Ekspresi di wajah Yuna tidak berubah, meskipun dicurigai semua orang. Dia masih terlihat acuh tak acuh, seolah-olah apa yang dibicarakan orang-orang tidak ada hubungannya dengan dirinya. Dia sama sekali tidak peduli.Pengawas itu melirik Pak Will, kemudian berkata, “Semuanya, tolong diam terlebih dahulu. Kalian ingin bertanya mengapa Bu Yuna bisa mendapatkan peringkat pertama dalam lomba ini, ‘kan? Kembali ke pertanyaan tadi, yaitu pertanyaan terakhir dalam babak final. Apa kalian semua yakin, jawaban kalian pasti benar?”“Apa jangan-jangan, kedua botol itu sama-sama karya Pak Will?” ujar seseorang tiba-tiba.Tadi waktu ada yang mengatakan bahwa tidak ada satu pun yang merupakan karya Pak Will, Pak Will tidak mengiyakannya. Itu artinya, itu salah. Kalau itu salah, maka sebaliknya, itu artinya kedua botol tadi adalah karya Pak Will.Pengawas itu tersenyum, lalu mengambil setumpuk kertas, yang merupakan kertas ujian yang baru saja mereka semua isi dan berkata, “Ini adalah kertas ujian ka
Yuna menatap orang itu dan menjawab dengan serius, “Siapa pembuat produk itu nggak berarti besar untuk jawaban kali ini. Apa yang ingin diuji dari soal ini adalah, analisis komposisi dan kualitas produk, bukannya menanyakan siapa pembuatnya.”“Jadi, kalau labelnya dilepas dan fokus pada dua karya itu sendiri, apa jawaban kalian akan sama seperti sekarang?” tanya Yuna, tidak mengharapkan jawaban.Pertanyaan ini benar-benar membuat banyak orang terdiam.Padahal, kalau dipikir baik-baik, kalau tidak ada dua label itu, bisa jadi jawabannya memang akan beda. Saat menjawab pertanyaan, mereka memang mengira salah satu pertanyaannya adalah apa kedua karya itu karyanya Pak Will.Mereka membuang banyak waktu dan pikiran untuk memikirkan hal itu, tapi tak disangka, hal itu sudah menyimpang dari inti lomba ini.Sekarang, kata-kata Yuna sudah membuat banyak orang menerima kekalahan mereka.Namun, masih ada yang tidak terima. “Maaf kalau aku lancang menanyakan ini, apa yang Bu Yuna katakana memang b
“Terima kasih,” jawab Yuna dengan sopan.“Tapi, aku masih ragu dengan apa yang kamu katakan tadi.” Topik pembicaraannya langsung berubah.Pria itu melanjutkan, “Kamu bilang kamu nggak terpengaruh dengan label. Kamu memang berpikir demikian, atau hanya mengatakannya saja untuk berdebat dengan orang itu?”Tanpa menunggu Yuna menjawab, pria itu melanjutkan lagi, “Tentu saja, bagaimanapun juga, jawabanmu memang sedikit lebih akurat dari yang lainnya. Mau dilihat dari sudut mana pun, kamu memang nggak perlu diragukan lagi untuk menjadi peringkat pertama. Itu sudah pasti.”Karena itulah, dia memanggil Yuna datang ke sini sendirian dan tidak mengatakan semua ini tadi.Yuna tidak marah mendengar perkataan pria itu, malahan berkata dengan tenang, “Sebenarnya, pemikiranku sama dengan Bapak dalam hal ini. Aku nggak begitu setuju dengan soal yang Bapak keluarkan. Pertanyaan itu sendiri sebenarnya adalah sebuah paradoks.” “Oh?” Will menaikkan alis, terdengar sedikit tidak setuju.Kelihatan sekali,
Yuna tersenyum, “Sebenarnya nggak perlu ditebak lagi. Sudah terlihat jelas dari gaya personal yang digunakan untuk membuat dua karya ini. Keduanya terkesan sangat terbuka dengan dunia luar dan mengandung aroma bluegrass yang kuat.”Dia jeda sejenak, lalu menatap Pak Will dalam-dalam, “Sangat mirip dengan parfum yang sedang Bapak gunakan.”“Jadi jawabanmu adalah ....” kata Will, tetap tanpa ekspresi. Tidak mengatakan benar ataupun salah.“Keduanya adalah karya Bapak,” kata Yuna dengan yakin.“Apa kamu yakin?” Dia mengangkat alisnya dan tertawa, “Kau harus tahu, ada banyak orang yang memberi jawaban yang sama seperti kamu. Selain itu, aku ingat jawabanmu di kertas itu adalah, kedua parfum itu memiliki perbedaan yang sangat besar.”“Benar. Aku yakin!” Yuna mengangguk dan berkata, “Selain itu, kedua parfum itu memang memiliki perbedaan yang sangat besar. Tapi, ada satu hal yang juga kutuliskan dalam lembar jawaban, yaitu aroma dasarnya sama. Hanya saja, mereka bisa memiliki perbedaan besar
Yuna tampak serius. Dia tidak setuju dengan perkataan itu, “Nggak. Kupikir apa yang Bapak katakan salah. Kami bukannya nggak punya peracik parfum yang hebat di Indonesia. Hanya saja, banyak talent yang hebat memilih untuk bergabung dengan tim peracik dan peneliti parfum asing ketika dihadapkan dengan pilihan. Karena itulah, aku jadi semakin lebih memilih untuk menetap di Indonesia. Aku harap, orang-orang bisa menyadari bahwa Indonesia juga ada peracik parfum yang hebat serta karya hebat yang laris manis di seluruh dunia.”Pak Will menghela napas, “Baiklah! Aku menghormati keputusanmu. Tapi, kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa menghubungi aku kapan saja!”“Terima kasih!”“Haha, aku kurang lebih bisa mengerti sekarang mengapa Lisa sangat suka berteman denganmu.”Yuna tertawa, “Mungkin aku lebih suka mengatakan yang sebenarnya.” “Ha ha ha......”Pak Will sangat senang, mengantar Yuna sampai ke luar venue dengan senyuman lebar di wajahnya.Ketika melihat mobil yang datang menjemputnya,
“Kamu lama sekali di dalam,” kata Brandon.Semua konsestan sudah pergi, tapi dia masih di dalam.Yuna mengangguk, “Pak Will menyuruhku tinggal untuk mengobrol sebentar, tapi jadinya agak lama.”“Apa yang dia katakan?”Setelah merenung sejenak, Yuna teringat akan kata-kata Pak Will dan merasa sedikit emosional, “Dia mengajakku untuk bergabung dengan timnya.”Brandon mengangguk berkali-kali, “Itu benar-benar pengakuan yang sangat besar. Apa kamu setuju?”“Nggak, aku menolaknya.” Sambil menggelengkan kepalanya, Yuna melihat ke luar jendela mobil. Lampu di jalanan berkedip-kedip. Paris benar-benar indah di malam hari. Ibu kotanya yang terkenal sebagai kota romantis di dunia ini memang tempat lahirnya parfum. Ada banyak merek besar, serta varian klasik yang berasal di sini. Dan hari ini, ketika dihadapkan dengan kesempatan seperti itu, dia menolaknya.“Ditolak? Kenapa?” Brandon jeda sebentar, lalu berkata dengan setengah bercanda, “Takut kangen denganku?”Yuna melirik pria itu dengan kesal.
“Kita nggak pulang?” Yuna sangat penasaran, ke mana Brandon akan membawanya, sampai semua orang diusir dan hanya tinggal mereka berdua.“Sebelumnya aku pernah bilang mau menghadiahimu dengan liburan, tapi jadinya ditunda karena lomba kali ini. Jadi, aku akan menebusnya sekarang!” kata Brandon dengan bersemangat.Entah dari mana Brandon mendapatkan mobil sport convertible. Dia menyetir dan membawa Yuna ke jalanan yang lebih lebar, seperti yang ada di film-film romantis.“Tapi, kita sudah membuat janji dengan Stella dan Edith!” ujar Yuna. Kalau dipikir-pikir, rasanya sayang juga.Mereka sudah merencanakannya dengan detail sebelumnya, tapi karena tiba-tiba ada tugas, semua jadi sia-sia.“Bukannya aku lebih baik dari mereka?” tanya Brandon, menoleh ke arah Yuna sambil menyetir. Ekspresinya tampak tidak senang.Pria ini benar-benar pencemburu. Dari hewan sampai wanita saja bisa dicemburuin, tidak mandang hewan atau manusia, maupun pria atau wanita. Dasar!“Iya, kamu yang paling baik! Bawa m
Seiring perjalanan, Yuna lambat laun terpesona oleh pemandangan di kedua sisi jalan, yang penuh dengan hamparan bunga berwarna ungu, yaitu ladang bunga lavender. Musim bunga ini sebenarnya sudah berakhir, dan sebagian bunganya sudah dipetik sampai hampir habis. Ada sebagian yang belum dipetik, juga sedang dalam proses pemetikan.Aroma bunga yang elegan memenuhi udara, sangat menyegarkan.“Provence.” Dia mengangkat kepalanya, membiarkan angin yang bercampur dengan aroma bunga mengelilingi dirinya, merasakan keindahan yang diberikan oleh alam. “Sebenarnya musim sekarang ini nggak cocok untuk melihat bunga. Selain bunga, ada hal lain yang menurutku yang pasti kamu suka,” kata Brandon sambil menyetir.Yuna menatap pria itu dan tersenyum, “Yang paling terkenal di sini adalah bunga lavender. Setiap tahunnya, mulai dari bulan Juni, para petani bunga mulai sibuk memetiknya, lalu menyaring ekstraknya untuk membuat berbagai produk aromaterapi, seperti minyak esensial, sabun, dan parfum. Tunggu,
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da
Juan meletakkan jarinya di atas bagian pergelangan tangan Yuna dan menekannya sedikit. Kedua matanya sedikit tertutup seperti orang yang hendak tidur, tetapi dia hanya sedang menenangkan diri agar bisa fokus merasakan setiap dentuman pembuluh darah yang melewati tangan.Tak lama berselang, Juan mengangkat tangannya dan mendekat untuk menatap wajah Yuna lebih dekat, kemudian menaruh jarinya di leher Yuna.Semua itu Fred amati melalui tampilan kamera pengawas. Dia menundukan kepala dengan dagu bertopang di tangannya. Dia sedang berpikir keras. Si tua itu kelihatannya seperti sedang memeriksa Yuna, tetapi di sisi lain juga tidak dan lebih terlihat seperti sedang sok pintar saja.Dokter-dokter yang ada di sini setiap kali memeriksa pasien selalu menggunakan peralatan canggih dan bisa dilihat apa hasil diagnosisnya melalui angka dan data yang pasti. Namun pengobatan tradisional tidak demikian. Mereka hanya meraba nadi untuk melihat penyakitnya, atau menanyakan beberapa pertanyaan ke pasien
Mana mungkin Fred akan membiarkan itu terjadi! Kalau Yuna mati, usahanya selama ini akan sia-sia, dan tahap akhir dari R10 tidak akan bisa berjalan.“Pak Fred ….”Para dokter tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Masuk-masuk mereka hanya berusaha untuk memasangkan kabelnya kembali. Mereka masih bingung bagaimana kabel yang terpasang dengan baik bisa lepas, atau memang ada orang yang mencabutnya.“Pak Fred ….”“Keluar!”Para dokter itu pun ta berani banyak bicara dan langsung kelar. Sekarang ruangan itu kembali seperti sebelumnya, hanya ada tiga orang saja.“Kamu juga keluar!” kata Fred kepada pengawalnya.Pengawal itu awalnya sempat bingung, tetapi dia menuruti saja apa pun perintah yang diberikan. Maka tanpa banyak protes dia pun undur diri. Juan yang tak lagi dikekang oleh si pengawal kembali mendekati Yuna dan memeriksa nadinya. Fred pernah melihat cara pemeriksaan itu dan mengakui kehebatannya. Meski dari sudut pandang kedokteran modern itu agak sulit untuk dipahami, sudah begitu