“Memangnya cemburu harus lihat gender?!” balas Brandon.Tidak akan pernah bisa menang melawan seorang lelaki yang sedang cemburu buta.“Ok, aku merasa bangga bisa membuat Pak Brandon cemburu. Tapi ….” Yuna menghentikan ucapannya dan memegang wajah lelaki itu dengan kedua tangannya. Dia melanjutkan ucapannya sambil menatap lelaki itu, “Kita juga harus memikirkan orang lain. Aku telepon dia dan tanya keadaan dia untuk memastikan dia aman. Setidaknya kamu masih bisa di sini beberapa waktu.”Dengan cepat Yuna mendaratkan kecupan singkat di bibir Brandon. Setelah itu dia langsung menghubungi Edith. Brandon hanya diam saja diperlakukan seperti itu. Cara Yuna memperlakukannya membuat Brandon sulit untuk menolak.“Kak Edith, kamu sudah ada di mana? Gimana keadaan di sana?” tanya Yuna. Sebenarnya dia juga tidak tahu apakah klien yang ada di tempat tersebut merupakan klien mereka sungguhan. Akan tetapi, dia tetap harus memastikan keamanan temannya itu.“Kira-kira butuh waktu berapa lama lagi? Se
Di saat keromantisan di antara kedua insan tersebut sedang bermekaran, suara ponsel milik Yuna menghancurkan semuanya. Dia mengambil ponselnya dan menerima panggilan tersebut.“Halo?”“Yuna, aku sudah balik dan lagi beli makan di bawah. Kamu mau makan apa?” tanya Edith.Sedetik kemudian Yuna tersadar dan dengan cepat dia mendorong tubuh Brandon untuk mendudukkan tubuhnya. “Ng-nggak perlu, aku nggak lapar.”“Oh, kamu sudah tidur ya? Aku sudah mau sampai.”“Ok!” jawab Yuna sambil mematikan sambungan telepon. Dia tersadar dan dengan tergesa-gesa bangkit berdiri sambil mendorong tubuh Brandon dan berkata, “Cepat, cepat! Edith sudah mau naik! Kamu buruan pergi! Jangan sampai dia ketahuan!”Yuna sibuk merapikan pakaiannya dan mengambil luaran lelaki itu untuk diserahkan pada Brandon. Gerakannya terhenti dan mendapati lelaki itu hanya duduk diam di sana dengan wajah menggelap.“Sudah, aku tahu aku yang salah hari ini. Tapi nggak ada cara lain. Kamu tahu sendiri kalau kita nggak boleh ketahuan
Jantung Yuna nyaris saja melompat keluar dari tempatnya. Nyaris sekali mereka berdua saling bertemu! Senyumannya mendadak terlihat sedikit terpaksa dan tidak alami.“I-iya!”Melihat senyuman kaku di wajah Yuna membuat Edith berdiri di hadapannya dan memandangi perempuan di depannya ini dengan kepala menyamping. Jari tangan Edith menunjuk wajah Yuna dan berkata, “Ada yang aneh!”“Mana ada yang aneh! Kamu yang bilang sudah mau sampai. Aku pikir aku juga harus membukakan pintu buat kamu, jadi aku sekalian lihat kamu sudah sampai apa belum. Lihat! Perhitunganku tepat bukan?” kata Yuna panjang lebar. Dia berusaha menutupi rasa gusarnya dengan berceloteh.Yuna menerima barang bawaan yang dibawa oleh Edith kemudian berbalik masuk ke kamar. “Beli makanan enak apa saja nih?”“Nggak ada jatah kamu!” kata Edith.“Jangan pelit dong!” Yuna meletakkan barang bawaan Edith ke atas meja dan membukanya. Di dalam kantong plastik tersebut berisi sop, kue dan juga nasi. Aromanya sangat menggiurkan, tetapi
“Benarkah?” tanya Edith dengan nada curiga.Yuna menarik napas dalam-dalam dan mendorong bahu Edith dan berkata, “Percaya sedikit dong! Hilangkan ‘kah’ di akhir pertanyaan kamu! Pokoknya seperti itu!”“Aku dulu nggak menyadari kalau ternyata kamu hobi gosip juga. Aku lebih suka kamu yang diam, cuek dan emosian. Buruan pergi mandi! Setelah itu gantian aku yang mandi!”“Kamu pasti ketahuan dan sesuai dengan tebakanku sebelumnya, makanya bersikap seperti ini. Ya sudah, aku nggak mau memperpanjang masalah dengan anak kecil!” kata Edith sambil berbalik masuk ke kamar mandi.Yuna hanya terdiam dan diam-diam menghela napas lega karena berhasil mengelabui Edith. Akan tetapi, dia dan Brandon harus ekstra hati-hati selama ada di kota ini dan jangan sampai ketahuan.Buru-buru Yuna mengeluarkan ponselnya saat teringat akan lelaki itu. Terlihat pesan singkat dari Brandon yang berisi, “1808.”Angka itu merupakan nomor kamar milik lelaki itu. Yuna terbahak dan mengirimkan stiker pada lelaki itu. Dia
“Kenapa nggak bisa tidur? Ada yang sakit? Apakah bayinya membuatmu susah?” tanya Logan penuh perhatian.“Nggak kok, aku hanya nggak bisa tidur saja. Mungkin aku kangen sama kamu,” kata Valerie dengan nada manja.“Logan, kamu boleh datang ke sini untuk menemani aku nggak?” tanya Valerie lagi mencoba peruntungan.“Ok, setelah urusan aku di sini selesai, aku akan ke sana untuk menemani kamu,” jawab lelaki itu dengan cepat. Lelaki itu selalu menjawabnya dengan kalimat seperti itu.Karena Logan menjawabnya terlalu cepat, membuat Valerie merasa bahwa lelaki itu tidak memiliki niat seperti itu. Dia terlihat mengucapkannya tanpa mengingatnya dalam hati. Cara bicara lelaki itu membuat Valerie merasa tidak senang.“Memangnya kapan urusanmu selesai? Di sini juga sudah keburu selesai sebelum kamu datang! Memangnya kamu nggak bisa langsung datang saja? Besok atau hari ini! Memangnya butuh waktu yang lama untuk pesan tiket? Hanya dua jam saja memangnya kamu nggak bisa menemaniku?”“Valerie, jangan n
Setelah sambungan terputus Valerie tidak mau menerima panggilan dari Logan lagi. Hingga akhirnya dia merasa kesal, perempuan itu mematikan ponselnya. Karena percakapannya tadi membuat Valerie semakin tidak bisa terlelap. Dia bangkit dan berjalan ke arah jendela.Jendela kamarnya tidak terlalu besar, tidak seperti kamar tipe president suite yang bisa memandangi seluruh pemandangan malam kota. Kamarnya seperti sebuah bingkai yang mengurung seluruh hidupnya.Valerie seperti bisa melihat hidupnya sudah ditakdirkan seperti ini selamanya. Logan tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan. Dirinya tidak akan pernah bisa berharap pada lelaki itu.Ternyata manusia memang harus mengandalkan dirinya sendiri. Memangnya Valerie bisa apa meski sudah setia dan cinta mati pada lelaki itu? Yuna dulu juga begitu setia pada Logan, tetapi lelaki itu pada akhirnya justru memilih dirinya. Lalu bagaimana ke depannya?Apakah lelaki itu akan menolaknya dan memilih untuk bersama dengan perempuan yang lainnya. J
Yuna selesai mandi dan berjalan keluar. Dia mendapati Edith yang sudah terlelap saking capeknya. Perempuan itu melangkah dengan perlahan dan membantu Edith untuk menyelimuti tubuh perempuan itu. Setelah itu dia mematikan lampu dan pelan-pelan keluar dari kamar.Kamar mereka merupakan kamar kecil kelas bisnis. Di samping kamar mereka masih terdapat satu set sofa dan meja makan. Makan malam yang baru saja mereka habiskan dibersihkan oleh Yuna dan dikumpulkan di atas meja. Setelah sibuk bersih-bersih, Yuna kehilangan rasa kantuknya.Acara pameran percobaan parfum hari ini memberikannya lumayan banyak ilmu. Beberapa produk baru tersebut memang tidak terlalu jauh berbeda, tetapi cukup menjanjikan untuk diajak bekerja sama.Yang paling menarik adalah parfum milik Lawson. Yuna sempat menghirup aroma dari contoh yang disiapkan dalam acara tadi. Di dalamnya memang terdapat aroma yang mirip bunga krisan, tetapi orang profesional pasti tahu bahwa aroma itu bukan berasal dari bunga krisan.Sebenar
Brandon menciumnya dengan lembut dan perlahan bagaikan sebuah benda berharga dan rapuh. Dia juga memeluknya dan kemudian tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Jari tangannya meremas pinggul Yuna dengan lembut dan terlihat sedikit tidak rela.“Aku mau,” kata Yuna sambil memeluk tubuh Brandon dan mengatakan dengan jujur, “Aku benar-benar bersedia dan mau. Aku nggak akan menyesal.”Sorot matanya terlihat penuh keyakinan dan tentu saja Brandon mempercayainya sepenuhnya. Dia memeluk tubuh perempuan itu dengan erat dan mengelusnya sambil mendaratkan kecupan tanpa henti di rambut Yuna.“Aku tahu.”“Lalu kenapa?” tanya Yuna dengan bingung.“Aku nggak mau dengan begitu seadanya,” kata Brandon sambil menunduk dan menempelkan keningnya.Yuna melebarkan lengannya dan memeluk lelaki itu sembari berkata, “Sesungguhnya aku nggak peduli.”Yang paling penting adalah dengan siapa kita melakukannya, sisanya hanya sebuah aksesoris dan hiasan saja. Brandon paham dengan maksud Yuna dan merasa sangat tersentuh
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi
“Gimana caranya aku bisa memastikan kalau anak-anak yang suamiku terima itu benar-benar anakku?”“Hmm? Mau beralasan apa lagi kamu?”“Nggak, aku cuma mau memastikan kalau mereka itu benar anakku, bukan anak orang lain yang dijadikan pengganti.”Sebelumnya Yuna juga sudah berpikir adanya kemungkinan ini terjadi, tetapi ketika melihat Brandon membawa kotak itu dan memeriksa napas anak-anaknya, dia hampir meneteskan air mata. Brandon dikenal sebagai orang yang sangat dingin, tetapi Yuna bisa melihat sewaktu Brandon melakukan itu, jarinya sampai gemetar. Kelihatan sekali selama beberapa hari ini dia juga sangat menderita.Semenjak memutuskan untuk masuk ke tempat ini, Yuna tidak mengira akan terperangkap di sini untuk waktu yang sangat lama, bahkan sampai anak-anaknya lahir. Sudah sebulan penuh sejak kelahiran mereka, tetapi Yuna masih bisa bisa keluar. Bahkan ada kemungkinan dia akan terperangkap di sini untuk seumur hidup.Hidup atau mati sering kali terjadi hanya dalam sekejap mata dan
“Yang perlu kita curigai sekarang adalah kalau anak-anak ini bukan punyaku, berarti mereka siapa? Dan dari mana datangnya mereka? Tapi kalau benar mereka anakku … apa mau mereka?”“Apa mungkin mereka mau menggunakan anak-anakmu untuk mengancammu?” kata Shane. “Atau ….”“Atau apa?”“Nggak, nggak apa-apa! Aku cuma asal ngomong saja.”Mendengar Shane bilang begitu, Brandon juga tidak bertanya lagi lebih dalam. Brandom mengamati raut wajah Chermiko kelihatannya kurang begitu baik. Dia tampak sangat serius dengan kening yang mengerut.“Apa pun keadaannya, anak-anak ini sudah ada di tangan kita. Kita tetap harus merawat mereka dengan baik. Kalian berdua tidur saja dulu, biar aku yang jaga mereka.”“Jangan, kamu sudah kelelahan dari beberapa hari belakangan. Banyak hal yang perlu kamu ambil keputusan langsung, jadi kamu saja yang tidur, biar aku yang jaga!” kata Shane.“Kalian berdua tidur saja. Aku dokter, biar aku yang jaga!” ucap Chermiko.“Sudah, sudah, jangan diperdebatkan lagi! Kemungki
