adalah ....” kata Will, tetap tanpa ekspresi. Tidak mengatakan benar ataupun salah.“Keduanya adalah karya Bapak,” kata Yuna dengan yakin.“Apa kamu yakin?” Dia mengangkat alisnya dan tertawa, “Kau harus tahu, ada banyak orang yang memberi jawaban yang sama seperti kamu. Selain itu, aku ingat jawabanmu di kertas itu adalah, kedua parfum itu memiliki perbedaan yang sangat besar.”“Benar. Aku yakin!” Yuna mengangguk dan berkata, “Selain itu, kedua parfum itu memang memiliki perbedaan yang sangat besar. Tapi, ada satu hal yang juga kutuliskan dalam lembar jawaban, yaitu aroma dasarnya sama. Hanya saja, mereka bisa memiliki perbedaan besar
Yuna tampak serius. Dia tidak setuju dengan perkataan itu, “Nggak. Kupikir apa yang Bapak katakan salah. Kami bukannya nggak punya peracik parfum yang hebat di Indonesia. Hanya saja, banyak talent yang hebat memilih untuk bergabung dengan tim peracik dan peneliti parfum asing ketika dihadapkan dengan pilihan. Karena itulah, aku jadi semakin lebih memilih untuk menetap di Indonesia. Aku harap, orang-orang bisa menyadari bahwa Indonesia juga ada peracik parfum yang hebat serta karya hebat yang laris manis di seluruh dunia.”Pak Will menghela napas, “Baiklah! Aku menghormati keputusanmu. Tapi, kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa menghubungi aku kapan saja!”“Terima kasih!”“Haha, aku kurang lebih bisa mengerti sekarang mengapa Lisa sangat suka berteman denganmu.”Yuna tertawa, “Mungkin aku lebih suka mengatakan yang sebenarnya.” “Ha ha ha......”Pak Will sangat senang, mengantar Yuna sampai ke luar venue dengan senyuman lebar di wajahnya.Ketika melihat mobil yang datang menjemputnya,
“Kamu lama sekali di dalam,” kata Brandon.Semua konsestan sudah pergi, tapi dia masih di dalam.Yuna mengangguk, “Pak Will menyuruhku tinggal untuk mengobrol sebentar, tapi jadinya agak lama.”“Apa yang dia katakan?”Setelah merenung sejenak, Yuna teringat akan kata-kata Pak Will dan merasa sedikit emosional, “Dia mengajakku untuk bergabung dengan timnya.”Brandon mengangguk berkali-kali, “Itu benar-benar pengakuan yang sangat besar. Apa kamu setuju?”“Nggak, aku menolaknya.” Sambil menggelengkan kepalanya, Yuna melihat ke luar jendela mobil. Lampu di jalanan berkedip-kedip. Paris benar-benar indah di malam hari. Ibu kotanya yang terkenal sebagai kota romantis di dunia ini memang tempat lahirnya parfum. Ada banyak merek besar, serta varian klasik yang berasal di sini. Dan hari ini, ketika dihadapkan dengan kesempatan seperti itu, dia menolaknya.“Ditolak? Kenapa?” Brandon jeda sebentar, lalu berkata dengan setengah bercanda, “Takut kangen denganku?”Yuna melirik pria itu dengan kesal.
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta