Satya dan Desy juga mengikuti Fahrel mendekati tandu itu untuk memastikan apakah yang ada di tandu itu Rainie atau bukan. Namun sayangnya mereka tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup oleh selembar kain. Walau begitu, Susan mengenali sosok korban melalui ujung pakaian yang mencuat keluar dari kain.“Rainie ….”Susan memeluk jasad yang ada di tandu itu sampai tandunya terjatuh, dan kain yang menutupi jasadnya juga terlepas. Dessy juga bergidik ketakutan ketika melihat wajah jasad itu. Namun Satya bergerak cepat dengan langsung menutup mata Dessy dengan tangannya agar dia tidak melihatnya lagi.Jangankan wanita, bahkan pria dewasa yang melihat kondisi jasad itu juga pasti akan ketakutan sampai bulu kuduk berdiri. Wajah jasad tersebut terbakar habis hingga tak bisa dikenali lagi. Siapa pun yang melihatnya pasti akan menjerit ketakutan. Walaupun Dessy sudah menutup matanya dan berlindung dalam pelukan Satya, dia masih gemetar ketakutan akibat syok yang dia alami. Dan tentu saja, Susan
Kondisi psikis Dessy mulai membaik selama mereka dalam perjalanan pulang ke rumah, tapi dia masih gemetar ketakutan membayangkan jasad yang tadi dia lihat.“Sudah, nggak usah dipikirin terus,” kata Satya sembari memeluknya.“Nggak bisa, muka jasad itu masih terus terbayang di kepalaku. Kalau menurut kamu gimana?”“….”“Apa jasad yang tadi itu benar-benar jasadnya Rainie?”“.…”“Tapi kok bisa sekebetulan itu, ya? Waktunya pas banget, begitu kita mau temui Rainie, dia malah terlibat kecelakaan! Sudah begitu, jelas-jelas anak buah kita ngelihat Rainie pulang ke rumah dan nggak keluar lagi. Kenapa dia bisa tiba-tiba ada di pabrik itu? Kecelakaannya terlalu pas waktunya, seolah-olah ….”“Seolah-olah apa?”“Masa kamu nggak berasa ini semua kayak disengaja?”“Maksud kamu, Fahrel dan Susan tadi itu cuma pura-pura?”Sesungguhnya Satya juga berpikir ada kemungkinan seperti itu, tapi apabila benar demikian, berarti mereka benar-benar licik. Satya sudah memastikan kalau dia melakukan semua persiap
Langit sudah gelap gulita saat mobil mereka tiba di halaman depan rumah Juan. Di tempat yang jauh dari pusat keramaian kota ini, bintang-bintang terlihat begitu jelas dan indah di angkasa. Tidak ada kelap-kelip lampu neon di pinggir jalan ataupun lampu kendaraan yang menyilaukan mata. Yang ada hanyalah ketenangan batin.Satya sudah menghubungi Juan selama perjalanan mereka kemari, dan sesuai dugaan, awalnya Juan dengan tegas menolak, tapi kemudian dia mengizinkan mereka untuk datang setelah mendengar tentang kematian Rainie. Namun, Juan berpesan kepada mereka untuk berhati-hati jangan sampai ada yang mengikuti mereka. Maka dari itulah begitu tiba di rumahnya Juan, mereka langsung masuk ke dalam tanpa menimbulkan kegaduhan yang berpotensi menarik perhatian yang tidak diinginkan.Saat baru turun, Satya melihat sudah ada mobil mewah lain dengan plat nomor asing yang terparkir di samping mobilnya. Satya sedikit heran karena Juan jarang sekali kedatangan tamu, apalagi di malam selarut ini.
“Rainie sudah mati?”Seketika itu juga Satya terkejut begitu dia mendengar suara perempuan yang tak dia kenal, maka spontan dia pun menoleh ke arah suara itu berasal. Dia melihat seorang wanita masuk melalui pintu halaman belakang. Wanita itu mencuci tangan mengelap kering sebelum dia menghampiri Satya dan Juan.“Om Juan, dia ….”“..., dia muridku,” jawab Juan.“Halo, namaku Yuna,” sapa Yuna dengan santun sembari mengangguk.Satya merasa tak asing ketika mendengar nama Yuna, tetapi yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah fakta bahwa Juan mengatakan bahwa wanita itu adalah muridnya. Apa itu berarti Yuna adalah murid terakhirnya Juan? Satya masih tak habis pikir murid terakhir yang dididik oleh pamannya ternyata adalah seorang perempuan!Sebagai saudara terdekat Juan, mereka tentu tahu kalau Juan sudah tidak menerima murid baru lagi, dan mereka juga sudah pasti tahu bahwa murid terakhirnya itu bukanlah anaknya sendiri. Dunia luar juga sudah mendengar tentang hal ini, tapi tidak ada ya
Andaikan yang ada di tubuh Chermiko itu adalah virus, maka berarti pasti ada penawarnya. Menemukan pelaku yang memberikan virus itu adalah cara yang paling cepat dan mudah, tapi siapa yang menduga pelakunya sudah “mati” sebelum berhasil ditemui. Dengan adanya perubahan situasi yang mendadak ini, Satya hanya bisa menaruh harapan kepada Juan.“Yang ada di badan Chermiko itu bukan virus, tapi katalisator.”Satya hanya bisa tercengang mendengarnya. Dia sempat meragukan pendengarannya apakah yang baru saja dia dengar itu sesuatu yang dia kenali? Apabila bukan pendengarannya yang bermasalah, mungkin memang pemahamannya saja yang tidak sampai. Katalisator … apa pula itu?“Maaf, aku nggak begitu mengerti. Katalisator itu apa?” tanya Satya.“Intinya, sih, nggak berbeda jauh dengan virus. Katalisator itu juga bisa membahayakan fungsi organ tubuh, tapi ada sedikit perbedaan dibandingkan virus biasa. Katalisator itu bisa mempercepat pertumbuhan dan pemecahan sel tubuh, akibatnya kemampuan fisik or
Satya menaruh harapan pada Yuna, tetapi sayang dia harus dikecewakan oleh fakta yang ada.“Nggak ada. Chermiko sudah terlalu lama terpapar dan efek obatnya sudah sepenuhnya menyatu dengan badan dia. Jadi sudah nggak ada solusi lagi.”“Bagaimana bisa?!” seru Satya. Jawaban Yuna bagaikan sebuah pukulan keras bagi Satya yang seketika membuatnya pucat. Dia pun kemudian berkata kepada Juan, “Om Juan, apa nggak ada solusi lain? Om kan dokter sakti yang sudah banyak menolong orang lain. Om Juan pasti punya cara untuk menolong Chermiko, ‘kan?”“Haish …,” ujar Juan mendesah. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya, tapi dari ekspresi wajahnya sudah bisa ditebak apa jawabannya.“Tapi setidaknya kita masih beruntung apa yang ada di dalam badan Chermiko itu nggak mematikan. Untuk sementara waktu dia nggak akan mati,” kata Yuna.“Beruntung apanya? Kamu sudah lihat sendiri kayak apa kondisi dia sekarang! Hidup atau mati nggak ada bedanya!”Satya mulai kehilangan kendali atas emosinya karena tak t
“Berapa pun biayanya nanti kuganti dua kali lipat, tapi … kamu tahu bukan itu yang aku maksud.”“Huh …. Tadi kamu juga datangnya terlalu buru-buru, aku jadi nggak sempat tanya gimana urusan di sana?”“Sudah selesai, obat penawarnya sudah diproduksi! Kalau belum selesai, aku nggak mungkin bisa datang ke rumah ini.”“Oh, begitu rupanya? Dari yang aku dengar, seharusnya nggak sesederhana itu. Di sana pasti terjadi sesuatu, ‘kan?”“Pak Tua, kamu juga punya mata-mata di sana?”“Mana ada? Memangnya aku ini agen rahasia?! Muridku ada di mana-mana, tahu?!”“Iya, iya, memang guru yang baik memang wajar punya banyak murid yang tersebar di mana saja. Jadi, apa muridmu itu tahu apa latar belakang dari musuh yang sekarang kita hadapi? Tujuan mereka adalah untuk menyatukan dunia, atau membasmi manusia?”“Chermiko pernah bilang sepertinya mereka mengembangkan suatu virus untuk menguasai dunia, tapi aku nggak mengerti apa yang mereka kerjakan. Wabah yang baru meledak belakangan ini, dan katalisator ya
“Mama …,” ucap Kenzi seraya berjalan keluar dari kamar tidurnya.“Kok kamu sudah bangun?” Yuna spontan mengulurkan tangan dan memeluk Kenzi di sampingnya. Makin hari perut Yuna makin membesar, tapi itu tidak jadi alasan baginya untuk tidak memberi pelukan hangat kepada Kenzi.“Aku kira Mama sudah pergi,” kata Kenzi sambil memeluk Yuna. Walau tidak terucap melalui kata-kata, bahasa tubuhnya dengan jelas menunjukkan kalau dia merasa gelisah dan kesepian ketika tidak ada sang ibu di sisinya.Yuna sungguh merasa bersalah karena selama ini telah membuat Kenzi bersedih. Di usianya yang masih kecil, dia harus terpisah dari orang tua untuk waktu yang cukup lama. Pasti Kenzi sangat merindukan Yuna, tapi dia cukup dewasa untuk tidak mengutarakannya agar Yuna tidak khawatir.“Nggak! Mama nggak akan ke mana-mana! Nanti ayo kita pulang ke rumah bersama-sama.”“Serius? Kita sudah bisa pulang ke rumah?” tanya Kenzi dengan bola matanya yang lebar menyala-nyala.“Iya. Papa juga sudah pulang. Akhirnya
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi