“Aku nggak tahu ternyata kamu jago masak.” Setelah meneguk hampir setengah mangkuk sup, Monica merasa lebih nyaman.“Dulu aku masih nggak pengertian. Sejak dimarahi Kakak waktu itu, aku berjanji aku bakal jaga dan bantuin Kakak. Karena bantuin Kakak sama saja dengan bantu diriku sendiri!”Monica mengangguk tanda dirinya merasa puas. “Aku kembali istirahat di kamar dulu. Nanti aku suruh sopir antar kamu ke perusahaan.”“Emm! Kakak istirahat, ya. Kakak harus jaga kesehatan!” Hanny berdiri di belakang menatap kepergian Monica. Dalam sesaat, senyuman di wajahnya langsung menghilang.Selesai meletakkan mangkuk dari tangannya, Hanny menepuk-nepuk tangannya, lalu berjalan ke arah lemari pakaian. Berhubung Hanny disuruh keluar, tentu saja dia mesti memilih pakaian yang cantik.…Kedatangan Amara sepertinya di luar dugaan Yuna. Dia sungguh tidak menyangka setelah kejadian waktu itu, Amara masih akan kemari.Waktu itu, Yuna tahu tujuan kedatangannya. Jadi, dia bisa mempersiapkan semuanya. Namun
Di lantai bawah, Amara sedang duduk di sofa sembari mencicipi secangkir teh. Dari raut wajah Amara, Yuna dapat melihat betapa capek dirinya. Sepertinya Amara bukan datang untuk mencari gara-gara.“Nek,” panggil Yuna, lalu berjalan ke ruang tamu.“Yang pelan.” Amara melihat perut Yuna sambil berkata, “Sekarang kamu sudah berbadan dua. Jalannya jangan cepat-cepat. Kamu harus lebih hati-hati.”“Iya,” Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Kenapa hari ini Nenek punya waktu luang ke sini?”“Emm ….” Setelah meletakkan cangkir teh, Amara mengamati sekeliling. “Brandon, dia tidak di rumah?”Yuna mengangguk. “Dia masih belum pulang. Sekarang dia masih di perusahaan. Seharusnya Nenek tahu.”Maksud ucapan Yuna adalah Amara jelas tahu Brandon sedang tidak berada di rumah. Dia bisa datang pada waktu ini pasti karena ada masalah.Ucapan Yuna membuat Amara tersenyum canggung. Dia kembali memegang gelas, lalu menyesapnya. “Iya, pada saat ini, dia seharusnya berada di perusahaan. Dia sama seperti kakeknya,
Masalah sudah berkembang hingga tahap sekarang. Tidak mungkin Amara tidak mengungkapkan masalah yang membuat hatinya penat.“Sudahlah, kamu tidak perlu bersikap seperti ini. Semua itu bukan kebetulan. Sekarang aku ingin tahu apakah kitab rahasia itu ada di tangan kalian?”Steve mengatakan Brandon telah membuat jebakan untuknya dan kitab rahasia yang diambilnya adalah versi palsu. Berhubung semua ini adalah jebakan, kenapa mereka tidak menangkap Steve dan membiarkan Steve mengambilnya begitu saja? Jangan-jangan masih ada yang direncanakan mereka?“Nek, mengenai masalah kitab rahasia, aku benar-benar nggak jelas. Gimana kalau kita tunggu Brandon saja? Biar Nenek nanya langsung sama dia?”Amara memang sangat terus terang, tetapi apa yang bisa dikatakan Yuna? Meski dia berkata jujur, apa mungkin Nenek akan memercayainya?Jangan-jangan Amara datang membantu Steve untuk mencari tahu kenyataan? Atau ada yang ingin dilakukannya lagi?Jadi, Yuna mesti meningkatkan kewaspadaannya. Bagaimanapun,
Brandon menggeleng. Dia sendiri juga tidak mengerti maksud kedatangan Amara yang mendadak itu.“Tadi kamu bilang, Nenek suruh kamu mengikuti rapat keluarga hari Sabtu nanti?” Setelah berpikir sejenak, Brandon pun bertanya.Yuna mengangguk. “Iya, Nenek berkata seperti ini, hanya saja dia juga nggak memaksakan diri. Dia hanya bilang dia bakal senang kalau aku bisa hadir. Kenapa? Apa ada masalah dengan hari Sabtu nanti?”“Bahkan kamu juga menyadari ada yang aneh?” Brandon mencubit pelan hidung Yuna, lalu berkata dengan tersenyum, “Jangan takut! Mereka tidak akan bisa melakukan apa-apa.”“Menurutmu, ommu sudah menyadari bahwa kitab yang dia curi itu adalah kitab palsu. Kenapa dia nggak datang buat cari kamu?”“Kamu juga bilang dia itu mencuri, mana mungkin dia berani datang? Hanya saja, dia seharusnya kesal lantaran kitab yang diambil Monica barulah kitab asli.”“Jadi, hari Sabtu nanti aku ikut atau nggak?” Setelah dipikir-pikir, Yuna pun bertanya.“Bagaimana menurutmu? Kalau kamu ingin pe
