Seketika itu Fahrel tak bisa berkata-kata. Ya, itu memang benar. Tidak ada yang salah dari ucapan susan, tapi entah bagaimana Fahrel tetap merasa ada sesuatu yang tidak beres darinya. Baru saja dua hari yang lalu Susan masih bersedih seakan sudah tidak mau melanjutkan hidupnya lagi, lalu … kenapa tiba-tiba dia berubah secepat ini?“Aku tentu saja senang kamu sudah normal, tapi … aku cuma bingung kenapa kamu bisa tiba-tiba begitu?”“Aku juga nggak tahu, mungkin memang sudah takdir yang nggak mau aku bersedih terus! Aish, ngapain, sih, kamu banyak nanya begin? Kamu sendiri juga senang kan aku sudah balik normal lagi. Apa kamu lebih senang kalau aku terus bersedih dan ikut mati bersama Rainie?”“Sembarangan saja kamu ngomongnya!”“Sudahlah. Aku sudah bilang jangan halangi aku. Aku mau pergi belanja!”Kali ini Fahrel tidak lagi berupaya mencegah istrinya dan ikut keluar. Dia masih curiga melihat istrinya masuk ke mobil dengan wajah tenang. Sementara itu Susan yang sudah di dalam mobil tak
Susan membuka pintu ruangan tersebut dengan hati yang berdebar, tetapi begitu pintu terbuka, dia mendapati ternyata ruangan itu kosong melompong, tidak ada orang satu pun di dalam sana.Spontan dia terkejut dan mengitari ruangan itu. Setelah memastikan bahwa tidak ada jalan rahasia atau semacamnya, dia langsung membuka ponselnya dan mengirimkan pesan, “Aku sudah sampai, kamu di mana?”Dengan cepat dia membalas, “Di atas meja ada tas, buka tasnya.”Susan mencari tas itu dan benar saja, di pojokan terdapat sebuah meja dan tas berwarna hitam. Dia membuka tasnya dan melihat di dalam ada plastik yang berisikan dua botol kecil. Entah apa isi botol itu, tetapi ketika Susan baru mau membuka, ponsenya berbunyi.“Jangan buka isinya. Bawa pulang, simpan yang benar. Jangan sampai ada orang lain yang tahu.”Untung saja Susan masih belum membuka isi botol itu, tetapi harus diakui dia sangat penasaran. Selagi dia berusaha melawan rasa penasaran untuk tidak membuka botol tersebut, lagi-lagi dia mendap
“Rainie” mengatakan kepada Susan untuk tidak memberi tahu ayahnya, atau siapa pun. Sekarang Susan selalu menuruti apa pun yang anaknya katakan, selama itu bisa membuat dia kembali ke sisinya. Maka berdasarkan instruksi yang diberikan, Susan datang ke tempat itu dengan pikiran awal mengira dia akhirnya bisa bertemu Rainie, tetapi kenyataannya tidak. Di sini tidak ada seorang pun, yang ada hanya sebuah tas saja.Di tengah kekecewaannya itu, ponsel Susan berdering mendapat sebuah pesan yang tertulis, “Simpan barangnya, tunggu aku pulang.”Cukup dengan kata-kata yang singkat itu memberikan Susan energi yang tidak terbatas jumlahnya.“Tunggu aku pulang,” katanya. Itu Rainie, sudah pasti itu adalah Rainie!Saking girangnya Susan, dia memegang ponselnya dengan erat dan menaruh di dekat dadanya seolah ponsel itu adalah benda kesayangannya.Di saat itu pula datang lagi pesan kedua, “Aku sudah pesan tempat ini selama empat jam. Kamu bisa istirahat sebentar baru pergi supaya orang nggak curiga. S
“Dewa atau bukan aku nggak peduli, tapi karena kamu sudah ada di sini, kamu harus menunjukkan kontribusi. Atau ….”“Atau kamu bakal menggunakan keluarga untuk mengancamku? Apa kamu nggak punya cara lain selain itu? Di luar sana kalian boleh saja bersiap sombong, tapi di sini bukanlah tempat di mana kalian bisa berbuat sesuka hati.”“Memangnya kenapa? Toh semuanya sudah berada di dalam kendaliku! Seisi gedung ini, semua orang yang ada di sini, sebentar lagi akan jadi pengikut setiaku!”Melihat sikap dan tawanya yang gila itu membuat Yuna tidak sabar ingin menendangnya keluar melalui kaca hingga terjatuh ke bawah, dan mengakhiri semua kegilaan ini. Namun Yuna tidak bisa karena dia harus mencari akar dari semua eksperimen ini. Sampai sekarang Yuna masih belum mendapatkan apa-apa terkait R10 yang mereka bicarakan.Menarik napas panjang untuk menenangkan diri, Yuna berkata, “Oh ya? Belum tentu karena eksperimennya masih belum berhasil. Kalau aku saja nggak bisa, bukankah berarti usaha kalia
Seiring dengan ucapan Yuna, bola mata pria itu bergerak makin cepat ke kiri dan ke kanan. Entah apa yang dia pikirkan, tetapi dadanya berdebar sangat cepat dan justru malah terlihat lucu dengan tubuhnya yang kerdil itu.“Ya, aku mau berhasil, makanya sebelum itu terwujud, aku nggak akan mati. Tapi … kalau kamu nggak menurut perintahku, maka kita semua akan mati!”Setelah tertawa sesaat, dia kembali ke kursinya dan duduk dengan satu kaki terangkat. Dia menyesap tehnya perlahan dan berkata, “Sudah, nggak perlu banyak omong kosong. Aku tahu kamu sudah ngobrol banyak sama Shane, tapi kusarankan jangan berpikir yang macam-macam. Kalian berdua nggak akan bisa menang melawan kami.”“Kalian?”“Kenapa, kaget? Bukannya dari awal kamu sudah tahu kalau kami ini satu organisasi yang besar, bukan cuma satu orang saja. Yuna, cepat kasih tahu aku, gimana perkembangannya?”Kedua tangan bertopang di dagu, tubuh sedikit mengarah ke depan dan lengan bersandar di atas meja. Tatapan matanya yang semula suda
Suara sepatu hak tinggi yang nyaring dan rambut ikal yang bergoyang mengikuti pergerakan tubuh, serta riasan mata yang begitu mencolok membuatnya sangat mudah untuk dikenali.“Rainie? Ternyata benar itu kamu!” seru Yuna.Sejak pertemuan mereka di lab tempo hari, Yuna sudah menyadarinya. Bentuk tubuh, nada bicara, dan gelagatnya yang khas benar-benar mirip dengan Rainie. Dan juga sejak awal Yuna sudah curiga bahwa Rainie belum mati. Pertemuan mereka di sini membuktikan bahwa dugaan Yuna selama ini benar. Shane juga menatap Rainie dengan sangat fokus hingga keningnya mengerut.“Sudah pasti aku, siapa lagi,” balas Rainie dengan nadanya yang angkuh seperti biasa. “Aku punya visi yang sama dengan Bos. Sebelum eksperimen ini selesai, aku mana mungkin mati?”“Jadi mayat itu ….”“Aku cari mayat pengganti. Nggak susah, kok, bagiku untuk memanipulasi hasil tes DNA,” kata Rainie dengan santainya seolah itu urusan orang lain, bukan dia sendiri yang terlibat langsung.“Kamu merasa pintar berhasil m
Tentu saja Shane tidak merasa sedih hanya karena itu, tetapi selama ini dia pikir bosnya tidak pernah percaya kepada siapa pun. Namun faktanya, dia memercayakan sandi brankas kepada Rainie.Dari dalam brankas tersebut Rainie mengambil sebuah file berwarna cokelat, dan seketika berbalik, mata Yuna yang tajam melihat di dalam masih ada sebuah stoples kecil.“Kalian nggak ngintip sandinya, ‘kan?” ujar Rainie bergurau seraya memegang file tersebut.“Kamu tutupi begitu, siapa yang bisa lihat,” sahut Shane. Lagi pula semua ruangan di lab di sandinya setiap hari diganti. Bisa jadi sandi brankas tadi juga diganti setiap hari.”“Yup! Kamu benar! Sandinya memang diganti setiap hari,” jawab Rainie. “Jadi nggak usah buang-buang tenaga dan pikiran untuk cari tahu sandinya. Sekarang kita semua senasib. Kalau eksperimennya berhasil, kita juga yang sama-sama mendapat keuntungan!”Yuna melihat Rainie masih tidak juga memberikan file itu kepadanya. Dia sendiri juga tidak berniat untuk berinisiatif menga
“Tapi, aku punya satu permintaan!”“Bilang saja.”“Setelah lima hari, begitu hasil dari eksperimennya sudah kuberikan, aku mau pergi dari sini.”“Nggak bisa!” tolak pria pendek itu dengan tegas tanpa pikir panjang. “Aku bisa tahu dari mana apa yang kamu kasih itu benar-benar berhasil atau gagal? Semuanya baru bisa ditentukan setelah tahu hasil akhirnya.”“Hasil akhir apaan? Gimana kamu menentukannya?”“.…”Pria pendek itu cukup cerdas untuk menyadari kalau Yuna sedang memutar balik ucapannya sendiri. Karena itu dia langsung diam selama beberapa detik, lalu dia tertawa dan berkata, “Yuna, kamu ini pintar juga, ya. Hampir saja aku terjebak. Tenang saja, apa yang kamu mau tahu pasti akan kamu ketahui, tapi sekarang belum waktunya. Setiap dari kalian punya tugas masing-masing termasuk aku! Karena itu, jangan berpikir yang macam-macam. Cukup kerjakan tugas kalian masing-masing, dengan begitu organisasi nggak akan menyia-nyiakan kontribusi kalian. Tapi tentu saja, organisasi juga nggak akan