Awalnya Mitha bertanya-tanya. Apa maksud dari Aruna yang berkata, kalau sebentar lagi mereka akan berkemas.Rupanya, begitu malam harinya. Mitha mendapat mandat dari sang ayah, untuk segera kembali ke Indonesia. Menyuruh Aruna untuk mengurus perusahaan yang jatuh ke tangan Erland."Ayah sialan itu, aku yakin otaknya sudah cuci oleh Erland," gerutu Mitha selagi mengemas pakaian.Aruna menoleh. "Aku rasa ayah sengaja melakukannya."Mitha menghela napas. Tujuannya pasti untuk menyatukan Aruna dengan Erland lagi. Hal itu membuat Aruna ikut menghela napas.Aruna sering mendengar berita dari Daffa, kalau mantan suaminya itu tersandung skandal dengan beberapa wanita. Namun, tidak sampai ke arah yang lebih serius."Mama."Mendengar suara dari Fira. Aruna dan Mitha pun saling menoleh, kemudian tersenyum. Melihat gadis kecil dengan piyama pita di bagian dada, menyeret boneka lina belle mendekat.Aruna menatap lekat putrinya. Setelah besar, justru wajah lebih mirip dengannya. Segala kenangan Yud
"Apa?"Erland berdehem. "Tidak, soalnya aku seperti pernah bertemu denganmu."Aruna langsung tersenyum kecut. Jangankan pernah ketemu, bikin anak di atas ranjang saja sering. Namun, Aruna tidak mungkin mengatakannya. Bisa-bisa dirinya dikira mengada."Mungkin di suatu tempat iya," sahut Aruna dengan kepala mengangguk.Erland menatap Aruna dengan lekat. Mulai dari suara yang mirip dengan wanita yang selalu muncul dalam bayangan dan mimpi. Bahkan, postur tubuh juga mirip."Mengenai perusahaan, kebetulan ayah saya tidak pandai berjudi. Jadi, bisakah kita batalkan penyerahan kuasa perusahaan itu?" tanya Aruna.Erland yang semula mencoba mengingat sosok Aruna. Langsung menyeringai saat mendengar permintaan darinya."Kamu tahu Aruna. Meja judi juga punya aturannya sendiri. Persetan dengan ahli atau pemula, selama permainan dimulai. Maka harus rela kehilangan jika kalah."Aruna langsung diam. Jadi, mantan suaminya ini ingin bersikap keras kepala. Jika saja,
Aruna pagi ini sedang mematut diri di hadapan cermin. Kemudian tangan menengadah, meminta sesuatu. Mitha segera mengambilkan parfum yang semula dipegang."Serius dengan keputusanmu?" tanya Mitha dengan menatap lekat."Mau bagaimana lagi, dia yang menginginkannya."Mitha menatap Aruna heran. Tidak biasanya, Aruna begitu pasrah dengan sebuah masalah. Hingga Mitha yang mulai menyadari pun langsung tersenyum."Jangan bilang, kalau ini trik darimu?""Trik?" Aruna balik bertanya."Ya. Kamu setuju bekerja sebagai sekretaris dari Erland. Kamu pasti ingin menggoda dia kan? Begitu ada kesempatan," tuduh Mitha.Aruna langsung tersenyum sinis begitu mendengar tuduhan itu. Memang mulanya seperti itu saat melihat Erland lagi setelah sekian lama. Tapi, Aruna menyadari satu hal. Masa lalu bukanlah masa depan."Aku tidak ada niat menyimpang macam itu. Aku hanya ingin perusahaan ayah kembali ke tangan kita."Mitha menarik napas. "Ayolah Aruna. Bahkan ayah saja tidak peduli dengan nasib perusahaan itu,
"Kalau seperti itu, aku tidak akan bisa menikahi kamu," ujar Erland."Bisa. Karena itu silakan ingat-ingat kenangan Anda."Aruna yang hendak melangkah pergi, langsung ditarik oleh Erland. Hingga tubuhnya berbalik."Aku akan menikahi kamu, bagaimana pun caranya Aruna."Aruna tersenyum dan menarik paksa tangannya dari genggaman Erland. "Berhenti bicara omong kosong, dan mari bekerja. Karena saya sudah dapat jadwal Anda."Aruna terburu keluar dari ruang kerja mantan suaminya. Sebelum Erland semakin banyak bicara. Begitu keluar, Aruna memegang jantungnya yang berdetak lebih kencang."Dia mengajakku nikah," gumam Aruna dengan tidak percaya.Namun, mengingat ayah dari Erland. Aruna jadi murung, pria itu alasan mereka berdua sampai berpisah. Aruna tidak ingin kehidupan putrinya diusik hanya karena ia memutuskan untuk kembali pada Erland.Aruna menghela napas. "Harus sekaya apalagi aku, hingga menjadi pantas bersanding dengan Erland."Saat siang harinya. Aruna yang sedang membereskan dokumen
Aruna dibawa oleh Erland ke sebuah kamar di lantai atas. Aruna membeku sejenak, otaknya sedang mengajak bernostalgia. Kamar inilah yang dulu dihuni oleh Erland dan dirinya."Fira sedang tidur, jika kamu merasa lelah--"Ucapan Erland sempat terhenti karena menemukan Aruna yang berkaca-kaca. Aruna segera melengos saat menyadari tatapan mantan suaminya."Kamu bisa ikut istirahat," lanjut Erland.Aruna mengangguk. "Saya mengerti, jadi Anda bisa kembali."Dahi Erland mengerut. "Kembali ke mana, Aruna? Kamu lupa ini kamarku, ah lebih tepatnya kamar kita dulu."Mata Aruna menatap Erland lekat. "Apa Anda mengingatnya?"Erland tersenyum dan meraih pinggangnya. "Bakal ingat kalau sering kita gunakan nantinya."Aruna panik dan langsung mendorong tubuh Erland untuk menjauh. "Ini alasan saya tidak mau menikah sebelum ingatan Anda kembali.""Kenapa?"Mata Aruna menatap Erland dengan menantang. "Rasanya tidak adil.""Tidak adil?""Iya. Karena hanya saya yang mengingat semuanya."Erland mendekat memb
Mata Erland yang semula terpejam karena menikmati. Mulai terbuka lebar dengan tubuh langsung bangkit, karena lidah merasa digigit oleh Aruna yang sudah bangun."Kenapa digigit?"Aruna ikut bangkit. Takut Erland melancarkan aksi yang lain, jika Aruna pasang badan. Sorot mata Aruna menjadi tajam. Bukan masalah ia tidak suka dicium pria yang dirinya cintai. Tapi, status mereka sudah bukan suami istri lagi. Hal seperti itu tidaklah lumrah untuk dilakukan."Anda tanya kenapa saya bisa sampai menggigit? Padahal Anda tahu sendiri alasannya apa."Aruna mengeluhkan kelakuan Erland dengan mata melotot, namun suara bicaranya pelan. Karena takut membangunkan Fira dari tidur.Erland menatap bibirnya. "Aku cuma cium saja, Aruna. Tidak sampai pegang sana sini loh.""Lagi pula aku ini kan calon suami kamu."Aruna menghela napas. "Saya bahkan belum setuju, Anda main seenaknya mengklaim."Mata Erland memandang Aruna yang mulai turun dari ranjang. Kemudian menarik dia untuk keluar dari kamar. "Lagi pu
"Mewah?" tanya Aruna dengan mata mengerjap kaget."Iya. Memangnya kamu tidak ingin?" Dahi Erland sampai mengerut.Aruna teringat terakhir kali pria ini menikahi dirinya sewaktu koma. Kemudian, Aruna mengulas senyum. Setidaknya kali ini Aruna menyaksikan pernikahannya sendiri dengan Erland."Baiklah. Aku mau yang mewah dan megah."***Aruna sedikit menyesal menyetujui ajakan Erland yang memberinya pernikahan mewah. Karena, saat ini Aruna duduk di samping Erland yang sedang ijab kabul dengan penghulu.Mahar 329 juta, 5 mobil pajero, 1 set perhiasan berlian dan dua pabrik manufaktur. Telah menjadi pergunjingan seluruh tamu undangan. Memang boleh setidak ngotak mahar yang Erland berikan?"Sah!"Kata itu mengagetkan Aruna dan berhenti menghayal. Begitu matanya melirik, Erland langsung tersenyum lebar ke arahnya. Kemudian mendekatkan tangan padanya.Aruna segera salim, barulah Erland mencium dahinya. "Selamat datang di dunia Erland yang penuh adrenalin, istriku," bisik suaminya.Meski sedi
Pagi hari telah tiba. Semua orang telah terbangun karena kesibukan mereka. Namun, tetap menyempatkan sarapan. Kali pertama dalam hidup Erland, duduk di antara banyak orang. Padahal biasanya hanya sendirian, bahkan melupakan sarapan."Papa mau ini?"Pandangan Erland tertuju pada Fira yang menawarkan. Dia mengulas senyum, kemudian menyodorkan piring ke arah sang putri. Fira juga begitu senang dan mengambilkan, meski harus dibantu oleh Aruna juga."Terima kasih, putri papa yang cantik," ujar Erland dengan tangan mengusap kepala Fira.Putrinya ini tertawa senang, sampai membuat semua mata melirik. Aruna juga sedikit terkejut, karena Fira tidak pernah seceria ini. Lantas, tatapannya tertuju pada Erland. Mungkin keputusan Aruna untuk kembali bersama sangat tepat.Erland menyadari tatapannya dan berbisik, "kenapa Aruna? Yang semalam memangnya kurang."Aruna yang mendengarnya jadi sedikit malu dan kesal. Aruna memutuskan untuk tidak menjawab dan sibuk dengan sarapannya. Erland mengulas senyu