Pengemudi yang ada di depan sedikit memalingkan wajahnya ke samping. Meski hanya terlihat separuh, dalam bayang-bayang itu tampak cukup jelas kalau orang itu adalah Frans.“Ya,” jawabnya dengan santai. Satu kata sederhana yang terucap begitu ringan, tetapi Brandon tahu bagi Frans, masa-masa itu adalah momen paling menyakitkan dalam hidupnya. Jauh lebih menyakitkan daripada dihujam oleh ratusan peluru ataupun diserang oleh pembunuh. Tubuhnya berasa seperti bukan miliknya sendiri, dan ketika terbangun, dia menyadari dirinya telah melakukan begitu banyak kesalahan, bahkan sampai menyakiti orang-orang tersayang. Penderitaan seperti itu tidak bisa digambarkan oleh kata-kata.“Kalau saja waktu itu aku ….”“Pak Brandon nggak perlu berpikir begitu, semuanya sudah diatur. Mereka memang nggak punya hati nurani. Kalaupun bukan aku yang jadi korban, bisa saja orang lain yang kena. Lagi pula pengalaman itu bikin aku bisa masuk ke sana dan mendapat banyak informasi. Sebenarnya ada untungnya juga. Mu
Seusai menjelaskan situasinya, pelayan rumah itu langsung menutup pintu rapat-rapat. Mereka tidak mau banyak bicara. Kalau bukan Brandon yang bertanya, mereka mungkin tidak mau mengatakan sepatah kata pun tentang apa yang terjadi pada majikan mereka.Brandon sungguh tidak menyangka penyakit Bella akan bertambah parah secepat ini. Sebelumnya Bella masih bisa bilang dia tidak apa-apa, makanya Brandon pun tidak terlalu khawatir padanya.“Ayo kita ke rumah sakit!” kata Brandon.“Tapi ….”Frans sempat ragu karena sebelumnya Brandon sudah bilang agar mereka tidak berinteraksi dengan orang lain terlalu sering.“Tetap jaga jarak. Selain itu minta pihak rumah sakit siapkan baju pelindung lengkap.”Apa pun yang terjadi Brandon tetap harus menemui Bella, bukan hanya untuk memberikan perhatiannya, tetapi juga untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi padanya.Apabila “penyakit” Bella itu ada hubungannya dengannya, maka itu berarti siapa pun yang bersentuhan dengan Bella juga harus dikaranti
“Aku lagi bikin catatan,” jawabnya sekali lagi. Chermiko sadar kakeknya sedang menatap dia keheranan, maka itu dia membawa buku catatannya itu dan memberikannya kepada Juan. Juan mengulurkan tangan dan memegang buku itu, tetapi dia tidak punya tenaga untuk membukanya. Melihat itu, Chermiko mengambil lagi buku itu dan berkata, “Biar aku saja yang pegang.”Tanpa merasa sungkan sedikit pun, Juan mulai membaca buku catatannya dengan cermat. Dalam buku catatan yang tebal itu tertulis banyak sekali kata-kata yang ditulis dengan sangat rapi. Mulai dari tanggal, analisis nadi, diagnosis penyakit, serta ada juga beberapa hipotesis yang ditulis terpisah sebagai referensi.Jujur, Juan cukup kagum melihatnya. Sembari melihatnya, Chermiko menjelaskan, “Selama dua hari ini, setiap satu jam aku mengecek nadi Kakek, habis itu aku catat ke buku ini. Aku tahu jeda waktunya terlalu pendek, nadinya juga mungkin nggak ada perubahan yang mencolok, tapi aku tetap catat, karena virus ini beda dari semua penya
“Coba kamu lihat ini. Jeda waktunya memang terlalu pendek, tapi tetap membantu. Perubahan nadinya nggak terlalu mencolok, tapi tetap saja ada bedanya. Sebagai contoh di pagi dan malam hari, sama di siang hari ada perubahan yang lumayan kelihatan. Sama di sini … eh, ini apa?”Sembari berbicara, Juan seperti menyadari ada sesuatu yang mengganjal perhatiannya.“Kakek, kenapa?” tanya Chermiko.“... ambilkan kacamataku.”Mata Juan sudah mulai bermasalah. Biasanya di rumah dia menyiapkan sebuah kacamata tua yang hanya dia pakai sesekali saja. Juan selalu menganggap memakai kacamata berarti menerima kalau dirinya sudah tua. Lagi pula tanpa memakai kacamata pun tidak terlalu mengganggu kesehariannya dalam menggodok obat, makanya dia tidak terlalu sering memakainya.Juan pun memakai kacamata yang Chermiko bawakan dan membaca catatanya baris per baris dengan sangat serius. Chermiko penasaran juga ikut melihat, berharap bisa mengetahui apa yang kakeknya cari. Berhubung itu adalah buku catatannya
“Apa kamu sadar virus ini punya suatu pola?”“Dia lebih aktif di siang hari, sedangkan di malam hari dia tertidur?”“Gejala terserang virus itu biasanya lebih aktif di malam hari daripada di siang hari, tapi virus kali ini jelas berkebalikan. Dia justru lebih aktif di siang hari, dan begitu malam tiba dia malah menghilang. Inilah kenapa waktu malam hari aku bisa tidur nyenyak, tapi siang aku malah gelisah.”“Virus ini punya satu karakteristik unik yang mungkin tercipta waktu lagi diteliti. Tapi aku ngga ngerti apa jalur penularannya. Kenapa Brandon, Kenzi dan aku baik-baik saja, sedangkan yang lain sakit parah,” kata Chermiko.Selama dua hari terakhir Chermiko terus mengamati setiap perubahan yang terjadi di tubuhnya, tetapi dia tidak pernah mengalami gejala yang terlalu serius. Nadinya juga stabil seperti orang normal.“Kalau karena aku sumber virusnya, makanya aku kebal, gimana dengan mereka berdua? Nggak masuk akal! Aku bukannya mau mereka ikut sakit, tapi aku cuma penasaran saja ap
Sementara itu di rumah sakit, Brandon sudah mengenakan pakaian pelindung lengkap dan bersiap masuk ke dalam bangsal di mana Bella dirawat. Bella langsung dibawa ke ruang gawat darurat dan mendapatkan pelayanan khusus karena dia adalah anaknya Edgar. Semuanya berjalan sangat cepat, dan untungnya penyakitnya tidak begitu parah.Setidaknya itulah diagnosis dari pihak rumah sakit. Mereka hanya mengatakan kalau Bella tubuhnya lemah yang diakibatkan oleh kegemukan untuk waktu yang sangat lama. Meski dietnya berhasil, Bella masih belum sepenuhnya kembali ke rentang tubuh yang normal. Ditambah lagi dia juga mengalami demam sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Setelah diberikan infus, Bella langsung dipindahkan ke bangsal kamar VIP.Situasi di dalam kamar saat ini sunyi senyap, tidak ada satu orang pun di sana selain Bella. Tentu saja Brandon yang mengatur kamarnya supaya dia juga lebih leluasa keluar masuk, dan juga untuk mencegah banyak orang yang tahu. Bella sedang terbaring di atas kasurny
“Kamu demam tinggi,” kata Brandon. “Terus kamu juga muntah darah. Kamu nggak ingat itu?”“Aku ingat, kok. Tapi aku cuma nggak mengira saja cuma demam doang bisa sampai separah ini.”“Dengar aku, kamu sekarang ini kemungkinan bukan demam biasa.”Bella tersentak mendengar itu dan langsung mendongak. Dia masih kurang mengerti apa yang terjadi padanya, tetapi melihat Brandon datang dengan pakaian pelindung lengkap, dia kurang lebih menangkap apa yang sedang terjadi.“Jangan-jangan, penyakitku ini menular?”Jika tidak, Brandon tentunya tidak perlu repot-repot seperti ini. Apalagi wabah yang melanda Asia Selatan beberapa waktu lalu juga belum lama berlalu, otomatis Bella pun berpikir ke arah sana.“Iya, tapi juga bukan,” kata Brandon.“Maksudnya gimana?”“Sederhananya, sekarang aku masih belum tahu pasti apakah menular atau nggak, karena aku belum tahu sebenarnya virus apa ini,” tutur Brandon berdesau. Bukannya Brandon tidak mau mengatakan semua yang dia ketahui sejauh ini, tetapi dia sendir
“Eh …?”“Aku sekarang juga nggak bisa jelasin. Jujur, aku juga masih nggak begitu mengerti tentang virus ini. Tapi yang mau aku sampaikan itu, aku nggak cuma sekadar menghibur kamu saja. Kamu benar-benar nggak akan mati, paling cuma dua hari saja kamu perlu istirahat. Selain itu … kamu jangan keluyuran sembarangan. Diam saja di kamar ini, ngerti?”“Oke, aku ngerti. Karena ini penyakit menular, aku juga nggak mungkin bisa pergi ke mana-mana. Tapi … dua hari sebelum ini aku sempat ketemu sama banyak orang. Apa mereka juga bakal tertular?”Sesungguhnya Brandon juga sudah memikirkan apa yang baru saja Bella katakan, tetapi siapa yang tahu. Sekarang mereka belum tahu apa yang mereka hadapi serta apa solusinya, apalagi bicara tentang seberapa kuat penularannya.“Itu … kita lihat nanti saja, nggak ada yang tahu pasti. Aku cuma berharap penularannya nggak terlalu kuat. Oh ya, kamu nggak perlu khawatir soal papamu, aku sudah ketemu dia. Sekarang dia sudah aman, tapi untuk sementar masih belum b