Juan sedang memandangi langit di depan pintu rumahnya. Matahari sudah terbenam di barat. Pijaran ekor menyelimuti rumahnya yang antik, tapi sayangnya keindahan harus dirusak oleh suara langkah kaki tergesa-gesa.Satya terlihat gelisah dan ingin mempercepat langkahnya, tapi dia tidak bisa karena sedang memapah ayahnya. Justru istrinya yang mengenakan sepatu hak tinggi berjalan lebih cepat darinya bagaikan angin yang berembus.Sesampainya di depan Juan, Satya berkata, “Om Juan!”“Diam di sana!” seru Juan, alhasil Dessy pun segera menghentikan langkahnya.“Om Juan, aku mau ketemu Chermiko. Aku minta maaf atas kelancanganku!”“Searang kamu nggak bisa ketemu dia! Kalian semua juga nggak boleh.”“Kenapa?! Tadi Om telepon minta aku datang untuk jemput dia, kenapa sekarang malah nggak boleh ketemu?”“Karena ada perubahan situasi. Kalian tunggu sebentar di sini,” sahut Juan sembari meminta pelayannya membawakan masker dan sarung tangan untuk mereka.“Ini ….”“Kalian semua pasti sudah tahu waba
“Chermiko, Chermiko …,” seru Dessy memanggil anaknya, tapi begitu masuk ke dalam, dia terkejut dengan apa yang dilihatnya.“Ya ampun! Apa-apaan ini?!”“Kenapa?!” sahut Satya dari belakang ketika mendengar teriakan istrinya. Dia langsung menyusul ke depan dan ikut terkejut dengan apa yang dia lihat oleh matanya.Kondisi kamar sudah berantakan tak karuan, dan Chermiko terduduk di kursi dengan rantai yang melilit tubuhnya. Bajunya sudah sobek-sobek dan tampangnya juga terlihat sangat lesu.“Chermiko, kamu kenapa?” tanya Dessy sambil berlari memeluk sang anak. “Siapa yang ngikat kamu?”“Aku!”“Om Juan kenapa sejahat itu sama Chermiko? Dia itu keluarga sedarah. Kamu juga ngelihat dia tumbuh besar dari kecil, tapi kenapa kamu tega?!” ujar Dessy terisak, disertai dengan amarah yang tidak bisa dia luapkan kepada Juan. “Mana kuncinya? Cepat lepasin! Chermiko, kamu jangan takut, ya! Mama bebasin kamu sekarang juga!” ujar Dessy menangis sambil mencari-cari gembok rantai.“Om Juan! Selama ini aku
“Om Juan, kami minta maaf atas ucapan kami tadi. Aku mohon dengan sangat, tolonglah Chermiko!” tutur Satya.“Hmph!” Juan berjalan ke belakang Chermiko dan mengencangkan rantainya kembali, lalu dia mengambil kain untuk menutupi tubuhnya. “Sekarang kalian sudah lihat sendiri kayak gimana kondisi anak kalian. Mau bawa pergi atau biarin dia tetap di sini, itu keputusan kalian.”“Tentu saja biarin Chermiko tetap di sini!” jawab Satya. “Cuma Om Juan yang bisa nolongin dia!”Jordan menambahkan, “Ya, apa pun yang terjadi di masa lalu, Chermiko sudah sangat berbakti ke kamu. Tolonglah dia!”Mendengar itu, Juan pun menatap Chermiko dan bertanya, “Jadi, gimana pendapatmu?”“Aku ikut apa kata Kakek Juan saja.”Dessy merasa sangat kasihan kepada Chermiko, tapi apa daya, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengurangi ataupun menanggung rasa sakit anaknya.“Oke, kamu sendiri yang bilang mau dengar apa kataku! Kalau begitu biar kujelaskan dari awal. Aku nggak jamin bisa sembuhin kamu atau nggak. Apa
“Yang seharusnya disalahkan itu adalah orang-orang yang menyuntikkan virus ke dalam badan Chermiko! Oh ya, mereka itu siapa sebenarnya? Virus apa yang mereka suntikkan ke kamu?”“Mereka … orang-orang yang dulu kerja di lab. Selain para pekerja biasa, yang aku kenal cuma Rainie, sama ….”Di dalam benak Chermiko terbayang wajah Shane, tapi entah mengapa dia tidak bisa menyebutkan namanya. Sejujurnya, Chermiko tidak dekat dengan Shane, tapi mereka juga bukan orang asing. Chermiko sendiri tidak tahu apa tujuan Shane yang sebenarnya. Shane telah menyakitinya, tapi juga telah menyelamatkan nyawanya.“Ada siapa lagi?!” tanya Satya dengan nada penuh amarah. Dia tidak sabar ingin segera menangkap orang-orang itu dan membalaskan dendam Chermiko.“Aku nggak tahu lagi … aku yakin di balik Rainie masih ada dalang yang sebenarnya, tapi aku nggak pernah ketemu orang itu. Lab tempat mereka bekerja itu cuma kedok, tujuan mereka yang sebenarnya adalah meneliti virus yang berbahaya bagi manusia. Siapa pu
“Haish … kenapa bisa jadi begini!” kata Jordan sambil perlahan duduk dengan tangan bertopang pada tongkatnya. “Nak, kamu tenang saja. Juan pasti bisa nolongin kamu!”“Aku sudah bilang nggak bisa jamin nyembuhin Chermiko!” bantah Juan.Jordan hanya tersenyum mendengarnya. Sewaktu muda, Juan selalu penuh dengan energi dan mudah marah ketika ditegur orang lain, alhasil mereka pun jadi sering bertengkar. Setelah usia menua, Jordan menyadari bahwa adiknya itu sebenarnya memiliki hati yang baik, meski ucapannya masih kasar seperti dulu. Juan mengikat Chermiko agar Chermiko tidak menyakiti dirinya sendiri, itu berarti dia masih berharap bisa menyelamatkannya. Kalau dari awal Juan tidak peduli, dia tidak akan repot-repot menyelamatkan Chermiko dan menghubungi mereka untuk datang secepat mungkin.“Kenapa kamu senyum-senyum?!” tanya Juan kesal ketika dia melihat mata Jordan yang tertuju padanya.“Juan, setelah sekian lama kamu masih nggak bisa memaafkan kesalahanku dulu, ya? Nggak apa-apa. Itu m
Awalnya Dessy masih emosian ketika dia baru masuk. Mungkin dia baru saja melampiaskan semua amarahnya di telepon dan masih terbawa perasaan, tapi seketika melihat anaknya, matanya langsung memerah karena sedih.“Nak, bertahan, ya!” kata Dessy sambil memeluk anaknya. Dia tidak lagi membuka rantainya karena sekarang dia tahu rantai itu bertujuan untuk melindungi Chermiko. Mau tidak mau Dessy harus terima besi dingin itu menempel ke kulitnya. “Kamu lapar, nggak? Mau makan apa? Nanti Mama bawain? Kamu kedinginan? Nanti Mama ….”“Kalau kamu nggak tenang dia ada di sini, bawa pulang saja,” kata Juan.Dessy, “….”“Satya, gimana?” tanya Jordan.“Aku tadi sudah lapor polisi! Awalnya mereka mau Chermiko datang langsung untuk memberi keterangan, tapi aku sudah menjelaskan situasi dia sekarang. Sebentar lagi polisi bakal datang. Soal Fahrel dan keluarganya, aku sudah minta orang lain untuk mengawasi mereka, nanti aku sendiri juga bakal langsung memantau ke sana,” jawab Satya.Kedudukan keluarga Pr
Dua hari terakhir ini Fahrel sibuk dengan pekerjaannya di pusat penelitian vaksin, sehingga dia tidak ada waktu untuk mengurus hal selain pekerjaan. Saat Susan baru saja pulang dan melihat banyak barang-barang di rumah yang dibuang ke luar, dia langsung berteriak, “Apa-apaan ini? Siapa yang buang barang-barangku?!”“Aku!” jawab Fahrel seraya berkacak pinggang. “Aku buang barang-barang yang sudah lama, nanti ganti saja dengan yang baru!”“Ganti yang baru? Ganti apanya?” tanya Susan kebingungan, dan saat dia melihat sofa kesayangannya diangkut, dia langsung mencegatnya, “Siapa yang suruh kalian buang? Ini masih bagus!”“Bagus apaan? Masih banyak yang jauh lebih bagus! Barang-barang ini sudah nggak layak lagi untuk kita pakai. Buang saja semuanya, nanti kita pindah ke rumah baru!”“Rumah baru?!”“Iya, tadi aku sudah lihat-lihat rumah baru yang jauh lebih bagus dari rumah kita sekarang. Untuk apa lagi kita pakai barang lama ini, nanti kita ganti semua perabot rumah dengan yang bahan kayu b
“Oh, gitu! Ternyata kamu sudah berani menginjak-injak aku dan mau cari yang baru, ya? Kamu segitu bencinya sama aku, makanya kamu sengaja cari-cari alasan untuk ngusir aku pergi, ‘kan? Jangan besar kepala dulu, Fahrel! Belum sukses saja sudah berani membuang istri yang selama ini menemani kamu! Coba kamu ingat-ingat lagi berapa banyak penderitaan yang harus aku jalani sampai kamu bisa ke titik ini? Sekarang kamu ….”“Banyak omong!” seru Fahrel sembari menutup mulut Susan. Bagaimanapun juga di rumahnya masih banyak pekerja yang sedang memindahkan perabot rumahnya, bisa gawat kalau sampai mereka mendengar perbincangan tadi. “Kalau kamu mau hidup enak, cukup ikut aku saja, nggak usah rewel.”“Kalau begitu kamu harus potong modalnya, tapi kamu harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai orang lain tahu. Dan juga … Rainie tahu soal ini? Dia juga bertanggung jawab atas quality control, kalau sampai dia ….”“Sudah, tenang saja. Anak kita itu pintar, dia lebih bisa kerja daripada kamu!
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti