Erland tertawa senang. Melihat sang istri hanya bisa mengomel tanpa bergerak dari atas ranjang. Aruna pun baru akan memukul jika Erland berada dalam jarak yang sangat dekat."Aku bicara faktanya, kalau seorang wanita sudah berubah jadi ibu. Pasti suaranya akan berubah lantang."Aruna menatap suaminya tajam. Namun, saat melihat Fira yang menangis karena waktunya disusui. Aruna pun langsung mengangkat sang putri dengan hati-hati.Ketika Aruna membuka bra untuk menampakkan dadanya. Bukan hanya Fira yang nampak menantikan. Tapi, Erland pun menatap sangat antusias ke arah sana."Ingat, aku kan belum boleh disentuh,'' ujarnya mengingatkan.Erland langsung tersenyum. "Sayang, siapa juga yang ingin menyentuh saat kondisi kamu seperti ini.""Baguslah kalau kamu sadar."Aruna menatap Fira yang begitu lahap meminum susu. Bibirnya mengulas senyum, gadis secantik ini bagaimana bisa Aruna berpikiran untuk menyia-nyiakan. Jemari Aruna mengusap wajah putrinya."Lahap ya Sayang, kamu haus ya?""Iya Ma
Aruna terpaksa menemui Faisal yang semula duduk di sofa ruang tamu. Langsung berdiri dari duduk, bahkan segera berjalan mendekati Erland yang menggendong Fira."Cucuku Sayang,'' bahkan nada suara Faisal pun terdengar sangat ceria.Sebelum menyerahkan Fira, Erland menatap ke arah Aruna dahulu. Meski mata Aruna sudah melotot, tidak ingin Fira dipegang oleh sang kakek. Tapi, Faisal yang sudah lebih dahulu meraih Fira, membuat Aruna menarik napas."Cucu kakek ini, sudah wangi. Sudah mandi ya, Nak?" Faisal bahkan bertanya pada Fira yang hanya bisa menggeliat.Erland menuntun Aruna untuk duduk di salah satu sofa panjang. Mata Aruna mengawasi Faisal yang sedang mengajak putrinya bicara, dengan bibir yang sesekali tersenyum. Bahkan suara tawa pun Faisal keluarkan.Aruna menatap pada pembantu yang langsung mengangguk dan mulai melangkah pergi. Tentu saja pembantu akan membuatkan minuman untuk ayahnya. Faisal kan sekali main, serasa tidak ingin pulang.Karena bagaimana pun. Fira adalah darah da
Aruna menatap pada Erland yang tengah sibuk memakaikan baju untuk Fira. Hari ini, putrinya mengadakan akikah di rumah yang disewa oleh ayahnya. Kemungkinan tidak akan disaksikan oleh tetangga."Aku di sini saja memangnya tidak masalah?" tanya Aruna dengan cemas.Erland meliriknya. "Kamu kesulitan buat jalan, Sayang. Tidak perlu ikut ya, lagi pula acaranya kan cuma sebentar saja.""Tapi, kalau Fira ingin menyusu bagaimana?"Lantas tangan Aruna menunjuk. "Kamu kan tidak punya susu, seperti yang aku miliki."Otomatis Erland langsung menatap dada sendiri. Kemudian helaan napas terdengar dari suaminya."Ya mana mungkin, Sayang. Aku kan bukan seorang ibu."Tangan Erland mengusap kepalanya. "Sementara kasih Fira susu formula dulu ya.""Nanti kalau sudah dikasih formula, malah nantinya tidak mau punyaku."Mata Erland menatap dadanya. "Mustahil tidak mau. Ayahnya saja sampai ketagihan kok."Aruna terkekeh mendengar ucapan suaminya. Ya, mana mungkin ada kata bosan dalam diri Erland terhadapnya.
Sore harinya, lampu-lampu mulai dinyalakan. Karena cuaca nampak mendung, bahkan hampir hujan. Selagi menyusui, Aruna menatap ke arah suaminya yang tengah memakai baju setelah mandi."Mama tadi ke sini," ujar Aruna mulai memberi tahu.Begitu mendengar ucapan Aruna, kepala Erland langsung menoleh ke arahnya dengan ekspresi tidak senang."Untuk apa wanita itu datang ke mari?"Bahu Aruna mengedik. "Tidak tahu tuh. Kenapa tidak tanya pada ibu tirimu itu sendiri."Mata Erland menyipit, melihat reaksi dari sang istri yang menunjukkan kemarahan. Setelah menyudahi memakai baju, Erland langsung berbaring di atas ranjang. Memperhatikan Aruna yang menundukkan pandangan dan sibuk menatap putrinya."Pasti ada hal tidak enak yang wanita itu katakan padamu kan?" tebak Erland."Tidak ada."Erland semakin menatap curiga, kemudian meraih tangannya. Aruna melirik suaminya yang semakin merambat dan berakhir dengan menyentuh dadanya."Erland, apa yang kamu lakukan?" tegur Aruna dengan mata sudah melotot.E
Aruna yang semula duduk dengan raut cemas. Seketika langsung berdiri dari duduk, saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Mata Aruna langsung kembali memerah karena melihat Erland yang sudah ada di hadapannya."Fira," sebut Aruna dengan air mata sudah turun."Iya Sayang."Erland meraih tubuhnya, kemudian memeluk Aruna dengan tangan mengusap kepalanya. Aruna menangis, mendapati putrinya panas hebat. "Dokter bilang, untung kami membawa Fira tepat waktu, kalau telat sedikit saja--"Aruna yang tak bisa lagi bicara, membuat Erland menenangkannya."Fira tidak akan kenapa-kenapa, Sayang. Tenanglah ya, Fira sudah ditangani oleh dokter.""Aku sangat takut," adunya.Erland mengusap kepalanya dengan lembut lagi. "Sekarang aku sudah di sini, serahkan masalah mengurus Fira padaku ya."Kepala Aruna mengangguk. Erland melepaskan pelukan dan mengusap wajahnya. Erland menatap dengan lekat."Kamu sudah makan Sayang?"Kepala Aruna langsung menggeleng. "Aku tidak napsu makan, melihat Fira diinfu
Aruna mendengar yang sedikit ribut di luar ruang rawat. Sementara Fira menangis, membuat Aruna menggendong anaknya dengan Erland yang memastikan infus tidak lepas."Ayahku," ujar Aruna membuat Erland melirik dan mengangguk.Faisal terlihat datang bersama istri. Aruna butuh waktu yang lama untuk menerima keberadaan pria itu, tapi hari ini malah membawa ibu tiri serta ikut."Aruna, bagaimana keadaan cucu ayah?" tanya Faisal mendekat dengan raut cemas.Fira masih saja menangis di tangannya. Membuat, Faisal semakin mendekat dan meminta untuk menggendong."Coba ayah gendong, barangkali Fira bisa lebih tenang," ujar Faisal.Aruna pun memberikan Fira pada sang ayah. Karena memang biasanya, Fira begitu tenang di tangan Faisal. Namun, kali ini Fira tidak berhenti menangis sama sekali.Mata Aruna saling pandang dengan Faisal. Tidak biasanya putrinya menangis terus seperti ini. "Coba aku yang gendong," ujar Erland.Faisal memberikan Fira pada Erland. Sementara pria itu bertugas membawa tongkat
Aruna memejamkan mata. "Persetan dengan Erland marah atau tidak. Untuk marah dia harus hidup terlebih dahulu."Daffa menatap ke arah Aruna dengan pandangan sedih. Pilihan yang cukup sulit itu membuat Aruna sendiri pasti terluka.Meski begitu, Daffa mengerti kalau Aruna memutuskan untuk meninggalkan Erland hanya demi kelangsungan hidup pria itu."Tepati janji Papa," ujarnya dengan mata memandang serius.Ayah Erland mengangguk. "Bagaimana pun, dia anak satu-satunya untukku. Jadi, tenang saja, tanpa kamu ingatkan pun. Aku akan menyelamatkannya."Kemudian ayah Erland melirik ke arah istri yang sibuk tersenyum senang, atas berpisahnya Aruna dengan Erland dalam waktu dekat."Siap-siap ke rumah sakit dan periksakan dirimu," ujar ayah Erland sampai membuat sang istri heran."Ya? Untuk apa Mas?""Untuk memotong hatimu dan berikan pada Erland.""Mas!"***Pandangan Aruna tertunduk saat Faisal merusak salah satu karangan bunga. Beberapa kolega bisnis memberikan bunga atas kematian ibu tirinya. D
Awalnya Mitha bertanya-tanya. Apa maksud dari Aruna yang berkata, kalau sebentar lagi mereka akan berkemas.Rupanya, begitu malam harinya. Mitha mendapat mandat dari sang ayah, untuk segera kembali ke Indonesia. Menyuruh Aruna untuk mengurus perusahaan yang jatuh ke tangan Erland."Ayah sialan itu, aku yakin otaknya sudah cuci oleh Erland," gerutu Mitha selagi mengemas pakaian.Aruna menoleh. "Aku rasa ayah sengaja melakukannya."Mitha menghela napas. Tujuannya pasti untuk menyatukan Aruna dengan Erland lagi. Hal itu membuat Aruna ikut menghela napas.Aruna sering mendengar berita dari Daffa, kalau mantan suaminya itu tersandung skandal dengan beberapa wanita. Namun, tidak sampai ke arah yang lebih serius."Mama."Mendengar suara dari Fira. Aruna dan Mitha pun saling menoleh, kemudian tersenyum. Melihat gadis kecil dengan piyama pita di bagian dada, menyeret boneka lina belle mendekat.Aruna menatap lekat putrinya. Setelah besar, justru wajah lebih mirip dengannya. Segala kenangan Yud