Toko ‘Honey Cake’
Seorang gadis cantik bernama Larissa Zevana, pemilik toko Honey Cake, terlihat sedang memberikan topping cokelat meleleh di atas keik ulang tahun yang hampir selesai dikerjakannya. Walaupun ia terlihat buru-buru gadis cantik ini tetap berhati-hati untuk menyelesaikan pesanan dari pelanggan.Seorang gadis cantik lainnya bernama Ulfa sebagai manajer toko, muncul dari arah dapur dan menghampiri Larissa di pantri dengan membawa kotak penaruh keik. Ia mengenakan setelan baju dan celana hitam berbahan katun, jilbab segi empat berwarna krem, dan mengenakan hak tinggi. Di toko Honey Cake memiliki aturan wajib mengenakan setelan baju seragam pada waktu jam kerja, termasuk Larissa.Karena keiknya sudah selesai diberi topping, Ulfa segera memasukkan keik tersebut ke dalam kotak, serta mengikat pita berwarna ping di atasnya.“Ris, kenapa kamu nggak suruh Indah saja yang mengantarkan keik ulang tahun ini? Ini ‘kan pekerjaannya.”“Tidak boleh, Fa. Ini permintaan pelanggan langsung. Aku tidak mau mengecewakannya,” jawab Rissa menatapnya serius. Rissa mengambil kotak keik dan tasnya di atas pantri. “Nggak jauh kok. Kamu tolong uruskan toko, oke.”“Tapi, Ris ...”“Aku pergi dulu.” Rissa bergegas pergi tanpa mendengar perkataan Ulfa.“Rissa, hati-hati!” ucapnya terlihat khawatir.***Larissa mengantarkan keik ulang tahun ke daerah Lambaro Banda Aceh, dengan mengendarai motor vespa antik berwarna merah yang diberikan kotak penaruh barang di atas badan motor. Ia mengenakan helm hitam dan mengendarai motor dengan hati-hati karena banyak kendaraan lainnya. Di tengah-tengah perjalanan Larissa sedikit terburu-buru dan sejenak melihat waktu pada jam branded di tangan kirinya.“Waduh. Sudah pukul delapan lagi.” Larissa menambah kecepatan dari 40 km menjadi 60 km perjalanan.Di saat Larissa sampai di simpang empat Lambaro, Banda Aceh, dari arah lurus, ia hampir tertabrak mobil CR-V berwarna putih yang muncul secara tiba-tiba dari jalan samping kanannya. Larissa mencoba menghindar dari mobil itu, namun keseimbangannya hilang.‘BRAK!’Larissa beserta motornya terjatuh ke badan jalan. Kaki sebelah kirinya terjepit motor dan keik ulang tahunnya terjatuh ke tanah dan hancur.Sedangkan pengemudi mobil CR-V itu tidak menyadari kalau ada orang yang terjatuh motor akibat menghindar dari mobilnya.“Keik ulang tahunku!” teriak Larissa kesal. Ia mencoba menarik keluar kaki kirinya yang terjepit motor.“Eh, ada orang jatuh motor!” tunjuk dua Mahasiswa dan segera berhenti untuk menolongnya.***Seorang anak laki-laki berusia empat tahun mengenakan seragam paud, duduk manis di kursi kedua mobil. Lalu, ia berdiri dan melihat ke arah belakang. Ia melihat ada seorang perempuan yang jatuh dari motor.“Papa, ada orang jatuh motor,” kata anak kecil berpipi tembem itu.Pria bermata indah itu melihat ke arah belakang lewat kaca dashboard dan ia melihat beberapa kumpulan orang. “Mereka cuma berhenti sebentar, Sayang. Azka duduk yang bagus, ya. Nanti Azka jatuh.”***“Apa kakak baik-baik saja? Apa ada luka? Kita bisa bawa kakak ke rumah sakit. Ayo?” ajak Mahasiswa itu dengan sopan.“Eh, tidak usah. Saya baik-baik saja. Terima kasih banyak sudah mau menolong saya,” ucap Rissa sedikit tersenyum dan sudah berdiri tegak tanpa kesakitan.“Sama-sama. Kalau begitu kami pergi dulu. Lain kali kakak hati-hati,” ucap mahasiswa itu lagi dengan sopan dan pergi melanjutkan perjalanan.Setelah dua mahasiswa itu pergi, Larissa menghela napas berat sambil melihat keiknya yang sudah hancur. Ia mengambil ponsel di dalam saku celana dan menelpon pelanggannya untuk minta maaf. Jika dilihat dari ekpresi wajah Larissa pada saat berbincang, sepertinya ia sedang ditegur pelanggan karena sudah mengecewakan mereka.Namun, Larissa tetap berusaha mengucapkan permohonan maaf dan akan mengirimkan keik ulang tahunnya kembali. Kesal sangat kesal dengan apa yang terjadi pagi itu, tapi Larissa berusaha tenang sambil menatap jalan seolah-olah ia menyimpan dendam kepada pengemudi mobil yang hampir menabraknya.Ia menutup panggilan dari pelanggan dan menghela napas kesal. “Aku pastikan kita akan bertemu lagi.”***Klinik Harapan Kitadrg Darish Iskandar Sp. KGSeorang dokter tampan bertubuh tinggi dan tegap terlihat berkarismatik mengenakan kacamata bulat putih nexflik, jas dokter dengan dalaman kemeja biru dongker, celana abu-abu berbahan kain katun dan lengkap dengan sepatu juga jam tangan. Ia berdiri menghadap pintu ruangannya sambil berbincang lewat telepon selulernya.“Sekitar pukul tiga sore nanti saya akan kembali ke rumah sakit. Jadi, persiapkan semuanya,” kata Darish kepada seseorang di seberang ponsel. Ia mendengar tanggapannya sejenak. “Baiklah. Saya akan datang secepatnya,” pungkas Darish dan mematikan panggilannya.Di sisi lainnya, dua petugas wanita di resepsionis sedang memanggil nomor kartu pasien yang sedang menunggu untuk pemeriksaan gigi pada Dokter Darish. Perawat di klinik Harapan Kita mengenakan setelan baju berbahan kain katun, berwarna ungu, jilbab segi empat dan hak tinggi berwarna putih.“Selanjutnya, pasien nomor 44 segera memasuki ruangan dokter Darish,” panggil petugas operator dari sebelah kiri dan sebelah kanannya bertugas sebagai adminitrasi rumah sakit.Seorang pasien anak berusia 6 tahun bersama ibunya segera memasuki ruangan dokter Darish untuk melakukan pencabutan gigi. Sebelum melakukan pencabutan, Dokter Darish mendengarkan keluhan dari pasien dan ibunya agar lebih memahami tentang kondisi sakit gigi yang diderita pasien tersebut. Dokter Darish begitu ramah melayani pasiennya dan mereka juga terlihat nyaman berkonsultasi kepadanya.***Pertemuan antara sahabat dalam usia paruh baya memang sangat berbeda. Di usia muda dulu, mereka membicarakan tentang kehidupannya sendiri, dan di usia paruh baya sekarang mereka membicarakan kehidupan sang anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Itu sangat lazim dari kebanyakan masyarakat di Aceh.Bu Fatimah dan Bu Anita, dua wanita paruh baya berpenampilan modis dan sopan itu sedang makan siang di sebuah restoran dan membicarakan tentang perjodohan antara kedua anaknya.“Jadi, kamu setuju menjodohkan anak kita berdua?” tanya Bu Fatimah sangat gembira.“Iya, aku setuju. Aku juga khawatir dengan kehidupan anakku yang terlalu menutup diri terhadap laki-laki. Sampai kapan dia akan seperti itu ‘kan?”Sangat jelas terlihat dari raut wajah Bu Anita yang begitu mengkhawatirkan anaknya yang belum juga menikah. Namun, kali ini ia harus membujuk anaknya dengan menerima perjodohan dari sahabatnya, Bu Fatimah. Sudah pasti anak dari Bu Fatimah baik dan sopan. Itulah yang terpikirkan di benak Bu Anita karena ia memercayai sahabatnya itu.“Terus kamu tahu ‘kan, kalau anak aku itu seorang duda,” kata Bu Fatimah yang berterus terang.“Iya, aku tahu. Kalau memang mereka berjodoh, aku tidak akan mempermasalahkan status anakmu. Dan, aku akan terima cucumu seperti cucuku sendiri. Apalagi Rissa, dia sangat suka dengan anak kecil,” jelas Bu Anita.“Oh ya? Terima kasih ya, Ani. Aku sangat lega bertemu denganmu setelah sekian lama tidak bertemu,” ucap Bu Fatimah memegang tangan Bu Anita.“Sama-sama. Aku juga berterima kasih padamu karena telah mengajakku makan siang dan membicarakan tentang ini semua.” Ibu Anita terlihat tersenyum bahagia.***Malam pun tiba. Sebuah mobil jazz yang dikendarai Larissa memasuki pagar rumahnya dan langsung menuju bagasi. Larissa turun dari mobilnya dengan raut wajah yang muram tanpa senyuman. Ia beranjak ke teras dan membuka pintu rumah.“Assalamualaikum,” ucap Rissa dengan suara lesu seraya menutup pintu kembali.“Walaikum Salam,” jawab Bu Anita menghampirinya. Larissa menyalami dan mencium tangan ibunya.“Kok lesu sekali. Kamu lagi Haid?” tanya Bu Anita sambil memegang tangan Rissa.“Nggak, ma. Rissa lagi capek aja,”jawab Rissa singkat.“Ya sudah. Kalau begitu kamu masuk ke kamar, mandi, istirahat sebentar, setelah itu kamu turun kita makan malam bersama. Malam ini kita makan Nasi Kuning kesukaanmu,” kata Bu Anita tersenyum.“Oh ya? Asyik." Tiba-tiba kelelahan Larissa hilang dalam sekejap setelah mendengar makanan kesukaannya itu. Nampak dari wajahnya ia langsung tersenyum-senyum manja dan memeluk ibunya, “Sayang, mama.”***“Ibu sudah belikan cincin nikah untuk calon istrimu.” Bu Fatimah menjulurkan kotak cincin berbentuk love pada Darish.Sontak Darish menutup ponselnya sambil menatap ibunya dengan heran. “Calon istri? Maksud ibu apa?”“Ibu mau kamu menikah dengan pilihan ibu,” jawab Bu Fatimah jelas tanpa basa-basi.“What?” “Tidak boleh menolak keputusan ini karena ibu sudah melamar gadis itu,” kata Bu Fatimah dengan tegas.“Hah?”***Bu Anita duduk di tempat tidur Larissa sambil berbincang dengannya. Larissa melepas hijabnya jika sudah berada di rumah. Ia mengangkat dan mencepol rambutnya tinggi-tinggi. Kecantikan Larissa sangat natural, kulitnya putih, lembut dan bersih. Ia mengenakan setelan baju tidur berwarna maroon, berlengan pendek dan celana panjang.“Apa? Dijodohkan? Rissa nggak bisa. Rissa masih ingin fokus pada pekerjaan. Lagi pun Rissa masih muda, ma.”Ia sontak kaget dan menghentikan mengoles handbody pada tangannya. Ia terkejut tiba-tiba dijodohkn dengan seorang pria yang tak dikenal. Pastinya ia langsung menolak perjodohan itu karena merasa tidak yakin.Namun, Bu Anita harus bersikap tenang dan tetap serius di depan anaknya. Ia menatap Larissa sangat serius dan tak main-main akan perkataannya.Larissa merasakan isyarat keseriusan dari ekspresi kontak mata ibunya itu. “Mama serius?"***Sontak Darish berdiri dari tempat duduknya dengan raut wajah kesal. “Darish nggak bisa, bu. Sampai kapan pun Darish nggak akan menikah lagi.”“Darish! Ibu nggak pernah mendidik kamu seperti ini!” tegur Bu Fatimah ikut berdiri. Ia menatap Darish dengan kemarahan.“Maaf, bu. Darish memang nggak bisa terima perjodohan ini.” Darish menunjukkan raut wajah sedih dan tertekan. Ia terus pergi memasuki memasuki kamarnya.BERSAMBUNG🍁Tepat pada pukul 07:00 pagi, Darish membantu anaknya Azka mengenakan seragam sekolah serta memakaikan dasi berwarna biru di kerah bajunya dengan rapi. Anak berusia empat tahun itu memiliki wajah yang tampan seperti ayahnya. Ia juga pandai bercakap dan tingkahnya begitu menggemaskan.“Papa.” Azka memanggilnya dengan nada lembut.“Iya, Sayang,” jawab Darish juga lembut.“Kenapa Azka nggak punya mama?” tanya Azka dengan raut wajah yang polos.Darish terdiam sejenak sambil menatapnya. “Azka punya mama, Sayang.”“Kalau Azka punya mama, kenapa mama sekarang nggak ada di sini? Mama nggak sayang Azka, ‘kan?” tanya Azka lagi dengan raut wajah sedih dan nada bicara yang masih terbata-bata.“Mama sayang Azka,” jawab Darish singkat karena kebingungan untuk menjelaskannya pada Azka yang masih terlalu kecil. Bu Fatimah tidak sengaja mendengar pembicaraan anak dan cucunya itu saat ingin menghampiri mereka di kamar dan hanya berdiri di depan pintu. Hatinya sangat sakit mendengar ungkapan sedih cucu
Darish dan Larissa duduk berhadapan di satu meja. Di atas meja sudah tersedia pesanan dua porsi dimsum, segelas lemon tea untuk Larissa dan sebotol air mineral untuk Darish. Namun, keduanya menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda. Darish menatap Larissa datar. Sedangkan Larissa berusaha untuk tetap tenang di depan Darish.“Jadi, pertemuan ini orang tua kita yang rencanakan?” tanya Rissa bersikap biasa-biasa saja.“Iya. Tapi, saya ingin membatalkan perjodohan ini,” ucap Darish cuek tanpa basa-basi.Kedua tangan Larissa saling menggenggam lembut dan kuat di balik kolong meja. Raut wajahnya terlihat kecewa saat Darish menolak perjodohan itu. Tidak ada yang bisa dilakukan Larissa kecuali diam. Namun, di dalam lubuk hatinya, Larissa berharap Darish setuju akan perjodohan ini. *** Ulfa terlihat gelisah sambil mondar mandir di depan kasir dan terus menatap layar ponselnya. Karena kecemasan Ulfa yang berlebihan membuat Soraya gagal fokus saat menghitung uang dalam jumlah banyak dan berulan
Satu bulan kemudian Acara pernikahan Larissa dan Darish dilangsungkan di Hotel Hermes, Banda Aceh. Semua tetamu hanya dihadiri oleh keluarga dan teman terdekat. Ruangan hotel itu terlihat mewah dengan dekor yang sempurna.‘Ruang ganti pengantin pria’ Darish terlihat tampan mengenakan baju pernikahan adat Aceh ‘ulee balang’ antara lain baju atasan berwarna hitam dengan sulaman benang emas, celana panjang serta sarung songket yang diikat di pinggang sepanjang di atas lutut, dan kopiah berbentuk lonjong ke atas dengan hiasan bintang persegi dalaman yang terbuat dari kuningan atau emas. Jeremi yang selalu setia menemani sahabatnya itu, tercegang kagum melihat ketampanan Darish yang begitu sempurna mengenakan pakaian adat Aceh. Apa lagi postur tubuh Darish yang tinggi, wajah tirus juga brewokan tipis, kulit putih, hidung mancung dan bermata indah, membuat penampilan Darish lebih menarik. “Bro. Apa keputusanku ini sudah benar?” tanya Darish pada Jeremi yang membantunya memasangkan renco
Darish pura-pura bermesraan dengan Larissa di depan keluarga saat melihat wajah Bu Fatimah menatapnya tajam dari kejauhan. Untuk menghindari ceramah rohani ibunya, Darish merangkul bahu sang istri sambil berjalan menghampiri mereka.“Kenapa kamu merangkul bahuku? Apa karena ...,"“Kamu bisa diam dulu, nggak? Mereka sedang menatap kita,” gumam Darish sambil tersenyum ke arah ibunya. Dan, mereka menghentikan langkah tepat di hadapan Azka, Bu Anita dan Bu Fatimah yang berdiri sejajar.Azka menjulurkan buket bunga ke arah Larissa sambil tersenyum. “For you, Bunda.”Larissa tertawa kecil saat mendengar Azka begitu pandai dalam berbicara. Bu Fatimah dan Bu Anita juga ikut tertawa. Apa lagi saat Azka memanggil Larissa ‘Bunda’ yang membuat Darish tercengang kaget hingga tangannya lepas dari bahu Larissa. Lalu, Larissa mengambil buket bunga dari Azka dan mencium aroma bunga mawar itu dengan raut wajah yang senang.“Terima kasih, Sayang,” ucap Larissa mengelus pipi kiri Azka dengan lembut.***
Akhirnya Azka datang ke toko Honey Cake, dan sedang menunggu Larissa selesai bekerja di ruangannya dan duduk di sofa yang ditemani oleh Soraya, Indah, Dewi, Gia dan Intan. Mereka sangat menyukai Azka karena memiliki wajah tampan dan menggemaskan. “Tampan sekali. Gemes!” puji Soraya mencubit pipi Azka.Azka memberikan senyuman yang sumringah sambil menunjukkan giginya yang putih dan rapi. Ia terus tertawa karena geli, saat Soraya terus saja menggelitik pinggangnya.Tak lama kemudian Larissa dan Ulfa keluar dari dapur menuju dan beranjak ke ruangannya untuk menemui Azka. "Azka datang sendiri?" tanya Ulfa. "Tadi, ada neneknya. Tapi, dia tidak bisa menunggu karena masih ada kesibukan yang lain," jawab Larissa. “Oh, begitu. Eh, Ris. Aku nggak sabar ingin bertemu si bocul gemes itu,” kata Ulfa menyapu kedua tangannya yang terkena tepung.“Kalau kamu ingin bertemu anakku. Cuci tanganmu dulu," kata Larissa terlihat garang yang menyuruh Ulfa mencuci tangannya terlebih dahulu, jika ia ingin
“Boleh kita mampir ke super market sebentar?” tanya Larissa pada sang suami yang tengah mengemudi.Larissa segan mengajak sang suami mampir ke super market, karena selama perjalanan Darish hanya diam dan tak berbicara dengannya. Sepertinya, Darish masih marah pada Larissa yang sudah membohonginya tentang Azka. Padahal Larissa hanya ingin Darish menemuinya di toko untuk makan siang bersama. Tak menjawab permintaan Larissa, Darish hanya memasang raut wajah datar sambil melihat super market di depan sebelah kirinya. “Di super market itu?” tanya Darish.“Iya,” jawab Larissa singkat semakin segan.Darish menyalakan lampu samping kiri mobil dan berhenti di tepi jalan. “Ya udah, cepat turun. Abang tunggu di mobil dengan Azka.”Azka sedang asyik nonton film kartun di Ipad yang duduk di kursi belakang, nampak ia tidak peduli dengan pembicaraan kedua orang tuanya itu.Larissa menaikkan kedua alisnya dan terlihat kaget. Ia tersenyum saat mendengar Darish menyebutkan dirinya ‘Abang’ untuk pert
Darish keluar dari kamar setelah mengganti pakaian tidurnya dan beranjak menuju ke kamar Azka. Ia membuka pintu perlahan-lahan dan berjalan menghampiri sang anak di ranjang yang sudah tertidur lelap. Posisi tidur Azka dalam keadaan terlentang sambil memeluk bantal ikan hiu tanpa berselimut. Darish duduk di sisi ranjang Azka. Ia tersenyum sambil mengelus kepala Azka dengan penuh kasih sayang. Ia tak menyangka Azka semakin hari, semakin berani dan mandiri. Terkadang ia berpikir, ada baiknya juga ia menikah dengan Larissa. Karena sekarang ia tak perlu mengkhawatirkan Azka yang kesepian dan merindukan sang ibu. Di dapur Larissa sedang sibuk mengambil piring dan gelas untuk dibawa ke meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia makan malam enak untuk sang suami dan anak. Saat hendak menuju meja makan, Larissa tak melihat mesin pembuang sampah di depannya, lalu ia tersandung dan piringnya terjatuh ke lantai. ‘Priiing ....!' Bunyi piring pecah yang tak sengaja dijatuhkan Larissa lantai.
Di toko Honey Cake hari ini terlihat sepi. Soraya, Dewi, Gia, Intan dan Indah duduk santai di salah satu meja sambil berbincang menggosipkan suatu hal. Kadang mereka tertawa dan berdebat seperti biasanya."Eh, Sor. Tapi, bukannya mama kamu lagi sakit, ya?" tanya Gia si gadis feminim yang setiap harinya mengenakan make up yang tebal. "Iya. Mamaku masuk ke rumah," jawab Soraya si gadis seksi bermata sipit. "Terus kamu ada rencana balik ke Bandung, nggak?" tanya Indah si gadis tomboi. “Aku mau pulang, tapi 'kan kita lagi kerja. Mana mungkin aku pulang begitu saja, kalau bos belum memberikan aku tanggal libur," kata Soraya juga mempertimbangkan tanggung jawabnya sebagai bawahan. “Bos akan mengizinkan kamu cuti kalau untuk menjenguk ibumu sakit. Bos tidak sekejam itu lah Soraya,” sahut Dewi si gadis profesional dan berkacamata. “Iya, Sor. Apa lagi setelah bos menikah, dia sering suruh kita tutup lebih awal,” tambah Intan si gadis manis berkulit sawo matang, sedang mengupas kulit jeru
Keesokan paginya, Larissa yang baru saja selesai membersihkan diri, ia langsung keluar dari kamar mandi menuju meja rias. Raut wajahnya terlihat senang. Ia duduk di atas kursi sambil menatap wajahnya di cermin."Akhirnya, ia mengaku Ya Allah. Aku sangat senang suamiku mengatakan cintanya padaku," lirihnya dalam hati sambil menyisir rambut panjangnya itu sambil tersenyum.Di sisi lainnya, Darish yang sudah berangkat ke rumah sakit langsung disibukkan dengan pasien yang mengeluh akan giginya yang sakit. Satu persatu sesuai antrean pasien memasuki ruangan dr.Darish. Sebagai dokter spesialis gigi, Darish memberikan penanganan yang baik untuk pasiennya. Ia sangat profesional dan ramah. Apalagi dr. Darish sangat ahli dalam membujuk anak kecil. Tapi, ada seorang anak laki-laki berusia 10 tahun tidak mau mencabut giginya dengan alasan sakit. Ia memberontak hingga ibunya terjatuh dari kursi."Akh!" keluh wanita itu sudah terduduk di atas lantai karena anaknya mendorongnya. "Eh, ibu," kaget Da
Malam pun tiba. Darish merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memeluk guling dan mengeluh kesakitan di bagian perutnya. Keringatnya keluar di sekujur wajahnya karena ia tak sanggup menahan kram di perutnya itu. "Sakit perut karena minum teh?" Larissa agak terkejut dengan pengakuan sang mertua, Bu Fatimah, yang mengatakan kalau Darish tidak bisa minum teh.Ia sedang berbicara dengan Bu Fatimah lewat hp. Kata Bu Fatimah, "Darish tidak bisa minum teh karena menderita penyakit lambung yang parah. Saat Darish mencoba berkali-kali minum teh, Darish langsung sakit perut. Sejak SMP, Darish sudah tidak lagi minum teh. Dia memang tidak bisa minum teh. Sama seperti Almarhum Ayahnya.""Oh begitu. Maaf, Umi, Rissa nggak tahu kalau abang Darish nggak bisa minum teh," ucap Larissa merasa bersalah. Larissa melirik ke arah Darish yang menatapnya dari tempat tidur dengan raut wajah agak kesal. Larissa agak ketakutan jika Darish marah. "Baik Umi, Rissa akan memberikan obat untuk abang Darish. Sampai
Larissa dan Darish duduk berdampingan di sofa ruang tamu. Mereka duduk berhadapan dengan Megan dan kak Ratna. Sedangkan Bu Anita dan Pak Hasballah duduk di sofa lainnya berdekatan dengan sofa Larissa dan Darish. Bu Anita juga sudah menyiapkan beberapa teh hangat dan bolu lapis di atas meja. "Ratna, Megan, silahkan diminum tehnya. Nanti dingin," suruh Bu Anita. "Iya, terima kasih, Bu," kata Kak Ratna. Sedangkan Megan hanya tersenyum tipis ke arah Bu Anita.Kak Ratna dan Megan serentak mengambil minuman dan meneguknya seteguk saja. Lalu, menaruhnya kembali di atas meja. Megan bersikap cukup tenang di depan keluarga Larissa. Terutama sekali di depan Darish. Ia terus saja memandang Darish dan tersenyum ke arahnya. Larissa menatap Megan tanpa senyuman. Wajahnya cemberut bagai melihat musuh dan ia sangat tidak menyukainya. Begitu juga dengan Megan. Ia sengaja membuat Larissa kesal dengan tersenyum sinis. *** Ulfa berdiri di depan pagar rumahnya dengan penampilan yang sudah rapi. Ia meng
Kak Ratna merasa susah hati, jika Megan betul-betul serius akan perasaannya terhadap Darish. Tapi, ia berusaha tenang menanggapi sikap Megan yang sering kali memberontak. Kak Ratna mengambil lima piring dan membawanya ke meja makan.Megan mengikuti kakaknya dari belakang. "Tapi kak, aku mau dia yang jadi suami aku," keluh Megan berharap kakaknya membantunya."Dia suami orang, Megan. Kakak nggak mau kamu menjadi pengganggu rumah tangga orang lain. Apalagi Larissa," ucap Kak Ratna terdengar serius seraya menaruh piring di atas meja. Langkah Megan pun sontak terhenti saat mendengar kakaknya menyebut nama Larissa. "Memangnya kenapa kalau dia? Kenapa Kakak terlihat sangat menyukai wanita itu?" tanya Megan kesal. Kak Ratna menghela napas seraya membalikkan badannya ke arah Megan dan menatapnya tersenyum heran. "Bukan seperti itu. Cuma, orang tuanya itu pemilik rumah sewa ini, mengerti? Kamu mau Kakak diusir? Kakak sangat menyukai lingkungan ini, Megan. Tapi, bukan itu yang menjadi alasan t
Enggan berbaikan dengan sang suami, Larissa malah semakin cemberut menatap sang suami saat Bu Anita, Bu Fatimah dan Azka datang menjenguknya. Ia mengabaikan Darish dengan memeluk Azka yang duduk di atas ranjangnya. Azka begitu dimanjakan oleh Larissa dan Azka sangat senang. Darish memilih untuk duduk di sofa dan memerhatikan sikap perhatian Larissa pada sang anak. Walaupun ia belum berhasil membujuknya, namun ia bahagia melihat Larissa begitu menyayangi Azka. Ia menghela napas lega. 'Untung ada Azka yang menjadi pelipur lara'Sedangkan, Bu Anita dan Bu Fatimah berdiri dari sisi yang berlawanan dan saling berhadapan. Mereka merasa lega karena Larissa baik-baik saja."Kamu makan mie instan lagi 'kan, 'kan, 'kan?" Bu Anita mencubit lengan Larissa karena geram akan perbuatannya."Aduh, ma! Sakit!" keluh Larissa mengusap-usap lengannya dengan tangan kiri. "Sudah, Nita. Rissa lagi sakit, loh. Kamu mau kesehatannya memburuk lagi? Dia sedang hamil," sahut Bu Fatimah membela menantu kesayang
Darish berlari dengan cepat memasuki Supermarket, saat ia melihat seorang pria mendekati Larissa di meja. Ia mendorong pintu dengan tenaga keras dan berdiri menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Hei, dia istri saya!" teriak Darish. Sontak pria tersebut terkejut dan menoleh ke arah Darish. "Oh, maaf. Saya hanya ingin memeriksanya. Sepertinya, istri Anda pingsan," kata pria yang bertugas sebagai pekerja Supermarket tersebut. "Pingsan?" Darish sangat khawatir dan berjalan mendekati Larissa. "Rissa? Rissa?" panggil Darish beberapa kali sambil menepuk pundaknya. Tapi, Larissa tidak sadar. "Dari tadi istri Anda kerjaannya hanya makan. Saya khawatir istri Anda pingsan karena menghabiskan semua makanan berlemak ini," lanjut pekerja itu berprasangka seperti itu. Darish memerhatikan sebentar semua bekas plastik di depan Larissa yang sudah habis tanpa sisa. Ia menghela napas cemas dan menatap Larissa yang tak bergerak sedikit pun."Apa istri saya sudah membayar semua makanan ini?" tanya Da
Larissa pergi dengan hati yang begitu sedih. Apalagi ia sedang hamil, perasaannya yang mulai sensitif membuatnya terus berpikir kalau Darish tidak akan menerima anak dalam kandungannya itu. Untuk menenangkan pikirannya yang kacau, Larissa berjalan menuju taman di dekat rumahnya saat langkahnya sudah lelah. Ia duduk di atas kursi besi yang menghadap ke arah sungai. Tatapannya sangat sayu dan tubuhnya terlihat lesu. "Ya Allah! Aku sungguh mencintai, suamiku. Tapi, kenapa dia tidak mencintaiku?" Ia mengajukan pertanyaan itu kepada Sang Pencipta sambil menangis. Ia mengutarakan perasaannya kepada Yang Di Atas untuk meminta petunjukNya. Ia sadar, ia menikah dengan seorang pria yang sama sekali tidak memiliki hati untuknya. Saat-saat Larissa meratapi kesedihannya sendirian, tiba-tiba Megan muncul di taman itu bersama Ayu. Namun, ia hanya memerhatikan Larissa dari jarak jauh dan Larissa tidak melihatnya. Ia mulai merasa kalau Larissa sedang ada masalah dengan Darish.Megan langsung terseny
Jeremi berdiri mematung di depan gedung rumah sakit dengan raut wajah yang gelisah, setelah mengetahui kehamilan sang istri yang belum terpikirkan olehnya. Ia bahkan tak menyangka kalau kejadian malam itu membuat Larissa hamil begitu cepat. Hatinya terus merasakan keresahan yang membuat dirinya terus menghela napas. 'Tidak, Darish. Fokus. Sebentar lagi kamu akan melakukan operasi yang sangat penting,' lirihnya dalam hati. Kemudian, ia melangkahkan kakinya untuk memasuki gedung rumah sakit. Apapun yang akan terjadi, ia harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu sebagai seorang dokter. *** Larissa, Bu Fatimah dan Azka sudah sampai di rumah Bu Anita. Bu Anita dan Pak Hasballah begitu gembira menyambut kedatangan anak, cucu, dan besannya itu ke rumah. Apalagi Azka yang sudah lama tidak bertemu pak Hasballah karena ia bersama Bu Fatimah selama dua minggu terakhir ini. Azka diajak Bu Fatimah berlibur ke kampung halamannya ke Aceh Tengah, Takengon, karena ada kenduri saudara. Jadi, Bu F
Di pagi hari yang begitu cerah, Larissa dan Bu Fatimah sedang menyiapkan sarapan bersama. Bu Fatimah sibuk memasak nasi goreng putih kampung kesukaan Darish dan Azka. Sedangkan Larissa membantu mengupas buah apel sambil berdiri di dekat wastafel. Bu Fatimah mematikan kompor gas saat nasi sudah masak. “Rissa, bisa tolong ambilkan baskom di lemari kaca itu,” tunjuk Bu Fatimah ke lemari kaca di samping kirinya. “Boleh, Bu.” Larisaa menaruh apel dan pisau di atas piring. Lalu, ia segera membuka lemari kaca tersebut. Setelah lemarinya terbuka, ia malah mencium bau ikan goreng yang disimpan Bu Fatimah di dalam lemari itu. Perutnya mulai merasakan mual dan terus menutup pintu lemari itu lagi. “Wuaak!” Ia menepuk dadanya untuk menghilangkan rasa mual sambil menelan air ludah. “Rissa, kamu kenapa?” tanya Bu Fatimah agak kaget dan mendekatinya. “Rissa nggak tahan dengan bau ikan goreng ini, Bu. Bau minyak goreng, Rissa nggak tahan," kata Rissa yang sudah menutup mulut dan hidungnya dengan