Season IIBab 61 “Gak mau, gak mau! Gak mau dianterin Mama!” pekik Prayan, semenjak Anya kembali ke rumah itu, pengasuh Rayan jadi pusing sendiri.Tiap hari Anya memaksa Prayan agar mau diantar jemput, atau disuapi atau ditemani tidur. Dibantu berpakaian saja, Prayan tidak mau dengan Anya.Dan semua usaha Anya membuat Prayan bete, alhasil uring-uringan seharian.Kemarin saja di jalan pulang ke rumah Rayan ngambek tidak mau pulang karena akan ketemu dengan Anya.Stefan pagi ini lagi-lagi mengambil alih. “Sudah, Nya. Mungkin karena kamu terlalu lama sakit, jadi Rayan belum terbiasa ada kamu,” bujuk Stefan pelan.Anya tidak mau terima penjelasan Stefan. Anak itu sialan, makinya dalam hati. Namun wajahnya tersenyum menatap Stefan. “Baiklah. Karena aku adalah istri dan ibu yang sabar, jadi aku akan menunggu sampai Rayan luluh.”Anya meluruskan dasi Stefan yang terlihat miring. Mengencangkannya hingga leher lelaki itu terasa ketat.Stefan kaget tentu saja, matanya membesar menatap Anya.“S
Season IIBab 62“Sebaiknya kamu tarik tawaran kamu itu, Stefan,” suruh Anya, ada nyala amarah dalam matanya.“Ini bukan tawaran tetapi Andini harus ada dalam jajaran komisaris. Karena dia cukup kompeten. Walau dia bukan dari jajaran pemegang saham dan keluarga,” lanjut Stefan.Anya makin geram. Selama ini dia tidak pernah dianggap kompeten oleh siapa pun.“Mengapa kamu berpikir dia kompeten? Dia menjadi dirut karena aku yang koma, kan?”Stefan mengerutkan dahi, rasanya ada sesuatu yang mengusiknya ketika Anya berkata demikian. Ada kilasan ingatan dalam kepala Stefan.Matanya lantas menatap Andini. Menelisik dari atas hingga ke bawah, apa Andini wanita yang selama ini ada dalam mimpinya?Andini tidak tahan dengan perdebatan Stefan dan Anya. Dan dia tidak ingin ikut-ikutan dalam debat ini.Jadi saat ini Andini ingin menghentikan perdebatan itu.“Baik! Saya juga tidak ingin menjadi anggota jajaran komisaris. Saya juga harap bapak ingat kalau saya tidak inginkan jabatan jadi dirut di Lib
Season IIBab 63Sekali lagi Jeff tersenyum melihat kelakuan Andini. Lelaki itu berdiri mendekat ke arah Andini.“Jadi, bagaimana Andini? Apa fasilitas yang akan diberikan kurang? Kamu bisa sebutkan, apa saja tambahannya.”“Saya pikir tidak ada. Aku dan memang butuh pekerjaan lain. Jadi … Aku akan bekerja di sini.”Jeff memelotot, lalu memekik, “Yeah!” sambil mengepalkan tangan.Terus terang, Andini kaget melihat reaksi Jeff yang dipikir eksentrik. Reaksi yang bisa Andini berikan hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya.Beberapa detik kemudian, Jeff menatap Andini, seperti ingat ada orang lain di ruangan itu.Jeff berdeham sambil merapikan jasnya. “Jadi, kapan kamu mulai kerja?”“Aku minta waktu sampai bulan depan. Ada beberapa hal yang harus …”“Ah, saya paham,” potong Jeff dengan cepat. “Lagi pula, kantor di sana juga masih dalam masa persiapan. Jadi, kamu bisa selesaikan dulu semua urusanmu.”“Terima kasih, Pak Jeff,” ucap Andini.“Bagaimana kalau kita makan siang?” Jeff meliri
Season IIBab 64 “Saya mengerti. Ini suatu kebetukan, jadi, saya tidak perlu repot menulis surat pengunduran diri,” jawaban Andini membuat Anya menatap dalam mata Andini.Dahi Anya mengerut. “Maksud kamu?”Andini tersenyum, menyeruput teh hangat yang ada di meja. Akhir-akhir ini asam lambungnya kumat, sering mual bahkan muntah.“Saya sudah dapat pekerjaan baru,” jawab Andini.Anya tersenyum lebar. “Selamat untukmu.”“Terima kasih. Saya akan membereskan semua pekerjaan hari ini. Agar besok saya bisa menempati kantor yang baru,” papar Andini lagi dengan santai.“Kamu tidak perlu buru-buru, Andini,” Anya berkata sambil memngibaskan tangan.Andini tapi menggeleng, “Saya ingin menuntaskan semua ini segera, Bu. Jadi, tidak ada ganjalan lagi dalam hati saya.” Dia melirik jam tangan.Anya jadi tidak enak. “Kalau begitu aku akan memberi kamu gaji dan tunjangan terakhir.”“Baik, Bu. Saya kira sudah cukup. Apa ada yang lain lagi? Hampir selesai jam makan siang. Saya harus kembali ke kantor.”“T
Season IIBab 65“Apa? Kenapa dengan dia?” Stefan seperti panik sendiri, apakah benar itu Andini? Jangan-jangan hanya ilusinya saja.Ya, tidak mungkin itu Andini, tadi Laras bilang Andini sedang ada di ruangannya.Tapi, ada penyangkalan dalam hati Stefan. Membenarkan kalau itu adalah Andini. Dari wajah yang sekilas dia lihat tadi.Namun, Jeff melaju dengan kecepatan tinggi hingga mobilnya menghilang dari pandangan Stefan.“Ikuti mobil Jeff,” suruh Stefan kepada Felix. “Saya merasa yang dibawa itu adalah Andini.”Felix tidak meragukan insting dan intuisi atasannya. Jadi dengan cepat asistennya itu memutar kemudi untuk mengejar Jeff di depan.Jeff dengan cepat sampai di rumah sakit terdekat.“Tolong! Tolong!” pekiknya masuk ke dalam IGD sambil membopong Andini yang belum siuman.Beberapa tenaga medis berhamburan ke arah Jeff.Perawat dan dokter yang berjaga memberikan brankar agar Andini bisa langsung dibawa ke ruang pertolongan pertama.Stefan tidak langsung turun dari mobil, dia menun
Bab 66Dokter itu mendekat ke arah Andini. “Apa kamu ingat kapan terakhir kali datang bulan?”Mata Andini membesar menatap dokter itu.“Memang, aku kena sakit parah?”Dokter itu tersenyum an menggeleng. ‘Tadi ketika memeriksa kamu, di bagian perut rasanya ada yang berbeda. Dan saya tahu, kalau itu hanya sakit lambung atau sejenisnya.”Andini membeku, mungkinkah aku … katanya dalam hati. Dan tidak mungkin, ini sungguh tidak boleh terjadi.“Pikirkan saja, saya akan mengutus dokter nanti untuk melakukan pemeriksaan.”Andini malah makin beku. Bagaimana ini?“Oke. Lakukan saja periksa darah itu,” suruh Andini. Lalu mendecak menyesal, kenapa dia mengatakan itu.“Baik. Setelah diambil darah, saya akan mengalihkan pemeriksaan ini ke dokter kandungan.”Andini mengangguk lemah, “Tolong jangan beritahu ini ke siapa pun.”“Catatan kesehatan pasien tidak akan bocor ke siapa pun,” jawab dokter itu, dia mengangguk kesalah satu perawat yang ada di ujung bilik.Perawat itu mengambil contoh darah Andin
Bab 67Mata Andini yang sembab menatap Jeff.Tatapan itu artinya bimbang, ada kegamangan dalam hati Andini saat ini.Namun, pada akhirnya, Jeff juga nanti harus tahu.“Apa kamu masih mau menerimaku bekerja di perusahaan itu?” tanya Andini lirih, penuh harapan. Dia tidak ingin anaknya nanti kelaparan.Dahi Jeff mengerut, memiringkan kepala.“Aku hamil, Jeff. Sebelumnya aku pernah menikah, menjadi istri kedua.”“Apa?” Jeff membuang pandangannya, mengusap wajah kasar. Lalu menatap Andini lagi. “Siapa ayah anak itu?”“Kamu tidak perlu tahu. Apakah kamu akan menerimaku atau tidak di perusahaan itu?”“Bagaimana kalau saya menolak?” tanya Jeff tegas, rasanya dia tidak ingin ada orang yang menyusahkan nantinya di perusahaan.Andini tersenyum disela sisa isak tangisnya. “Tidak ada masalah.”Jeff iba melihat Andini. Lelaki kaukasia itu mau mendengar kisah hidupnya. Kenapa dia bisa menjadi istri kedua.“Saya akan menerima kamu,” kata Jeff sambil mengangguk-angguk. Pandangannya lurus ke arah And
Season IIBab 68“Awalnya memang berat. Tapi, saya yakin kamu akan menjadi ibu yang hebat untuk anak-anakmu.”Perkataan itu seolah memberi kekuatan dari dalam hati Andini. Wanita itu menegakkan badan, menatap ke depan.Andini juga tidak mengerti mengapa dalam waktu singkat, Jeff bisa mengendalikan pikirannya.“Kita jalan lagi?” tawar Jeff, “Kamu lapar?”Andini diam sejenak, “Lapar.”“Kita makan dulu bagaimana? Sebelum saya antar kamu pulang?”Andini mengangguk, “Ya, bisa.”Jeff memasangkan sabuk pengaman Andini, wanita itu sampai dibuat salah tingkah oleh lelaki ini. Hampir saja napasnya berhenti saking saltingnya. Sesudah itu, Jeff menutup pintu mobil, dan berlari ke sisi lain mobil.Starter mobil dengan cepat setelah masuk ke kabin mobil.“Kalau begitu kita harus cepat, saya juga belum makan sejak pagi,” ujar Jeff.Dahi Andini mengerut, lalu tersenyum sambil menatap Jeff dari samping. “Pantas saja kamu begitu bersemangat.”***“Yang Mulia menugaskan saya di Kalimantan juga. Apa ini
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.