season 1 Bab 25“Biarkan saya bicara dengan Bu Liana.”Nada bicara Andini dingin seperti tidak peduli lagi dengan apa yang akan dilakukan oleh Bu Liana.Aska menghela napas.“Berani-beraninya kamu mengusir Aska, dia ini orang kepercayaan anak saya. Punya hak apa kamu di sini?” omel Liana sambil bertolak pinggang.“Ya, dia memang semena-mena sejak jabatannya jadi dirut,” timpal Aska. Lalu berseekap menatap tajam Andini. “Dia juga menurunkan jabatan saya, memecat asisten saya.”Andini tersenyum lebar, “Kalau Anda bertanya punya hak apa. Saya adalah dirut di sini, walau hanya untuk sementara. Saya menurunkan jabatan Pak Aska atas persetujuan Pak Winata dan Pak Stefan.”“Walau kamu sudah dapat persetujuan mereka, kamu harus mendapat persetujuan saya, paham!?”Andini tersenyum, “Paham.”Walau dalam hatinya cemas tak karuan, gelisah dan takut.“Kamu tidak perlu macam-macam di sini, kamu hanya pelakor. Mana sangka bekas pembantu seperti kamu mengincar suami anak saya?” perkataan Ibu Liana s
Season 1Bab 26Mr. Thenon tersenyum puas begitu melihat Stefan melirik amplop yang disodorkan.Stefan mengambil amplop itu, lalu memberikannya kepada Felix.“Harusnya, semua urusan yang berhubungan dengan muatan adalah tanggung jawab klien saya. Kami bisa membantu kalau Anda juga membantu kami menjelaskan apa yang ada dalam muatan Anda.”Mr. Thenon menatap Stefan tajam.Namun, Stefan sudah terbiasa diintimidasi seperti ini. Dia lalu menoleh ke arah Felix, selesai menghitung uang yang ada dalam amplop.Stefan menerima uang itu, dan dengan sopan dia kembalikan kepada Mr. Thenon.“Jadi, saya sarankan, dokumen ini, bisa diperbaiki. Mungkin nanti ketika kita bertemu lagi Anda bisa menjelaskan barang apa yang akan dikirim. Saya baru bisa membantu Anda,” ucap Stefan pelan.Mr. Thenon tetap tidak terima, dia membuang pandangan dari Stefan. Tersenyum tipis.“Saya pikir, Anda bisa membantu kami di sini. Karena kredibilitas dan etos kerja Anda yang mengagumkan.”“Saya memang mengangumkan sepert
Season I Bab 27 “Sampai kapan kita main kucing-kucingan begini?”Benino berinisiatif, “Ayo, aku antar kamu pulang,” ajaknya dengan cepat. Tidak akan cukup waktu kalau banyak debat.Ketika Nia diantar pulang, wajahnya bersungut-sungut.Benino memaklumi apa yang Nia rasakan saat ini.“Semua wanita ingin menjadi nomor satu dihati lelaki-nya,” kata Benino membuka obrolan.Nia mendengus, tidak suka, lalu mendelik dan bersedekap. “Udah tahu itu yang aku tuntut. Meski aku ini hanya gundik, apa salahnya meminta kejelasan? Apa salahnya kalau dia menyediakan waktu untukku seharian saja?”Benino tersenyum tipis, “Bapak saat ini sibuk. Tahu sendiri, kan, anaknya sedang koma. Dan keadaan perusahaannya genting. Bukan hanya perusahaan dia yang sedang di ujung tanduk. Tapi juga perusahaan anaknya.”“Itu, kan bukan urusanku,” omel Nia.Seiring dengan omelannya, mobil yang Benino kendarai berhenti tepat di depan rumah minimalis serba putih.Benino tidak menanggapi apa pun. Setelah Nia keluar dari mob
Season 1 Bab 28Stefan menatap Andini lekat, entah berapa lama. Seperti mengintimidasi dan Andini membenci itu. “Saya tadi bilang, Bu Rara akan memperlakukan saya seperti sampah. Dan ketidak sukaan ini akan menjadi bahan berita untuknya,” tekan Andini, lalu mendesah.Sesak rasanya ditatap Stefan seperti itu.Stefan melengos, apa yang Andini katakan ada benarnya.“Aku akan bicara dengan Nismara,” jawab Stefan kemudian. Suaranya berat, juga ada keraguan. “Kamu ikut dengan saya,” tambah Stefan lagi. “Saya akan jadwalkan makan malam sekarang.”Andini mengangguk setuju saja, rasanya nanti Stefan yang bicara.Di antara sahabat Anya, ada beberapa yang Andini enggan menyapanya, salah satunya Nismara. Katanya anak ningrat, jadi selalu memandang rendah orang lain. Angkuh, Andini dianggap ber-kasta rendah. “Asisten, kan, sama seperti pembantu!” Nismara pernah berkata seperti itu.Dan, Andini tersinggung habis-habisan.***“Hai, Stef!” sapa Nismara lalu menyodorkan tangan untuk berjabat dan
Season I Bab 29 StefanAndini terpaku beberapa saat, tidak mengedip. “Apakah saya harus melawan?” tanyanya kemudian, setelah beberapa saat diam dan membeku.Stefan tidak menatap Andini—yang sebenarnya salah tingkah ditatap dengan mata bundar nan bening Andini.Sial! Makinya dalam hati.Stefan berkomitmen selama hidupnya tidak mau berhubungan romantis. Kalau demgan Anya, itu adalah kewajiban sebagai suami.Lagi pula, setelah Anya bangun, dia harus menceraikan Andini. Jadi, perempuan itu menghela napas, jengkel. Ruang kabin mobil menjadi sesak.Durasi perjalanan kembali ke rumah malam ini terasa lebih lama dari pada biasanya.“Kamu cerdas, saya pikir kamu tahu apa yang harus kamu lakukan,” cetus Stefan.Tidak ada yang meminta jalan keluar yang mengambang seperti ini, pikir Andini.Andini berpaling tidak menatap Stefan. Dalam hati menggerutu dan mencibir perkataan Stefan. Kapan sampai rumah? Pekik hati Andini.Apa itu cerdas? Dan tahu apa yang harus dilakukan? Cibir Andini dalam hati. M
Season IBab 30 Stefan“Apa?” mata Stefan membesar, tubuhnya membeku.“Anu … tadi Non Andini sudah kembali ke kamarnya. “Kalau tuan cari dia. Maaf, bikin tuan kaget.”“Saya cuma mau lihat Rayan,” jawab Stefan datar dan berlalu meninggalkan si asisten rumah tangga.Namun, si asisten itu tidak buta, dia mengulum senyuman tatkala melihat wajah Stefan yang bersemu merah.Lucu. Selama si asisten itu bekerja dengan Stefan dan Anya, tidak pernah dia melihat majikan lelakinya itu salah tingkah seperti ini. Apalagi sampai wajahnya merah.“Pasti rasane anget,” si asisten itu berkata lalu menutup mulutnya dan tertawa.Andini memang ada di kamarnya. Mandi lalu ganti baju, dia sempat menelepon ayahnya. Beberapa hari tidak bertemu rasanya asing.Sebenarnya Andini hanya mau membicarakan kejadian tadi di mobil Stefan.Namun, dia bingung sendiri mau cerita kepada siapa?Apakah ke adik sendiri?Malam ini, Andini memakai baju tidur putih, kesukaan Stefan? Paling tidak itu yang dia katakan secara langsun
Season I Bab 31 StefanDi lapangan bola sekolah Prayan.Ya, tentu saja Andini tahu di mana anak itu bersekolah.Andini berjalan pelan ke arah lapangan, sudah banyak orang tua murid, dan anak-anak yang akan bermain sedang bersiap. Pemanasan, dan pelatihnya melakukan pengarahan.Mereka masih lima tahun, tentu saja pertandingan ini hanya untuk bersenang-senang.Langkahnya lambat, tapi ada senyuman pahit di wajahnya.Wanita itu ingat sering menyaksikan Anya dan Stefan di pinggir lapangan.Berpegangan tangan, saling menatap dengan senyuman, sambil memerhatikan Rayan main bola. Tersenyum penuh ke arah anak satu-satunya, dan berpelukan ketika tim Rayan berhasil cetak gol.Apakah, hari ini, Andini akan mengalami apa yang Bu Anya alami?Seiring dia melangkah lebih jauh, banyak mata menatap ke dirinya. Sebagian dari mereka berbisik, ada juga yang tersenyum.Membuat Andini tidak nyaman ada di tempat itu. Ragu melingkupi dirinya sekarangHatinya makin berdebar, walau dengan balutan pakaian yang
Season I Bab 32 “Apakah tujuan kalian malam ini ingin membatalkan pesanan?”“Tidak,” jawab Topan.Thenon menggeleng dan ikutan menjawab, “No. Ofcourse not.”Aska menghela napas, ada kelegaan sedikit dalam hati. Kalau memang Topan dan Thenon mau membatalkan pesanan, Joshua yang sudah susah-susah membuat barang itu bisa marah besar.“Kami hanya ingin membicarakan ini. Barang kali kalian ada solusinya,” papar Topan. “Terus terang, Mr. