âApa yang kamu bicarakan dengan Cantika?âSinar baru saja masuk ke dalam ruangan Praba ketika pertanyaan itu meluncur keluar dari mulut Praba. Meletakkan kopi dan kue di atas meja sofa, Sinar memindai ruangan besar tersebut.Ini adalah pertama kalinya dia datang ke perusahaan Praba dan masuk ke dalam ruangan lelaki itu. Dalam mimpi pun dia tak pernah membayangkan hal tersebut akan dirasakan.Berjalan mendekati dinding kaca, Sinar menatap keluar dan melemparkan atensinya ke luar ruangan. Pemandangan gedung-gedung tinggi terangkum di dalam netranya. Jalanan yang menampung kendaraan di bawah sana terlihat seperti sekumpulan semut yang tengah berbaris.âKamu belum jawab pertanyaanku, Sayang.â Praba mendekati Sinar untuk mengejar jawaban dari sang istri. âApa yang kamu bicarakan dengan Cantika?âSinar mengalihkan tatapannya pada Praba dan mengelus dada Praba yang terlapis pakaian. âNggak banyak yang kami bicarakan. Hanya say hai dan basa-basi.ââDan kamu pikir aku akan percaya? Firman suda
âMengenalkanku dengan semua orang?â ulang Sinar. âMas akan mengenalkanku di pesta? Kenapa nggak bilang dulu?âEkspresi yang ditunjukkan oleh Sinar adalah sebuah keterkejutan yang luar biasa dan sayangnya tidak bisa ditutupi. Dia bahkan hanya menatap Praba dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.âAku nggak suka di ekspos. Mas tahu nggak kalau setelah aku keluar, maka aku akan dirujak habis-habisan oleh orang-orang di luar sana. Terutama orang yang sudah tahu tentang hubungan Mas dengan Talita.âSinar tidak masalah jika dirinya disembunyikan oleh Praba selamanya. Dia tak suka wajahnya menjadi âsantapanâ media yang hanya akan menyudutkannya.âAku nggak mau. Aku bahagia dengan kehidupanku sekarang.â Sinar benar-benar menolak dengan semua rencana yang sudah Praba susun.âHubunganku dengan Talita sudah berakhir dan dia bukan lagi bagian dari kehidupanku. Sekarang yang ada dalam hidupku adalah kamu. Jadi, aku hanya ingin semua orang tahu siapa kamu.â Praba menjelaskan. âTidak perlu lama. K
Sinar merasa aneh dengan tubuhnya selama beberapa hari ini. Ada rasa lelah yang tiba-tiba yang dia rasakan. Sinar tidak tahu kenapa, tetapi setelah dia melihat kalender di ponselnya, matanya terbelalak lebar.Dia seharusnya sudah mendapatkan tamu bulanannya. Namun, dia sudah telat. Dengan gerakan cepat, dia turun ke lantai bawah dan meminta siapa pun yang ada di rumah itu untuk membelikannya tespeck.Setelah dia mendapatkannya, dia kembali ke kamar dan mengeceknya. Garis dua di tespeck itu membuat tubuh Sinar lunglai seketika. Ini benar-benar diluar dugaannya karena dia sudah mewanti-wanti Praba jika dia tidak boleh hamil sebelum Askara dua tahun.âMas Praba!â Sinar mengeluh sedikit kesal. Dia keluar dari kamar mandi, lalu mengambil ponselnya.Menguhubungi Praba tak peduli jika seandainya suaminya itu tengah meeting. Namun, ternyata panggilan itu diterima lebih cepat dari yang dibayangka oleh Sinar.âMas harus tanggung jawab. Ini gimana ceritanya jadi begini coba? Aku udah bilang kala
Sinar benar-benar dinyatakan hamil anak kedua oleh seorang dokter. Kabar bahagia ini sungguh membuat Praba merasa kehidupannya begitu lengkap. Dibalik huru-hara masalah yang datang silih berganti, Tuhan memberikan selipan kebahagiaan yang indah.Praba yang menggendong Askara di depan dengan gendongannya itu tak lupa menggandeng tangan Sinar dengan erat. Kebahagiaan itu memancar di wajahnya.âIngat kata dokter, kamu jangan kecapekan. Jangan juga malam-malam bangun hanya untuk memasak.âSinar terkekeh mendengar ucapan Praba. Padahal dia tak selalu melakukan itu, tetapi Praba mengatakannya seolah itu rutin dilakukan oleh Sinar.âAku mau makan di restoran Gina.â Sinar mengambil Askara dari gendongan Praba setelah mereka sampai di parkiran. Masuk ke dalam mobil, mereka segera pergi meninggalkan rumah sakit.âMau kasih kabar baik kepada Gina?â tanya Praba setelah mereka sudah berada di perjalanan. âAtau jangan dulu. Setelah nanti mau diadakan syukuran aja.âSinar belum lagi bertemu dengan G
âTernyata, Mbak Sinar ini cukup serakah, ya? Bagaimana mungkin seorang perempuan menguasai anak dari perempuan lain?â balas Cantika.âDia bukan serakah. Tapi melakukan hal yang benar.â Praba membalas ucapan Cantika. âHak asuh Askara ada padaku. Sedangkan sekarang istriku adalah Sinar. Terlebih lagi, seperti yang Sinar bilang tadi, dia yang hamil dan melahirkan Askara, dan Askara tentu saja bergantung dengan Sinar. Kalau kamu tidak paham, lebih baik kamu tidak perlu berpendapat.âCantika keki setengah mati mendengar ucapan Praba yang dilontarkan kepadanya. Maksud hati ingin membuat Sinar tersudut, tetapi dia salah langkah. Di sana ada Praba dan ternyata lelaki itu benar-benar melindungi istrinya dengan sangat baik.âSepertinya Tante benar, kamu sudah banyak berubah, Praba.â Cantika kali ini menoleh menatap Praba. Menancapkan pandangannya pada wajah tampan lelaki yang dulu pernah ditinggalkannya. âKamu tampak begitu mencintai istrimu begitu besar sampai lupa orang-orang di sekitarmu.ââ
âKalau ada apa-apa segera hubungi aku. Ada Firman di ruangan ini yang akan menjaga kalian,â pesan Praba sebelum dia keluar untuk menemui para tamu undangan dalam pestanya. Di belakangnya ada Dante yang menemaninya.âOrang tua Bapak juga datang bersama dengan Ibu Cantika.â Dante memberi tahukan kepada Praba saat mereka memasuki lift.Praba sudah menduga hal itu akan terjadi. Namun, dia hanya akan melihat apa yang akan terjadi nanti. Kalau memang Cantika berbuat ulah, dia tak akan segan untuk mengurusnya sampai akar.Dia sekarang tidak akan memeberikan belas kasihan kepada siapa pun yang akan membuat hidupnya berantakan. Tidak peduli itu adalah Cantika, perempuan yang dulu pernah dicintai setengah mati, tetapi dia tidak akan memberikan maaf jika ulahnya membuat rumah tangganya berantakan.Kedatangan Praba membuat para tamu undangan menatap ke arahnya. Dia segera menyapa mereka dengan formal dan berterima kasih karena sudah bersedia datang di pestanya. Memberikan sambutan di panggung kec
âSudah. Saya baik-baik saja.â Cantika sedikit mendorong Lina agar perempuan itu menjauh. Dia memasang wajah muram dengan geramam tertahan. Tak hanya itu, Cindy pun tampak begitu kesal.âKamu boleh pergi.â Cindy mengusir Lina setelah mereka sudah berada di sebuah ruangan. Lina yang hendak memberikan sebuah salep untuk Cantika itu pun urung.âIbu yakin tidak ingin dibawa ke rumah sakit?â tanya Lina lagi untuk memastikan.âTidak.â Cantika menolak tegas. Ekspresinya sudah dipenuhi rasa amarah yang seolah ingin meledak detik itu juga.âLina!â Dimas yang baru masuk ke ruangan tersebut pun menghentikan Lina yang akan pergi dari ruangan.âSaya, Pak.â Lina menegakkan tubuhnya kembali dan menatap ke arah Dimas yang sekarang sudah duduk di sofa.âSaya tahu kamu tahu banyak tentang kehidupan Praba mengingat kamu sudah bekerja dengannya lama.â Dimas mengawali. Menumpukan kaki kanannya di kaki kirinya. Tatapanya mengarah lurus pada sosok Lina yang diam di tempatnya. âApa yang kamu tahu tentang kehi
âKita bisa nolak kalau memang kamu belum siap.â Praba tidak akan membujuk Sinar untuk membawa Askara menemui Talita kalau memang Sinar tidak siap.Bertemu dengan Talita, tentu saja akan mengusik ketenangan yang sudah mereka rajut sejak lama. Namun, mau tak mau Sinar memang harus mengakui jika Askara adalah darah daging Talita. Perempuan itu punya hak untuk bertemu dengan anaknya.Sejak tadi, Sinar hanya diam seolah ada kekhawatiran yang dirasakan di dalam hatinya. Padahal, dia sudah sah secara hukum jika dia analah ibunya. Nama ibu dalam akta lahir Askara pun atas nama dirinya.âSiap nggak siap kita tetap harus mempertemukan Talita dengan Askara, Mas.â Sinar menarik napas panjang. âHubungi saja dia dan kita bisa bertemu denganya.âMau ditutupi seberapa kerasnya, hal itu tetap tidak bisa. Baik Sinar dan Talita, keduanya memiliki peran yang kuat menjadi ibu Askara. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hanya saja, jika Talita ingin bertemu dengan Askara, Sinar berharap tidak be
Halaman belakang rumah besar Praba dipenuhi keceriaan yang luar biasa. Askara, Bhumi, dan Cherry berdiri di depan panggangan barbeque sambil sesekali saling menyenggol. Namun, kali ini tidak ada yang mencoba untuk melerainya.Para pekerja juga membantu mereka memanggang banyak makanan. Aroma makanan menguar tiada henti. Begitu nikmat luar biasa. Cherry pergi lebih dulu, lalu duduk dan bergabung dengan kedua orang tuanya.âMakan dulu, Bos.â Begitu katanya kepada sang ayah juga ibunya. âAyo, Bunda makan dulu. Mengobrol juga butuh tenaga.âYa, tidak ada yang salah dengan panggilan Cherry karena di sana memang ada Talita. Setelah obrolan Talita dan Sinar saat itu, hubungan dua perempuan itu lambat laun membaik. Mereka menekan ego mereka demi Askara.Begitu juga dengan Praba dan anak-anak mereka. Bhumi dan Cherry bahkan ikut-ikutan memanggil Talita dengan bunda. Jika dalam kondisi yang lalu, Talita pasti akan merasa keberatan, tetapi sekarang tentu berbeda. Dia bahkan merasa memiliki tiga
âSebagai seorang ibu, kita adalah dua orang yang sama-sama menyayangi dan mencintai Askara. Dia memintaku untuk mempertimbangkan agar kita bisa berdamai.âTalita secara pribadi datang ke rumah Sinar dan membicarakan masalah tersebut setelah dia berpikir secara terus menerus. Dia menarik garis ke belakang dan memikirkan tentang masa lalu yang sudah terjadi. Jika dia menyalahkan Sinar sepenuhnya dan menganggap perempuan itu salah, maka itu tidak benar.Sinar dulu juga seorang korban. Dia juga perempuan yang sudah memberikan cintanya dengan penuh kepada Askara. Tidak sekalipun dia merasa terganggu dengan kehadiran putranya tersebut.âSelama ini saya tidak pernah ingin berseteru dengan Ibu secara terus menerus. Hanya saja, Ibu masih menganggap saya adalah orang yang harus Ibu musuhi.â Itu adalah jawaban yang diberikan oleh Sinar. âMelihat bagaimana hubungan kita selama ini, saya yakin itu menjadikan tekanan sendiri bagi Askara. Itulah kenapa dia ingin melihat kita berdamai.âSinar menging
âAbang nggak jadi ke luar negeri, Ma.âSinar yang sedang membuatkan sandwich untuk Askara itu segera mendongak menatap putranya yang tengah duduk di stole bar. Anggota keluarganya yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri dan hanya ada Sinar dan Askara saja di sana.âAbang bicara banyak dengan Bunda. Bunda pun mengerti tentang keinginan Abang. Kalaupun toh nanti misalnya Abang ingin sekolah di sana, itu atas dasar keinginan Abang sendiri. Tapi, sampai sekarang, Abang belum ingin. Abang masih lebih suka di negeri sendiri.âSinar meletakkan sandwich-nya ke atas piring lalu meletakkan di depan Askara. âMama senang mendengar itu.â Perempuan itu duduk di samping putranya dan menemani makan.âAbang berharap, Mama dan Bunda bisa berbaikan.âKalimat itu membuat Sinar segera menoleh ke arah putranya. Tatapan remaja itu penuh pengharapan. Dia tampaknya ingin melihat kedua orang yang disayanginya tidak lagi berselisih paham. Askara tentulah tahu jika sebenarnya yang selalu membuat masalah antara ke
Untuk pertama kalinya, Askara menghadiri acara keluarga Talita. Dia berusaha berbaur dengan keluarganya yang menerima Askara dengan sangat baik. Nenek dan kakeknya begitu bahagia melihat cucunya akhirnya datang dan berumpul dengan keluarga.âNenek senang kamu ada di sini.â Askara menoleh dan mendapati seorang perempuan tua yang tampak masih begitu sehat. Tentu jika bersama dengan nenek dan kakeknya bukan pertama kalinya mereka bertemu, hanya saja dia selalu menolak untuk hadir ketika acara-acara seperti ini dilakukan.âNenek sudah makan?â tanya Askara mencoba untuk perhatian. âAku lihat, sejak tadi hanya mondar-mandir ke sana-kemari. Nenek harus menjaga kesehatan.âPerempuan tua itu tersenyum lembut. Menarik tangan Askara, lalu menggenggamnya. âNenek senang kalau cucu-cucu Nenek berkumpul seperti ini, hati Nenek terasa bahagia sekali.âAskara menatap langit yang mucul sekumpulan bintang-bintang. Indah sekali. Sayangnya ini bukan bulan purnama. Jika bulan purnama, sekarang ibunya pasti
Kedua tangan Askara maupun Talita penuh dengan barang belanjaan. Talita benar-benar membeli banyak barang untuk dirinya sendiri dan juga Askara. Setelah keluarga bersama dengan Talita, melepaskan segala beban yang selama ini dirasakan, Askara sedikit luluh dengan sikap ibunya.âTerima kasih. Abang sudah bersedia berjalan-jalan dengan Bunda.âMereka sudah sampai di rumah dan sama-sama melepas lelah dengan duduk di sofa. Askara segera membaringkan tubuhnya di sofa dan memeluk bantal sofa. Memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkannya kembali.âKalau ngantuk, naik gih, tidur di kamar.â Talita menepuk kaki Askara, lalu mengelus pelan kaki tersebut.âAku di sini aja. Jendelanya biarin kebuka aja, Bun. Nggak usah pakai AC.â Askara menutup matanya setelah itu. Dia sepertinya benar-benar lelah luar biasa.Talita membuka jendela-jendela lebar itu agar angin bisa masuk. Membuat Askara menjadi nyaman luar biasa. Lelaki itu segera saja terlelap dalam tidurnya. Jika Askara sudah memutuskan un
âCerita Tante ternyata cukup rumit.â Tanggapan Bastian setelah itu. Menatap Askara setelah itu. âBagaimana tanggapan lo tentang itu, Askara?âAskara menanggapi santai. âGue udah pernah cerita itu dari Papa. Nggak beda jauh. Hanya beda sudut pandang.ââPapamu menceritakannya?â Talita mengernyit, lalu dia mengingat sesuatu. âApa karena saat Bunba minta kamu bertanya tentang waktu itu âŚ.ââYa.â Askara memotong ucapan ibunya. âPapa sudah cerita semuanya.ââLalu, apa tanggapanmu?â tanya Bastian lagi. âMenurut gue, ini terlalu rumit.ââKehidupan orang tua selalu rumit dan gue benci itu.â Askara menarik napasnya panjang. âBukankah keegoisan mereka sehingga membuat gue harus berada dalam masalah? Harus memilih di antara dua ibu.â Askara tersenyum kecil. âPercayalah, itu sangat menyebalkan.âAkhirnya, Askara mengungkapkan isi hatinya yang terpendam. Sejak kecil dia harus ditarik ke sana-kemari untuk hidup dan tinggal bersama mereka. Dia kesal luar biasa.Ruangan itu seketika hening karena keju
âMa, Abang akan menginap di rumah Bunda,â pamit Askara kepada Sinar. Weekend ini dia ingin mencoba membuka hatinya untuk âmelihatâ lebih dekat kehidupan yang dijalani oleh Talita. Seperti yang Bastian katakan, dia ingin benar-benar memahami posisi Talita.Dia selama ini selalu marah dan tertekan jika Talita memintanya untuk tinggal bersama dengannya. Baginya, Talita tidak seperti Sinar yang sangat dia sayangi. Sekarang, dia sudah berpikir lebih dingin dan dia ingin menjalani semuanya dengan lebih tenang.âAbang sudah bilang kepada Bunda kalau Abang mau datang?â tanya Nilam. âBiasanya Bunda yang akan menjemput Abang.ââNanti pulang sekolah langsung diantar supir ke rumah Bunda, Ma. Aku udah bilang sama Bunda juga.âSinar diam tak segera menanggapi karena dia merasa Askara sudah mulai terbuka dengan Talita. Ada rasa takut, tetapi dia juga tidak bisa menghentikan.âYa sudah. Abang hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung bilang ke Mama.â Sinar mengelus pundak putranya dengan lembut.âIya, M
âAskara!âPanggilan itu membuat Askara menoleh. Dia mendapati seorang lelaki muda berdiri tak jauh darinya dan menatapnya. Lelaki itu tersenyum sebelum mendekat ke arahnya.âGue udah lama nunggu.âAskara tidak mengenal lelaki itu. Oleh karena itu dia hanya memberi tatapan penuh tanya ke arah lelaki itu. Tahu jika dia harus memperkenalkan dirinya, lelaki itu lantas mengulurkan tangannya.âGue Bastian. Sepupu lo.âBarulah Askara menyadari jika lelaki itu adalah lelaki yang dimaksud oleh bundanya. Sepupu yang kuliah di luar negeri. Askara menerima uluran tangan lelaki itu. âAskara.âBastian tampak masih tersenyum. âAda kafe di depan, kita ke sana? Sekalian ngobrol.â Askara tidak langsung menjawab dan tampak berpikir, tetapi Bastian segera bersuara. âNanti gue antar pulang.ââNggak perlu, gue bisa pulang sendiri. Gue nunggu sopir atau adik-adik gue buat pamit.â Askara menoleh ke sana-kemari untuk mencari keberadaan kedua adiknya, tetapi mereka tidak juga muncul.Lantas dia mengeluarkan po
âKalau bukan karena dia, Talita masih tetap akan menjadi menantu keluarga kita.ââCukup!â Dimas berteriak membentak Cindy. âMama ini benar-benar, ya. Mau sampai kapan Mama terus memusuhi Sinar. Ini sudah lama sejak Praba dan Sinar menikah. Kehidupan mereka baik-baik saja sampai sekarang, tapi Mama masih bertahan dengan ego Mama.ââKalau Oma nggak suka sama kami, sebenarnya nggak masalah.â Bhumi bersuara. âTapi nggak perlu menjelekkan Mama. Mama adalah mama terbaik buat kami.ââTahu apa kamu tentang ibumu? Ibumu adalah perempuan yang mengambil suami perempuan lain. Dia itu pelakor.â Cindy semakin tua mulutnya benar-benar luar biasa menyebalkan.âKalau Mama terus saja menyebut istriku seperti itu, lebih baik Mama tidak perlu datang ke rumah ini.â Praba sudah muak dengan segala macam hinaan yang dikeluarkan Cindy kepada istrinya.Tidak sedikitpun Cindy merasa tersentuh dengan kebaikan Sinar selama ini. Bahkan suatu hari dia pernah dirawat di rumah sakit dan Sinar yang menjaganya sampai k