“Pak Liman, aku nggak mengerti ….”Sebelum Moses selesai berbicara, tiba-tiba Yuna menyelanya, “Moses, apa perlu sampai seperti ini?”“.…”“Setelah apa yang kamu perbuat, apa kamu rasa masih perlu mencari alasan lagi? Kamu pikir kami juga kebetulan datang ke sini tanpa ada bukti untuk membongkar semua kebusukan kamu?”Semenjak Yuna mulai bekerja di departemen ini, orang yang paling dekat dengannya adalah Liman dan Moses. Hubungan Yuna dengan Moses memang tidak bisa dibilang akrab, tapi setidaknya kerja sama mereka berjalan dengan cukup lancar dan menyenangkan. Awalnya Yuna merasa Moses memandang sebelah mata dan tidak percaya padanya, tapi kemudian, Yuna menyadari kalau Moses sebenarnya adalah orang yang cukup objektif. Yna bahkan sudah bisa menerima sikap Moses yang selalu memandangnya sebelah mata seperti Chermiko. Namun Yuna benar-benar sulit menerima fakta bahwa Moses ternyata adalah pengkhianat.Moses seketika tertawa ketika mendengar ucapan Yuna dan melihat ekspresi yang terlukis
Aan tetapi, dari mulut Moses keluar darah berwarna hitam pekat yang mengalir deras. Wajahnya juga memperlihatkan senyuman yang aneh dan sulit untuk ditebak apa artinya. Tubuhnya seketika melemas dan mungkin sudah terkulai lemas di lantai jika Brandon tidak memegangi tangannya.“Moses!”“Tinggal selangkah lagi aku berhasil melaksanakan tugasku!” kata Moses seraya mengacungkan jarinya dan menatap ke arah Yuna.“Tujuan kamu nggak cuma menghancurkan semua obat yang dikembangkan di sini, tapi juga menghancurkan harapan semua orang, supaya mereka mengira virus ini nggak ada penangkalnya, bukan?” tanya Yuna.Moses menggerakkan bibirnya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi sayang efek racunnya terlalu cepat. Sebelum Moses mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya, tubuhnya menekuk ke atas dan kepalanya memiring ….“Dia sudah nggak bernapas,” kata Brandon.“Dia …,” ucap Yuna sambil menatap Liman.“Ini biar aku saja yang urus, tapi aku harus memastikan satu hal!”“Pak Liman tenang saja, rese
“Kalaupun ada, aku nggak takut!” jawab Brandon. “Selama ada dokter sehebat kamu di sisiku, mau terinfeksi berapa kali pun aku ….”“Jangan ngomong sembarangan!” sela Yuna. “Awas saja kalau sampai benar kejadian!”“Sejak kapan kamu jadi percaya takhayul?” tanya Brandon meledek, sembari dia menarik Y una duduk di sampingnya dan memijat kakinya.Brandon menaruh kaki Yuna di atas kakinya sendiri dan memberikan pijatan lembut untuk meringankan keletihannya. Awalnya Yuna memberontak dan ingin menurunkan kakinya, tapi dia tidak bisa melawan Brandon. Karena sedang hamil dan pekerjaan yang super sibuk ini, kedua kakinya terasa pegal bukan main. Pijatan Brandon sungguh memberikan rasa nyaman baginya.“Aku bukannya percaya begituan, tapi virus ini benar-benar merepotkan,” ujar Yuna. Dia lalu meregangkan tubuh dengan berbaring dan menatap ke atas. Pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai persoalan yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.“Bukannya obat penawarnya sudah ditemukan?”“Tapi gimana
“Sebenarnya gampang saja. Yang Malvin bilang sebelumnya benar, ruang labku cuma bisa dimasuki sama dua orang selain aku, yaitu Pak Liman dan Moses. Rekaman video itu sebenarnya Moses yang lagi menyamar jadi Malvin,” jelas Yuna.Setiap ruangan dilengkapi dengan kamera pengawas guna mengamati perkembangan dan perubahan yang terjadi, serta menjamin ketepatan kerja. Kalau memang Malvin yang melakukannya, rasanya mustahil dia melakukan kesalahan seremeh itu. Jadi jelas kalau wajah yang terlihat di rekaman kamera pengawas itu disengaja oleh orang lain untuk memfitnahnya.“Hmm, benar-benar cara yang rendahan,” keluh Brandon. Dia sudah terbiasa menghadapi siasat licik dari saingan bisnisnya, tapi ini benar-benar sudah keterlaluan.“Terkadang cara rendahan begini yang justru lebih efektif, karena semua orang juga tahu dari dua hari terakhir, Malvin ribut denganku. Makanya itu orang lain lebih gampang percaya kalau pelakunya Malvin, dengan motif balas dendam. Ditambah lagi … dia juga yang senga
Juan sedang memandangi langit di depan pintu rumahnya. Matahari sudah terbenam di barat. Pijaran ekor menyelimuti rumahnya yang antik, tapi sayangnya keindahan harus dirusak oleh suara langkah kaki tergesa-gesa.Satya terlihat gelisah dan ingin mempercepat langkahnya, tapi dia tidak bisa karena sedang memapah ayahnya. Justru istrinya yang mengenakan sepatu hak tinggi berjalan lebih cepat darinya bagaikan angin yang berembus.Sesampainya di depan Juan, Satya berkata, “Om Juan!”“Diam di sana!” seru Juan, alhasil Dessy pun segera menghentikan langkahnya.“Om Juan, aku mau ketemu Chermiko. Aku minta maaf atas kelancanganku!”“Searang kamu nggak bisa ketemu dia! Kalian semua juga nggak boleh.”“Kenapa?! Tadi Om telepon minta aku datang untuk jemput dia, kenapa sekarang malah nggak boleh ketemu?”“Karena ada perubahan situasi. Kalian tunggu sebentar di sini,” sahut Juan sembari meminta pelayannya membawakan masker dan sarung tangan untuk mereka.“Ini ….”“Kalian semua pasti sudah tahu waba
“Chermiko, Chermiko …,” seru Dessy memanggil anaknya, tapi begitu masuk ke dalam, dia terkejut dengan apa yang dilihatnya.“Ya ampun! Apa-apaan ini?!”“Kenapa?!” sahut Satya dari belakang ketika mendengar teriakan istrinya. Dia langsung menyusul ke depan dan ikut terkejut dengan apa yang dia lihat oleh matanya.Kondisi kamar sudah berantakan tak karuan, dan Chermiko terduduk di kursi dengan rantai yang melilit tubuhnya. Bajunya sudah sobek-sobek dan tampangnya juga terlihat sangat lesu.“Chermiko, kamu kenapa?” tanya Dessy sambil berlari memeluk sang anak. “Siapa yang ngikat kamu?”“Aku!”“Om Juan kenapa sejahat itu sama Chermiko? Dia itu keluarga sedarah. Kamu juga ngelihat dia tumbuh besar dari kecil, tapi kenapa kamu tega?!” ujar Dessy terisak, disertai dengan amarah yang tidak bisa dia luapkan kepada Juan. “Mana kuncinya? Cepat lepasin! Chermiko, kamu jangan takut, ya! Mama bebasin kamu sekarang juga!” ujar Dessy menangis sambil mencari-cari gembok rantai.“Om Juan! Selama ini aku
“Om Juan, kami minta maaf atas ucapan kami tadi. Aku mohon dengan sangat, tolonglah Chermiko!” tutur Satya.“Hmph!” Juan berjalan ke belakang Chermiko dan mengencangkan rantainya kembali, lalu dia mengambil kain untuk menutupi tubuhnya. “Sekarang kalian sudah lihat sendiri kayak gimana kondisi anak kalian. Mau bawa pergi atau biarin dia tetap di sini, itu keputusan kalian.”“Tentu saja biarin Chermiko tetap di sini!” jawab Satya. “Cuma Om Juan yang bisa nolongin dia!”Jordan menambahkan, “Ya, apa pun yang terjadi di masa lalu, Chermiko sudah sangat berbakti ke kamu. Tolonglah dia!”Mendengar itu, Juan pun menatap Chermiko dan bertanya, “Jadi, gimana pendapatmu?”“Aku ikut apa kata Kakek Juan saja.”Dessy merasa sangat kasihan kepada Chermiko, tapi apa daya, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengurangi ataupun menanggung rasa sakit anaknya.“Oke, kamu sendiri yang bilang mau dengar apa kataku! Kalau begitu biar kujelaskan dari awal. Aku nggak jamin bisa sembuhin kamu atau nggak. Apa
“Yang seharusnya disalahkan itu adalah orang-orang yang menyuntikkan virus ke dalam badan Chermiko! Oh ya, mereka itu siapa sebenarnya? Virus apa yang mereka suntikkan ke kamu?”“Mereka … orang-orang yang dulu kerja di lab. Selain para pekerja biasa, yang aku kenal cuma Rainie, sama ….”Di dalam benak Chermiko terbayang wajah Shane, tapi entah mengapa dia tidak bisa menyebutkan namanya. Sejujurnya, Chermiko tidak dekat dengan Shane, tapi mereka juga bukan orang asing. Chermiko sendiri tidak tahu apa tujuan Shane yang sebenarnya. Shane telah menyakitinya, tapi juga telah menyelamatkan nyawanya.“Ada siapa lagi?!” tanya Satya dengan nada penuh amarah. Dia tidak sabar ingin segera menangkap orang-orang itu dan membalaskan dendam Chermiko.“Aku nggak tahu lagi … aku yakin di balik Rainie masih ada dalang yang sebenarnya, tapi aku nggak pernah ketemu orang itu. Lab tempat mereka bekerja itu cuma kedok, tujuan mereka yang sebenarnya adalah meneliti virus yang berbahaya bagi manusia. Siapa pu
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi