Share

Waktu Tiga Bulan

Winata menarik napas, “Baik, saya beri waktu tiga bulan. Kamu bisa lakukan apa pun untuk membuktikan ucapan kamu. Ingat, dalam tiga bulan kamu tidak bisa membuktikan apa pun, kamu akan saya coret dari akta mana pun perusahaan saya. Dan saya tidak ingin melihat wajah kamu lagi. Paham?”

Stefan tersenyum lebar. “Paham.”

Winata keluar dari ruangan itu. Wajahnya merah padam, jantungnya berdetak keras. Apa tadi? Apa yang menantunya katakan? Dan Winata tanpa tedeng eling menyetujui begitu saja perkataan Stefan.

Sementara itu, Stefan langsung sibuk di sambungan telepon. Stefan memang tidak bodoh, ahli dalam menangani perusahaan. Pak Winata mempunya beberapa unit bisnis. Hotel, restoran skala internasional, periklanan yang Anya kelola, ekspor dan impor, Stefan yang menjalani perusahaan itu. Dan hasilnya tidak mengecewakan.

Perusahaan itu berkembang pesat dalam jangka waktu lima tahun.

“Bagaimana hasilnya, Felix?”

“Sejauh ini belum ditemukan ada penggelapan uang. Tapi, ada anggaran yang jauh dari budget masksimal. Kami masih menyelidikinya, Pak.”

“Baik. Sekarang juga adakan rapat darurat, untuk sementara bawakan saya laporan yang kamu selidiki selama satu minggu ini.”

“Baik, Pak.”

***

Dalam waktu beberapa jam, Felix berhasil mengumpulkan semua karyawan yang ada di perusahaan Anya.

Termasuk Andini dan Aska ada di ruangan rapat saat ini.

Stefan memimpin dan memulai rapat.

“Segera saja saya mulai rapat sore ini. Saya harap kalian tahu bagaimana keadaan istri saya saat ini. Masih dalam keadaan koma. Sesuai amanat Pak Winata, sebagai pemegang saham juga di perusahaan ini, saya akan memegang kendali penuh atas perusahaan ini.”

Manajer yang mendengarkan Stefan, hanya bisa mangut-manggut. Kalau tidak ada yang memimpin, perusahaan ini akan jatuh dengan sendirinya.

“Maaf, Pak, apakah tidak sebaiknya kita tunjuk pimpinan sementara saja? Agar perusahaan ini bisa terus berjalan? Proyek dan klien yang sedang kami tangani meragukan kinerja perusahaan ini karena kecelakaan Bu Anya. Jadi, saya pikir ada baiknya, ada pimpinan yang terjun langsung ke lapangan,” usul manajer operasional.

Dahi Stefan mengerut. “Apa Anya selama ini terjun langsung menemui klien dan menangani projeknya?”

“Eng, tidak, maksud saya, Bu Anya selalu tahu semuanya. Sehingga bisa memikirkan cara yang taktis untuk nangani klien.”

Stefan menarik napas, tatapannya ke arah Andini. Wajah wanita itu lelah, lingkaran hitam di bawah matanya jelas sekali terlihat.

“Baiknya, Anda menunjuk wakil direktur untuk menggantikan kedudukan Bu Anya,” timpal Aska. “Tidak ada jalan, hanya saya yang mengenali seluk beluk perusahaan ini. Lagi pula, kita tidak tahu kapan Bu Anya akan bangun.”

“Bagaimana pendapat kamu, Andini?” pertanyaan Stefan membuat Andini mendongak, jantungnya berdebar keras.

“Pendapat saya, karena perusahaan ini sudah berjalan dengan baik, kecuali laporan keuangan. Maka posisi pimpinan bisa saja dibiarkan kosong. Kalau memang untuk keperntingan klien dan pekerjaan, Pak Aska saya rasa untuk sementara waktu bisa menggantikan posisi Bu Anya,” jawab Andini jelas. Suaranya bergetaran badannya menggigil, begini kalau Andini ingat kondisi Anya saat ini.

Stefan ingin memuji kepiawaian Andini. Namun, tidak mungkin, salah bicara karyawan ini akan berpikiran lain.

“Tidak bisa seperti itu,” debat Aska. “Pak Stefan harus memilih secara jelas, siapa yang gantikan Bu Anya. Kalau begini, bisa-bisa nanti disalah gunakan oleh sebagian pihak.”

“Saya rasa, dengan etos kerja seperti Andini, rasanya semua karyawan kompeten. Perusahaan ini bisa berjalan dengan baik. Saya percaya dengan komponen perusahaan yang ada. Tapi, karena Anda mengusulkan ada pengganti, maka saya akan menunjuk seorang pengganti sampai Anya bangun dan sembuh seperti sedia kala.”

“Baik,” jawab Aska.

“Bukan Anda melainkan Andini yang akan menggantikan Anya.”

Perkataan Stefan membuat isi ruangan itu gaduh. Mana sangka kalau untuk sementara, Andini akan menggantikan Anya. Ada yang setuju, ada yang menentang.

“Dia hanya seorang asisten. Mana bisa dia mengantikan tugas seorang dirut?” tuding Aska.

Ada yang manggut-manggut, membenarkan pendapat Aska. Tapi ada juga yang setuju dengan Stefan.

“Mbak Andini sudah lama jadi asisten Bu Anya, saya pikir dia sudah tahu seluk beluk pekerjaan Bu Anya. Jadi, tidak perlu ragu lagi,” sambar manajer marketing, Dilan. Kalau yang ini selalu baik dengan Andini. Dia mengerling ke arah wanita itu.

Ada senyuman tersungging di wajah Andini, mungkin ini adalah senyuman untuk pertama kalinya selama satu minggu.

Stefan menghela napas ketika melihat Andini dan Dilan saling tersenyum. Mereka pacaran? Batinnya.

Lani memasuki ruangan, dan langsung melangkah ke meja Aska. Berbisik-bisik dan menyodorkan map berisi dokumen.

Aska tersenyum jahat ke arah Andini dan Stefan. Dia lalu menyerahkan dokumen yang Lani temukan. “Anda bisa lihat siapa sebenarnya Andini. Dia memakai uang perusahaan. Semua transfer ke rekeningnya.”

“Apa? Tidak!” Andini mengelak tentu saja.

Stefan yang melihat laporan itu tentu saja kaget. Rasanya selama ini kalau dia memberi uang kepada Andini selalu dari rekening pribadinya. Mengapa ini bisa terekam begini?

“Kamu tidak perlu bohong, Andini,” debat Aska tersenyum dengan miring.

“Apa buktinya?” lempar tanya Dilan begitu melihat Andini histeris.

“Aska melempar lembar dokumen ke arah Dilan. “Kamu bisa lihat semua rekaman transaksi itu.”

Dilan mengambilnya, tangan lelaki itu gemetar. Pandangannya bergantian ke arah Andini, Aska lalu ke arah Stefan—yang sedang menjentikkan jarinya memangil Felix.

Tentu saja, Stefan perlu data yang akurat dan informasi yang jelas.

Felix memelotot, dari mana bisa data seperti ini bocor. Dia lalu menatap tajam Aska. Apa ini semua akal-akalan dari Aska.

“Ini sama saja pencucian uang,” ucap Aska menuduh Stefan dan Andini.

Stefan terus menatap Felix.

“Saya bisa jelaskan semua transaksi ini. Ini bukan praduga pencucian uang. Saya memang kerap menambahkan uang bulanan untuk Andini kalau dia membantu saya di luar pekerjaan.”

“Membantu Anda di luar pekerjaan?” ulang Aska menyindir. “Apakah memang seorang asisten begitu? Selalu ada pekerjaan di luar jam kantor?”

“Tolong, Pak jelaskan kepada kami. Buktikan kalau memang Anda dan Andini tidak terlibat kasus pencucian uang. Dan mengapa Anda mengiriminya uang setiap bulan? Bukankan Andini adalah asisten Bu Anya yang digaji perusahaan ini?” desak Dilan. Tidak terima kalau teman baiknya diperlakukan seperti ini.

“Terkadang, saya memerlukan tenaganya untuk ….” Stefan menelan ludah melihat Andini menangis sungguh membuatnya tidak tega.

“Halah, bukti ini sudah jelas kalau Andini adalah pelaku penggelapan uang selama ini,” tuding Aska. “Percuma juga kalau mengelak sekarang.” 

Stefan membuka mulutnya, tapi kalau dia jelaskan sekarang, rasanya tidak mungkin! Lagi pula, tidak semua karyawan percaya.

“Andini istri saya yang kedua,” ucap Stefan, final. Dia tidak bisa melindungi Andini dengan cara lain. Konflik keluarga Stefan dan Andini bisa terbuka di sini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status