Mereka berdua saling bertatapan satu sama lain, tapi tidak ada yang berbicara sehingga suasana terasa canggung.“Kamu … ngapain?” tanya Yuna“.…”“Kamu ngikutin aku?”“.…”Akan tetapi Stella masih tidak mau menjawab. Melihat Stella hanya menundukkan kepalanya dengan raut wajah yang cemas, Yuna pun memberanikan diri untuk bertanya lebih dalam lagi, “Ini demi Frans?”Seketika itu, akhirnya Stella mau mengangkat kepalanya dan menjawab, “Bukan, Pak Brandon sudah pulang?”“Hmm? Iya, kenapa?”“Aku boleh ketemu sama dia?”“Nggak boleh!” jawab Yuna dengan tegas. Bukan karena alasan apa, tapi kondisi Brandon saat ini sangat tidak memungkinkan dia untuk bertemu dengan siapa pun. Yuna bahan merahasiakan kondisi Brandon dari Amara karena khawatir kalau sampai Amara datang ke rumah sakit, dia juga akan tertular.“Kenapa nggak boleh? Aku cuma mau tanya beberapa pertanyaan e dia, itu saja. Sehabis itu aku langsung pergi.”“Kondisi Brandon sekarang ini lagi nggak memungkinkan dia untuk jawab pertanyaa
“Gimana kalau harus memilih salah satu?! Gimana kalau aku dan Pak Brandon berada di sisi yang berlawanan karena suatu konflik. Gimana … gimana kalau suatu hari kita jadi musuh ….”“Kamu nggak akan jadi musuhku!” sela Yuna. “Aku nggak akan bikin kalian jadi musuhku! Kamu bukan orang yang nggak punya akal sehat, apalagi Brandon. Andaikan suatu hari nanti kalian berdua berselisih karena perbedaan pendapat, pasti karena ada kesalahpahaman, dan aku bakal bantu kalian untuk menyelesaikan kesalahpahaman itu. Kalian berdua orang yang penting dalam hidupku, mana bisa aku memilih salah satu dari kalian?! Stella, aku tahu belakangan ini kamu lagi banyak pikiran, makanya kamu jadi gelisah. Tapi tolong percayalah sama aku, aku pasti bakal bantuin kamu!”Walau begitu, Stella tidak menenang seperti biasanya. Justru sebaliknya, dia malah mundur dan menggelengkan kepala seraya berkata, “Nggak, nggak mungkin. Dulu aku juga berpikir bahwa perasaan di antara kita bisa melewati semuanya, tapi sekarang aku
“Aku di sini!”Kebetulan saat itu juga Rainie baru saja datang. Namun anehnya, ketika melihat Rainie, amarah Edgar dalam sekejap mereda.“Rainie ….”“Om Edgar, aku mau ngomong sebentar soal lab baruku!”Edgar mengangguk dan segera mengikuti Rainie. Fahrel sempat terkejut dan berniat mengikuti mereka, tapi Rainie langsung mencegahnya, “Ini rahasia, aku cuma mau ngomong berdua saja sama Om Edgar!”Fahrel sungguh merasa tidak terima dengan perlakuan itu. Bagaimanapun juga dia adalah ayahnya Rainie, dan dia juga yang bertanggung jawab atas proyek vaksin yang akan mereka kerjakan. Namun Fahrel hanya bisa memendam perasaan itu dalam hati karena dia tidak berani mengutarakannya. Dia pun bisa melihat akhir-akhir ini Edgar lebih mau mendengar ucapan Rainie. Entah ada obat apa yang Rainie berikan kepada Edgar, tapi Fahrel tidak peduli selama dia sendiri bisa meraup keuntungan untuk diri sendiri.Walau begitu, Bella berbeda. Belakangan ini dia merasa ayahnya sedikit berbeda, tapi dia tidak bisa m
Walau pintu ruang kerja sudah tertutup rapat, Bella masih tidak menyerah. Dia berlari kecil ke depan pintu berniat untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan di dalam. Namun ketika Bella baru saja berada tepat di depan pintu, tiba-tiba pintunya terbuka dari dalam.Dengan kedua tangan bersilang di depan dada, Rainie menatap Bella sinis dan berkata padanya, “Kamu ini kenapa masih nggak mau nurut juga, sih? Om Edgar, gimana, nih?”“Keluar kamu!” Edgar menghardik.“Papa pasti diancam sama Rainie, ‘kan? Kenapa Papa jadi berubah kayak begini? Aku ini anak kandung Papa!”Bella yakin ayahnya pasti telah diguna-guna oleh Rainie, pasti! Maka itu dia ingin menyadarkan ayahnya agar ini tidak terus terjadi.Rainie sudah terlalu malas untuk meladeni Bella, maka dia hanya membalikkan badan dan berkata dengan senyum di wajahnya, “Terserah kalian sajalah. Toh, aku juga nggak buru-buru!”Kata-kata itu membuat emosi Edgar naik seketika. Dia langsung menarik tangan Bella dan menyeretnya keluar secar
“Aku Edgar.”“Terus aku siapa?” tanya Rainie sembari menunjuk batang hidungnya sendiri.“Tuanku,” jawab Edgar.“Bukan, kamu harus manggil aku Rainie. Aku ini memang tuanmu, jadi kamu harus menurut sama aku, tapi kalau lagi di luar, kamu harus manggil aku Rainie. Paham?”“Ya,” angguk Edgar.“Bagus!”Setelah itu Rainie mengulangi perintah yang dulu dia berikan sekali lagi untuk memperkuat ingatan Edgar. Kira-kira setelah satu jam berlalu, barulah mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Fahrel yang menunggu di luar sampai ketiduran mendengkur di sofa. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang berseru, “Fahrel!”Suara itu begitu menggelegar hingga membuat Fahrel terjatuh dari sofa. Ketika Fahrel bangun dan mengelap air liurnya, refleks dia memanggil kakak iparnya itu, “Ya, Kak Edgar!”“Suruh anak buah kamu pergi ke tempat proyek untuk siap-siap. Labnya Rainie sebentar lagi mau pindah ke sana. Kerjakan secepatnya!”“Oke, aku kabarin anak buahku sekarang juga! Tapi, Kak Edgar, prosedurnya
“Sadar apa? Sadar sama kebusukan dan kelicikan kamu?” sahut Bella tanpa menoleh ke belakang. “Kalau itu maksud kamu, iya, aku baru sadar ternyata kakak sepupu yang tumbuh besar bersama dari kecil ternyata kayak begini sifat aslinya.”Rainie tidak peduli dengan sindiran Bella sedikit pun dan hanya membalasnya dengan tawa, “Terserah kamu mau ngomong apa. Memang yang namanya hukum alam itu yang kuat memangsa yang lemah. Masa begitu saja kamu nggak ngerti? Yang kuat bisa mendapatkan lebih banyak. Cuma orang yang mengandalkan kemampuan mereka sendiri yang bisa bertahan hidup!”“Apa iya? Kamu nggak pantas bilang begitu!”“Pantas atau nggak bukan kamu yang menentukan. Om Edgar, kayaknya belakangan ini Bella terlalu terpengaruh sama Yuna. Aku rasa Om harus mendidik Bella yang benar!”“Gimana mendidiknya?” Sungguh tak disangka Edgar malah bertanya seperti itu kepada Rainie.“Hmmm ….”Rainie mencoba untuk berpikir sejenak, sementara itu Rainie akhirnya mau menoleh ke belakang untuk melihat langs
“Kalau kerjaan Papa sudah selesai, nanti Papa jemput. Kamu …. Selagi Papa nggak ada, kamu harus belajar menjaga diri sendiri, ya. Kan kamu sudah besar. Oke?”“Oke! Papa juga jaga diri, ya!”Kata-kata anaknya Shane itu membuat Shane tak kuasa menahan air matanya. Dia berusaha untuk tetap tegar dan berkata, “Nathan, kamu ….”Namun sebelum Shane selesai berbicara, tiba-tiba tampilan videonya menghilang.“Nathan! Nathan!”Shane sampai melompat ke monitor, tapi monitor hanya menampilkan layar hitam, bukan lagi wajah anaknya Shane yang menggemaskan.“Shane, waktumu sudah habis! Aku sudah penuhi janjiku, sekarang giliran kamu. Kuharap kamu nggak ingkar janji!”Shane terus memukul monitor seakan hal itu bisa membuat dia melihat anaknya lagi. “Lepasin anakku! Dia cuma anak kecil yang nggak tahu apa-apa! Apa pun yang kamu mau, akan kulakukan!”“Hehehehe … kamu pikir aku ini bodoh? Tanpa anak kamu sebagai sandera, apa kamu bakal menuruti kata-kataku? Shane, aku tahu betul seperti apa sifatmu itu
“Gimana keadaannya?” tanya Yuna.“Masih belum bangun,” jawab Hanson singkat.Masih belum siuman tapi setidaknya tidak berkembang ke arah yang lebih buruk, itu saja sudah merupakan pertanda baik. Yuna pun mengulurkan tangan untuk meraba nadi Brandon. Denyut nadinya cukup stabil, tapi terasa jauh lebih mengambang dibandingkan biasanya. Itu berarti tubuhnya sedang sangat lebah dan dalam kondisi yang kurang stabil. Virus yang ada di badan masih naik turun.Virus ini memang sedikit aneh dan pandai dalam menyembunyikan diri. Terkadang bisa dirasakan melalui denyut nadi, tapi terkadang juga tidak. Pada awalnya Yuna tidak mengerti dan mengira alau virus di tubuhnya itu sudah bersih. Hingga gejalanya kambuh lagi, Yuna baru sadar bahwa ternyata dugaannya itu salah. Dengan kata lain, virus ini seperti memiliki nyawanya sendiri. Dia bisa bersembunyi dan melawan.Setelah memeriksa nadi Brandon, Yuna mencuci tangan dengan alkohol dan memakai sarung tangan. Dia juga menatap Hanson yang dari tadi teru
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti