Walau pintu ruang kerja sudah tertutup rapat, Bella masih tidak menyerah. Dia berlari kecil ke depan pintu berniat untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan di dalam. Namun ketika Bella baru saja berada tepat di depan pintu, tiba-tiba pintunya terbuka dari dalam.Dengan kedua tangan bersilang di depan dada, Rainie menatap Bella sinis dan berkata padanya, “Kamu ini kenapa masih nggak mau nurut juga, sih? Om Edgar, gimana, nih?”“Keluar kamu!” Edgar menghardik.“Papa pasti diancam sama Rainie, ‘kan? Kenapa Papa jadi berubah kayak begini? Aku ini anak kandung Papa!”Bella yakin ayahnya pasti telah diguna-guna oleh Rainie, pasti! Maka itu dia ingin menyadarkan ayahnya agar ini tidak terus terjadi.Rainie sudah terlalu malas untuk meladeni Bella, maka dia hanya membalikkan badan dan berkata dengan senyum di wajahnya, “Terserah kalian sajalah. Toh, aku juga nggak buru-buru!”Kata-kata itu membuat emosi Edgar naik seketika. Dia langsung menarik tangan Bella dan menyeretnya keluar secar
“Aku Edgar.”“Terus aku siapa?” tanya Rainie sembari menunjuk batang hidungnya sendiri.“Tuanku,” jawab Edgar.“Bukan, kamu harus manggil aku Rainie. Aku ini memang tuanmu, jadi kamu harus menurut sama aku, tapi kalau lagi di luar, kamu harus manggil aku Rainie. Paham?”“Ya,” angguk Edgar.“Bagus!”Setelah itu Rainie mengulangi perintah yang dulu dia berikan sekali lagi untuk memperkuat ingatan Edgar. Kira-kira setelah satu jam berlalu, barulah mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Fahrel yang menunggu di luar sampai ketiduran mendengkur di sofa. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang berseru, “Fahrel!”Suara itu begitu menggelegar hingga membuat Fahrel terjatuh dari sofa. Ketika Fahrel bangun dan mengelap air liurnya, refleks dia memanggil kakak iparnya itu, “Ya, Kak Edgar!”“Suruh anak buah kamu pergi ke tempat proyek untuk siap-siap. Labnya Rainie sebentar lagi mau pindah ke sana. Kerjakan secepatnya!”“Oke, aku kabarin anak buahku sekarang juga! Tapi, Kak Edgar, prosedurnya
“Sadar apa? Sadar sama kebusukan dan kelicikan kamu?” sahut Bella tanpa menoleh ke belakang. “Kalau itu maksud kamu, iya, aku baru sadar ternyata kakak sepupu yang tumbuh besar bersama dari kecil ternyata kayak begini sifat aslinya.”Rainie tidak peduli dengan sindiran Bella sedikit pun dan hanya membalasnya dengan tawa, “Terserah kamu mau ngomong apa. Memang yang namanya hukum alam itu yang kuat memangsa yang lemah. Masa begitu saja kamu nggak ngerti? Yang kuat bisa mendapatkan lebih banyak. Cuma orang yang mengandalkan kemampuan mereka sendiri yang bisa bertahan hidup!”“Apa iya? Kamu nggak pantas bilang begitu!”“Pantas atau nggak bukan kamu yang menentukan. Om Edgar, kayaknya belakangan ini Bella terlalu terpengaruh sama Yuna. Aku rasa Om harus mendidik Bella yang benar!”“Gimana mendidiknya?” Sungguh tak disangka Edgar malah bertanya seperti itu kepada Rainie.“Hmmm ….”Rainie mencoba untuk berpikir sejenak, sementara itu Rainie akhirnya mau menoleh ke belakang untuk melihat langs
“Kalau kerjaan Papa sudah selesai, nanti Papa jemput. Kamu …. Selagi Papa nggak ada, kamu harus belajar menjaga diri sendiri, ya. Kan kamu sudah besar. Oke?”“Oke! Papa juga jaga diri, ya!”Kata-kata anaknya Shane itu membuat Shane tak kuasa menahan air matanya. Dia berusaha untuk tetap tegar dan berkata, “Nathan, kamu ….”Namun sebelum Shane selesai berbicara, tiba-tiba tampilan videonya menghilang.“Nathan! Nathan!”Shane sampai melompat ke monitor, tapi monitor hanya menampilkan layar hitam, bukan lagi wajah anaknya Shane yang menggemaskan.“Shane, waktumu sudah habis! Aku sudah penuhi janjiku, sekarang giliran kamu. Kuharap kamu nggak ingkar janji!”Shane terus memukul monitor seakan hal itu bisa membuat dia melihat anaknya lagi. “Lepasin anakku! Dia cuma anak kecil yang nggak tahu apa-apa! Apa pun yang kamu mau, akan kulakukan!”“Hehehehe … kamu pikir aku ini bodoh? Tanpa anak kamu sebagai sandera, apa kamu bakal menuruti kata-kataku? Shane, aku tahu betul seperti apa sifatmu itu
“Gimana keadaannya?” tanya Yuna.“Masih belum bangun,” jawab Hanson singkat.Masih belum siuman tapi setidaknya tidak berkembang ke arah yang lebih buruk, itu saja sudah merupakan pertanda baik. Yuna pun mengulurkan tangan untuk meraba nadi Brandon. Denyut nadinya cukup stabil, tapi terasa jauh lebih mengambang dibandingkan biasanya. Itu berarti tubuhnya sedang sangat lebah dan dalam kondisi yang kurang stabil. Virus yang ada di badan masih naik turun.Virus ini memang sedikit aneh dan pandai dalam menyembunyikan diri. Terkadang bisa dirasakan melalui denyut nadi, tapi terkadang juga tidak. Pada awalnya Yuna tidak mengerti dan mengira alau virus di tubuhnya itu sudah bersih. Hingga gejalanya kambuh lagi, Yuna baru sadar bahwa ternyata dugaannya itu salah. Dengan kata lain, virus ini seperti memiliki nyawanya sendiri. Dia bisa bersembunyi dan melawan.Setelah memeriksa nadi Brandon, Yuna mencuci tangan dengan alkohol dan memakai sarung tangan. Dia juga menatap Hanson yang dari tadi teru
“Maaf, aku lagi nggak ada waktu!”“Aku ada keperluan penting, lumayan mendesak!” ucap Shane seraya menarik pergelangan tangan Yuna.“Kamu tahu seberapa hebat kemampuan bertarungku. Kamu pasti nggak mau memaksa aku main kasar, ‘kan!”Mendengar itu, Shane perlahan melepaskan genggaman tangannya, dan Yuna pun langsung berbalik pergi. Namun tiba-tiba Shane bertanya, “Kamu nggak mau tahu rahasia di lab?”“Apa-apaan lagi ini?”“Apa kamu nggak mau tahu sebenarnya virus apa yang menjangkit Brandon?”Ucapan Brandon sangat menarik perhatian Yuna. Yang menjadi fokus utamanya adalah ternyata Shane juga tahu bahwa Brandon sedang tertular virus, padahal Yuna sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merahasiakannya. Harus diakui Yuna cukup tertarik. Saat ini Yuna masih tidak begitu bisa memercayai Shane, tapi dia tahu lebih banyak dan sudah sangat dekat dengan kebenarannya. Hanya saja … apakah Yuna harus percaya padanya? Mungkinkah Shane akan mengatakan sejujurnya, atau itu hanyalah sekadar perangkap?
“Lab itu cuma cabang. Institusi aslinya bukan di negara ini.”“Kalau lab yang ada di sini cuma cabang … berarti maksud kamu, institusi aslinya ada di luar negeri, begitu?” tanya Yuna.“Ya, dan dalang yang beroperasi di belakang layar jauh lebih hebat dari apa yang bisa kita bayangkan. Yuna, sebaiknya kamu jangan terus mencari tahu lebih jauh tentang wabah ataupun virus ini. Nggak ada untungnya buat kamu.”“Jadi kamu kasih tahu aku semua ini cuma untuk itu?”“Bukan! Aku mau membuat perjanjian sama kamu.”“Perjanjian apa?”“Kembalilah dan lanjutkan eksperimenku. Kamu bakal berhadapan dengan proyek yang jauh lebih dalam lagi. Tapi kamu jangan banyak tanya dan nggak perlu tahu apa yang kamu kerjakan. Cukup fokus menjalankan eksperimennya saja!”“Terus apa untungnya buatku?”“Kami bisa memberikan sampel virus yang menyerang Brandon. Dengan begitu, kamu mungkin bisa menemukan cara untuk menyembuhkan dia.”“Kenapa nggak langsung kasih obat penawarnya saja?”Sungguh menggelikan. Yuna kira seti
“Jawab pertanyaanku! Kelompok tertentu? Siapa yang kamu maksud?”Menghadapi sifat Yuna yang keras kepala, Shane hanya bisa mengangkat bahunya. Lalu dia menghela napas panjang dan menjawab, “Sudah jelas, awalnya itu ditargetkan ke orang Asia.”“Awalnya?”“Ya, tapi sekarang situasinya sudah di luar kendali! Kamu pasti sudah lihat penyebaran wabah ini yang begitu cepat dan nggak terkendali. Sampai detik ini, sudah ditemukan orang-orang dari tempat lain yang juga tertular virus ini. Ini berarti eksperimennya gagal dan virusnya sekarang menyerang tanpa pandang bulu. Orang-orang yang kerja di lab sekarang pasti sudah putus asa dan kehilangan kepercayaan satu sama lain. Beberapa produk yang kamu buat dulu jumlahnya memang nggak banyak, tapi efeknya manjur, nggak ada efek samping. Makanya bosku berharap kamu mau meneruskan eksperimennya.”Jika memungkinkan, sebenarnya Shane juga tidak ingin Yuna ikut campur dalam eksperimen ini. Namun apa daya, kemampuan Yuna sudah terlanjur menarik perhatian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta
Tidak peduli apa pun yang Ratu katakan, Fred selalu punya seribu satu alasan untuk berdalih.Fred menggeleng dan berkata, “Bukan pintar beralasan, tapi karena semuanya sudah aku pikirkan demi Yang Mulia. Sejak awal sudah kubilang, mereka itu licik dan banyak akal bulusnya. Jangan mudah percaya sama omongan mereka! Mereka pasti mencoba membujukmu untuk menghentikan eksperimennya. Jangan ikuti kemauan mereka. Yang Mulia coba pikirkan, kita sudah sejak lama melakukan penelitian, lalu untuk apa? Kalau sekarang kita menyerah, bukankah semua yang kita lakukan dulu jadi sia-sia? Semua kerja keras, waktu , dan uang yang kita bayar jadi nggak ada artinya! Ini cuma akal-akalan mereka, karena kalau eksperimennya berhasil, kita bisa menguasai dunia. Cuma penduduk Yuraria saja yang bisa kemampuan hidup abadi. Itu sudah cukup untuk menggemparkan dunia, termasuk mereka. Makanya mereka nggak mau eksperimen ini berhasil. Bisa jadi … mereka membujuk Yang Mulia untuk menyerah, tapi habis itu diam-diam me
“Karena kamu begitu setia padaku, aku kasih kamu satu kesempatan lagi,” kata sang Ratu mendesah ringan.“Mau aku jadi bahan percobaanmu? Nggak masalah!” kata Fred dengan alis terangkat. “Toh sekarang aku juga nggak bisa menolak, bukan?”“Apa kamu ada permintaan lain?”Bagaimanapun juga, mereka adalah tuan dan pelayan yang sudah bekerja bersama selama bertahun-tahun, yang sudah melewati suka dan duka bersama. Andaikan Fred memiliki niat untuk melakukan kudeta, dia sudah berkontribusi banyak dan layak untuk mendapatkan apa yang dia minta sebelum dieksekusi.“Yang Mulia tahu aku sudah nggak membutuhkan apa-apa lagi. Aku sudah lama bercerai dengan istriku dan anakku ikut dia ke luar negeri. Aku cuma sendiri mendedikasikan hidupku untukmu, Yang Mulia Ratu. Sekarang aku sudah nggak punya permintaan apa-apa lagi. Oh ya, kalau sampai ….”Fred berhenti sejenak, kemudian dia melanjutkan, “Kalau sampai eksperimen ini berhasil, aku bisa terus hidup lebih lama di dalam badan anak itu, aku berharap
Di sebuah ruang bawah tanah yang lembap dan tidak terkena cahaya matahari, begitu masuk langsung tercium bau busuk yang menyengat hidung. Saat pintu dibuka, dan mendengar ada suara kursi roda yang mendekat, orang yang berada di dalam langsung mendongak menatap ke depan.“Ah, Yang Mulia datang untuk menemui aku juga.”Orang itu menyunggingkan senyum yang kaku. Dia yang dulu adalah seorang duta besar terhormat kini menjadi tak lebih dari seperti tawanan perang. Kursi roda berhenti, lalu sang Ratu menatapnya, orang yang sudah meneaninya selama puluhan tahun lebih.“Fred, apa kamu menyesal?” tanyanya.“Menyesal? Apa yang perlu disesali? Aku menyesal kenapa eksperimennya nggak aku lakukan lebih awal? Atau menyesal karena terlalu banyak berpikir? Ataukah menyesal karena aku nggak menyadari lebih awal kalau kamu mencurigaiku? Yang menang memakan yang kalah, itu sudah hukumnya. Nggak ada yang perlu aku sesali.”Sang Ratu sempat terdiam sesaat mendengar kata-kata Fred.“Jadi kamu nggak pernah m
“Tapi sudah terlambat kalau terus menunggu sampai eksperimennya dimulai!” kata Shane seraya menggertakkan gigi.Dia tidak punya sisa waktu lagi untuk bertaruh. Kalau sampai ternyata eksperimennya keburu dimulai, betapa sakit hatinya Shane membayangkan tubuh Nathan yang masih kecil itu harus terbaring di atas meja operasi yang dingin dan dibedah seperti tikus percobaan. Dia tidak bisa menerima hal seperti itu terjadi. Dia tidak tega melihat anaknya yang masih kecil harus mengalami penderitaan yang sebegitu parahnya. Nathan tidak tahu apa-apa dan diculik begitu saja, terpisah dari ayahnya begitu lama. Dan sekarang, dia harus menghadapi semua ini. Bahkan … bahkan dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi.“Tapi kalau kamu ke sana sekarang, memangnya kamu bisa menolong Nathan?” Brandon bertanya.“Aku nggak peduli. Kalaupun aku harus mati, aku bakal tetap berusaha!”“Ya sudah, terserah kamu. Pergi sana!” Brandon tak lagi membujuk Shane. Dia memukul meja yang ada di depannya dan berseru kepada