Kemarin malam? Bicara soal itu? Mana ada waktu! Setibanya di rumah kemarin, Yuna hanya ingat adegan di mana dia dan Brandon melakukan hal yang tidak boleh diketahui oleh anak kecil!Kantung mata Yuna yang tampak dari pantulan cermin begitu tebal, dan sekujur tubuhnya terasa sangat lelah.“Kak, Kak Yuna, masih dengar aku?”Karena tak kunjung mendapatkan jawaban meski hanya sekadar sahutan singkat, Stella mengira Yuna sudah menutup pembicaraan mereka.“Oh, iya, ngomong saja!” sahut Yuna dengan mulut penuh busa dari pasta gigi.“Nggak apa-apa. Aku cuma mau tanya Kakak sudah bikin janji atau belum. Aku tahu sebenarnya aku nggak berhak nanya soal ini, tapi aku sudah nggak sabar. Sudah lama banget aku nggak pergi jalan-jalan.”Stella tidak punya waktu dan uang untuk pergi jalan-jalan karena harus seharian bekerja di lab, jadi bisa dimengerti mengapa dia begitu bersemangat ketika mendapat kesempatan untuk pergi seperti ini.“Kenapa kamu ngomong begitu? Kamu kan juga ikut, jadi kamu berhak ka
“Cheers!”Suasana di ruang privat yang mereka pesan begitu meriah dan bahagia meski hanya diisi oleh tiga orang.“Aku nggak nyangka kalian benar-benar berhasil. Aku kaget banget!”Tadi pagi Edith sudah melihat sampel produk yang kemarin disiapkan khusus oleh Yuna dan Stella. Aromanya sungguh membuat orang yang menghirupnya merasa bahagia!“Kak Edith, kan dua hari lalu aku bilang sudah mau jadi,” kata Stella sambil melahap makanan, “Ini belum dibilang cepat, sih. Dulu Kak Yuna paling cepat bisa satu bulan bikin parfum baru.”“Oh, ya? Hebat banget! Berarti tahun ini kita bisa bikin banyak, dong!”Hanya mendengarnya saja Edith sudah merasa senang bukan main, apalagi setelah mencoba langsung parfumnya, Edith jadi percaya dengan produk yang diciptakan oleh Yuna.“Nggak juga. Kalau lagi nggak ada inspirasi, mungkin dua sampai tiga bulan juga belum tentu jadi. Aku cuma berharap kalau sampai begitu, aku jangan dipecat!”“Aku jadi ingat waktu itu ….”Tiba-tiba Edith beralih ke Stella dan berkat
Tampaknya Edith punya curahan hati yang telah dia simpan begitu lama dan tidak bisa menemukan tempat untuk mencurahkannya.“Terus terang saja. Mau sesusah apa pun proyek yang kita kerjain, klien masih bisa dicari, kontrak juga masih bisa dinego, tapi kalau peracik parfum, benar-benar …. Jangankan New Life atau satu Suba, bahkan satu negara pun cuma ada segelintir orang yang memang berbakat, apalagi kalau kita ngomong skala internasional. Perusahaan kita nggak pernah kekurangan peracik parfum, tapi yang kita kurang itu peracik parfum yang bagus! Yuna, aku seolah ngelihat harapan waktu ketemu kamu!” tutur Edith sambil menepuk bahu Yuna sekuat tenaga.“Kompetisi tahun ini pasti New Life yang menang,” ujar Yuna setelah terdiam sejenak mendengar curahan hati Edith.Ucapan Yuna membuat Edith tersadar dari pengaruh alkohol dan membuat dia menatap Yuna, termasuk Stella. Setelah bekerja bersama selama bertahun-tahun, Yuna memang tak henti membuat parfum dengan gigih, tapi belum pernah dia menga
Yuna melewati ruangan lain ketika dia berjalan ke arah toilet. Kebetulan pintu terbuka sesaat ketika ada orang yang keluar masuk, dan di saat itulah dia melihat seseorang yang tidak asing baginya. Walau hanya sekilas, Yuna yakin dia tidak salah lihat. Yuna masuk ke toilet untuk mencuci tangannya, lalu ketika baru saja keluar, ternyata benar, dia melihat sesosok yang cukup ramping sedang berdiri bersandar ke tembok.“Aku memang nggak salah lihat,” kata Clinton.“Mata kamu memang jeli,” ujar Yuna, “Permisi.”Clinton sengaja berdiri di tengah untuk menghalangi jalan Yuna, “Ngapain kamu di sini?”“Kamu sendiri ngapain di sini, aku juga sama. Memangnya kenapa? Restoran ini juga sudah dibeli sama kamu, jadi aku nggak boleh datang?”“Kamu masih nggak mau balik ke keluarga Tanoto?” tanya Clinton dengan sikap yang jengkel.“Aku … bakal balik ke sana, tapi bukan sekarang waktunya.”“Kalau begitu kapan?” tanya Clinton, lalu dia kembali berbicara karena tak mendapatkan jawaban dari Yuna, “Aku sud
“Tapi tadi dia bilang tinggalnya di ….”“Aku tahu. Yang Kak Yuna maksud itu sebenarnya kompleks Lake Garden yang ada di sebelah Royal Mansion. Paling cuma beda dua satu blok. Duul Kak Yuna selalu bercanda bilang mau beli rumah di Royal Mansion, mungkin jadi kelepasan karena mabuk.”Edith cukup percaya dengan ucapan Stella dan menghela napas lega, “Oh, aku tadi sampai kaget dengarnya!”“Hahaha, aku juga! Besok kalau dia sudah sadar, aku ledekin dia, ah.”“Ya sudah, aku nggak tenang kalau kamu cuma sendirian, aku antar kalian, ya,” kata Edith sambil membukakan pintu taksi yang dia panggil.Setelah menaruh Yuna di kursi belakang, Stella langsung masuk ke dalam dan menutup pintu, “Nggak apa-apa, Kak Edith. Biar aku saja yang antar pulang. Paling nanti biar aku yang jagain Kak Yuna di rumahnya. Kak Edith kan besok masih harus kerja. Nanti aku kabarin kalau sudah sampai.”“Eh … ya sudah, kalian hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa langsung kasih tahu aku.”Akhirnya Stella merasa jauh lebih lega
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Stella melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri seperti apa hunian orang kaya. Baik dari luas tempat dan interior, bahkan sampai keamanannya benar-benar membuat orang berdecak kagum. Belum lagi bicara soal taman pribadi yang ditata apik sebagai tempat mobil parkir.Semua fasilitas ini membuktikan kalau Brandon memang orang yang tidak kekurangan uang sepeser pun.Frans membukakan pintu mobil agar Brandon bisa menggendong Yuna turun. Tubuhnya yang terlihat kurus itu tak disangka ternyata menyimpan tenaga yang cukup besar. Brandon mampu menggotong tubuh Yuna tanpa terlihat kelelahan sedikit pun.Melihat Brandon sudah membaringkan Yuna di sofa, Stella buru-buru membantunya membawakan segelas air, tapi dia tidak bisa menemukan di mana dispenser berada. Ingin mengambil selimut pun, dia tidak tahu di mana selimut disimpan di mana. Mau pulang pun Stella tidak berani selama Brandon masih belum mengizinkannya pulang. Dia hanya diam di tempat dengan rasa c
Brandon menaruh tangannya di punggung Yuna dengan lembut dan menasihatinya, “Kalau nggak bisa minum, jangan minum banyak-banyak. Gimana kalau sampai kenapa-napa?”Jika dipikir-pikir lagi, untung saja Yuna bisa pulang dengan selamat dan Brandon juga datang tepat waktu. Jika tidak, mau tidur di mana dia malam-malam begini?“Aku minumnya nggak banyak! Aku cuma ….”Yuna membentangkan jari tangannya dan menghitung satu per satu menggunakan tangan satunya lagi. “Satu, dua, tiga … lima! Aku cuma minum lima gelas! Asal kamu tahu saja, ya, Edith minumnya jauh lebih banyak dari aku. Padahal baru mulai, tapi dia sudah mabuk duluan! Hahaha ….”Brandon, “….”Diri sendiri sudah mabuk seperti ini saja masih bisa menertawai orang lain.“Lain kali kamu nggak boleh minum kalau nggak ada aku.”Brandon memutuskan untuk sedikit membatasi Yuna karena jika tidak demikian, bisa-bisa dia akan melewati batas.“Jadi kalau ada kamu, aku boleh minum? Kalau begitu kita minum segelas, yuk? Menikah harus kita rayain
Kepala Yuna terasa sedikit tidak nyaman ketika dia terbangun. Yuna masih kebingungan ketika melihat lingkungan yang familier ketika dia membuka matanya. Selimut yang menutupi tubuhnya terjatuh dan tercium aroma sedap yang masih tersisa di udara.Apakah Yuna mengigau? Kalau tidak salah ingat, kemarin malam dia sedang makan-makan dengan Edith dan Stella di restoran, lalu apa yang terjadi setelah itu? Masih tersisa sedikit memori semalam, tapi Yuna tidak bisa mengingatnya dengan jelas.Rasa sakit di kepalanya semakin mengganggu seketika Yuna berdiri dengan kedua kakinya. Dia pun segera duduk kembali baru merasa sedikit lebih baik,“Sudah bangun?”Brandon baru saja keluar dari dapur dan melihat Yuna seperti itu, tapi dia tidak yakin apakah Yuna sudah sadar sepenuhnya atau masih mabuk.“Kamu … yang jemput aku pulang?” tanya Yuna sembari memijat keningnya.“Asisten kamu yang antar kamu pulang. Untung saja aku ketemu dia di gerbang depan.”“Oh ….”Untung saja Brandon berpapasan dengan Stella