“Oke.” Hanny mengangguk, lalu melambaikan tangannya. “Kamu keluar dulu. Aku ingin istirahat sebentar.”Si sekretaris sangat tahu diri, segera berpamitan. Jari tangan Hanny menekan telepon kantor, hanya saja, dia masih belum mengangkat gagang teleponnya.Hanny tidak memiliki ponsel, satu-satunya ponsel yang dimiliki Hanny adalah ponsel yang diberikan Monica ketika dirinya diberi misi ke luar rumah. Kegunaannya adalah untuk memudahkan dia berhubungan dengan Monica. Namun setelah pulang ke rumah, ponsel itu akan disita.Hanny tidak diizinkan untuk memasang aplikasi apa pun di dalam ponsel. Dia juga tidak diizinkan untuk menyimpan nomor telepon siapa pun. Dia hanyalah sesosok bayangan. Sebagai sesosok bayangan, dia tidak boleh memiliki teman sendiri.Jadi selama ini, Hanny tidak pernah berinisiatif untuk menghubungi Steve. Hanya saja … diam-diam dia telah menghafal nomor telepon Steve.Tentu saja Hanny juga tidak berani menggunakan ponsel itu. Sebab, Monica sudah memasang alat penyadap dan
“Aku nggak punya waktu!” Kedua tangan memegang gagang telepon. Dia merasa sangat gugup.Ketemu? Tentu saja Hanny menginginkannya!Sudah berapa hari Hanny tidak bertemu dengan Steve. Setiap harinya Hanny selalu memimpikannya. Mereka berdua kelihatan sangat gembira ketika di dalam mimpinya. Steve juga mengatakan banyak kata-kata gombal dan bibirnya dikecup dengan hangat. Semua itu … adalah mimpi indah Hanny. Namun, hanya sebatas mimpi saja.Hanny tahu Steve melakukan semua itu juga karena ada maksud dan tujuannya. Meskipun Hanny tahu tidak semua ucapannya itu adalah kenyataan, Hanny juga rela untuk membohongi dirinya sendiri. Dia memberi tahu dirinya, sebenarnya ada dirinya di dalam hati Steve.Selama 20 tahun ini, Hanny hanyalah bayangan Monica, dia bukanlah Hany. Namun, Steve malah memanggilnya Nini dan melamarnya di hadapan orang banyak. Dia berjanji akan membahagiakan Nini selamanya.Sejak saat itu, Hanny semakin serakah saja. Dia berharap dan mulai mendambakan memiliki kehidupan sen
Saat ragu sesaat, tampak sebuah mobil melintas di hadapannya. Jelas sekali itu adalah mobil yang dinaiki ibunya.Steve segera berlari ke depan rumah. Saat mobil berhenti, dia langsung membuka pintu mobil. “Ma, Mama sudah pulang!”Amara mengangkat kepalanya melihat Steve sekilas. “Jangan-jangan kamu lagi menungguku?”“Kebetulan aku mau keluar, eh … mobil Mama malah kembali.” Steve tersenyum. Meskipun Steve sedang menjaga ibunya selama dua hari ini, dia juga tidak mungkin berterus terang.“Kebetulan sekali!” Amara mengangguk, lalu menuruni mobil. Steve mengulurkan tangannya untuk memapah ibunya, lalu bertanya, “Ma, kamu mau ke mana?”“Jalan-jalan di luar. Kenapa? Apa Mama harus laporan sama kamu?” tanya Amara sambil melirik Steve.“Bukan, bukan, ngapain juga! Aku hanya perhatian sama Mama. Kalau Mama ingin jalan-jalan, Mama bisa kasih tahu aku, biar aku temani Mama!”Steve tersenyum. Dia merasa firasatnya tidaklah salah. Belakangan ini memang ada yang aneh dengan nada bicara Amara. Dulu
Masalah Amara tadi sudah menunda waktu Steve. Saat tiba di Yukardi Group, dia pun sudah terlambat. Steve menelepon ke kantor, sekretaris malah memberi tahu bahwa Monica sudah meninggalkan perusahaan. Tentu saja Steve merasa sangat kesal.Steve takut Monica akan membohonginya lagi. Dia segera mencari mobil Monica di dalam parkiran mobil. Steve tidak menemukannya, tetapi dia masih belum menyerah. Steve pun menunggu hingga matahari terbenam, hingga semua karyawan hampir meninggalkan perusahaan. Namun, dia juga tidak menemukan bayangan Monica. Wanita itu memang suka berubah pikiran!Di sisi lain, Hanny juga merasa tidak senang. Awalnya dia berencana untuk menunggu Steve. Hanya saja, Steve malah tidak kelihatan batang hidungnya dan tidak menelepon untuk mengabarinya. Hanny juga tidak berani meneleponnya. Setelah menunggu lama, Hanny malah mendapat panggilan dari Monica. Dia juga tidak berani mengulur waktu, terpaksa pulang.Di sepanjang perjalanan, Hanny terus memandang ke luar jendela. Na