Kotaknya sangat berat, bisa dipastikan isi kotak itu adalah sesuatu yang cukup besar. Napas Brandon mau berhenti rasanya membawa kotak itu, dia lantas membuka tutupnya dengan sangat pelan dan hati-hati ….Benar saja, di dalam kotak itu ada dua orang bayi yang terbungkus rapi dengan selimut. Kedua anak itu tertidur dengan sangat lelap. Brandon merasa sedikit lega melihat kedua anak itu, tetapi masih ada satu hal yang perlu dia pastikan. Dia mendekatkan jarinya ke hidung ke dua anak it untuk memastikan apakah mereka masih hidup. Dan ternyata ya, kedua anak itu memang sedang tertidur lelap dan masih bernapas.“Isinya benar anak-anak!” seru Brandon.Shane nyaris saja meneteskan air mata mendengar itu. Dia bahkan terlihat lebih bahagia daripada Brandon karena apa yang terjadi pada Nathan membuat dia memiliki empati yang kuat, seolah kedua anak di dalam kotak itu adalah anaknya sendiri. Selama kedua anak itu dapat mereka selamatkan, Shane masih punya harapan kalau suatu saat Nathan juga past
Hari perlahan mulai gelap sementara Brandon menunggu di lokasi yang dijanjikan. Sesuai dengan isi pesan tersebut, Brandon menunggu di jalan Tangkira dan berdiri di bawah pohon urutan keenam. Orang yang diutus oleh Edgar juga sudah bersiaga di perimeter. Begitu mereka melihat ada seseorang yang melakukan transaksi dengan Brandon, mereka akan langsung mengamankannya. Semuanya sudah berjalan sesuai rencana, tetapi Brandon masih merasa sedikit cemas meski tidak begitu tampak dari luar.Tidak pernah dia merasa setegang ini sebelumnya, bahkan ketika waktu dia pertama kali mengambil alih Setiawan Group. Membayangkan sebentar lagi dia akan bertemu dengan anak kandung yang belum pernah dia temui sebelumnya membuat detak jantung Brandon berdegup kencang, apalagi saat memikirkan kalau ini hanyalah perangkap.Bagaimana kabar Yuna dan anak-anaknya di sana? Dokter itu juga tidak pernah muncul lagi setelah dia menawarkan diri untuk menjadi mata-mata. Brandon curiga dia mungkin sudah tertangkap oleh F
“Jangan menakut-nakuti aku!” bentak Fred spontan seraya memegangi perutnya.“Aku nggak menakut-nakuti, sebentar lagi kamu bakal merasakannya langsung,” kata Yuna sembari tersenyum dan mengatur posisi duduknya. “Gimana, sudah kamu pikirkan? Jadi kesepakatan kita ini masih berlaku atau sudah nggak berlaku? Aku sudah capek, mau istirahat.”Fred menatap Yuna dengan serius seolah sedang mengukur apakah Yuna jujur atau berbohong. Namun sampai saat ini pun dia masih tidak bisa membedakannya. Harus diakui Yuna memang sangat cerdik. Sebelumnya Fred berpikir paling dia hanya menggertak saja, tetapi dengan segera dia tertampar oleh kenyataan bahwa dia memang keracunan. Dan lebih parahnya, Fred tidak tahu apakah kali ini Yuna serius atau hanya berbohong. Tangan Fred yang memegangi perutnya makin menegang. Dia bisa merasakan rasa sakitnya sebentar lagi akan kembali. Keringat dingin pun sudah membasahi wajahnya.Haruskah dia bertaruh?“Oke! Sesuai permintaanmu, aku bakal meminta anak buahku untuk m
Fred berhenti dan membalikkan badannya menunggu apa yang akan Yuna katakan padanya.“Kenapa?”“Hmm?”“Bisa kasih tahu aku apa alasannya kamu nggak mau membebaskan Nathan? Buat kamu Nathan sudah nggak ada gunanya lagi, jadi untuk apa ….”Fred langsung menyela pembicaraan sebelum Yuna selesai berbicara. Dia mungkin tidak mau terus memperdebatkan masalah ini dan yakin kalau Yuna tidak akan bisa melarikan diri dari tempat ini, jadi dia langsung saja mengatakan alasannya. “Anak itu masih punya kegunaan lain, jadi kamu nggak usah terus berharap. Aku nggak akan membebaskan dia! Begini saja, kamu dan dia nggak mungkin aku bebaskan, tapi kalau kamu ada permintaan lain, silakan, ngomong saja.”Fred menghela napasnya yang berat sambil memegangi dadanya yang sesak. Sakit di tubuhnya tampak sangat nyata. Jika bukan karena rasa sakitnya itu, dia tidak akan membuka dialog dengan Yuna, dan kesempatan ini tidak akan ada. Yuna merasa perkataannya tadi sedikit aneh, tetapi dia tidak sempat untuk berpikir
“Yang kumaksud itu Nathan.”“Nathan?”“Anaknya Shane. Dia sudah lama banget disandera sama kalian untuk mengancam Shane supaya dia mau bekerja untuk kalian. Jangan bilang kamu nggak tahu.”“Oh, anak itu! Kenapa kamu jadi peduli sama anak orang lain juga? Atau jangan-jangan dia itu juga anak kamu?”Nada Fred berbicara sangat menyiratkan hinaan, dan tentu saja Yuna juga menyadarinya. Namun Yuna malas untuk mempermasalahkan hal itu.“Dua anakku, dan juga Nathan. Kalau mereka dijumlahkan pun kamu masih untung. Gimanapun juga kamu duta besar Yuraria, sedangkan mereka bertiga cuma anak kecil yang nggak tahu apa-apa.”Fred mengelus dagunya dan berpikir, “Benar juga apa yang kamu bilang.“Jadi kamu setuju?”“Nggak! Kata siapa aku setuju!”Yuna kaget mendengar jawaban itu. Dalam bayangannya, Fred seharusnya akan memikirkannya dan akan setuju dengan penawaran barunya. Jika Yuna tidak bisa pergi dari sni, setidaknya biarkanlah anak-anak yang tidak berdosa itu pergi. Dan juga Shane sudah tidak ber
“Jangan harap aku bakal membebaskan kamu!” kata Fred.“Dasar batu! Terus saja kamu sok keras, toh sekarang yang bisa menyembuhkan kamu cuma aku. Tapi cuma aku sendiri nggak mungkin bisa melawan satu negara sebesar Yuraria. Bagus kalau aku punya kesempatan, tapi kalau nggak, lebih baik kita berdua sama-sama mati!”“Kamu nggak takut mati, tapi gimana dengan anak-anakmu? Apa kamu sudah nggak peduli sama mereka?” Merasa sudah sedikit baikan, Fred berdiri dengan bantuan tongkatnya dan meketakkan tangannya di atas meja.“Apa gunanya juga, memang kamu bakal membebaskan mereka?”“Iya!”Jawaban tegas dari Fred membuat Yuna seketika itu tercengang. Tangannya gemetar sampai air di gelas yang dia pegang tumpah berceceran. Melihat reaksi Yuna seperti itu, Fred tahu dia masih sangat memedulikan keselamatan anaknya. Ya jelas, mana mungkin Yuna tega meninggalkan kedua anaknya yang baru lahir begitu saja.“Nggak mungkin aku kasih kamu pergi! Aku sudah keluar banyak uang, darah, dan keringat untuk proye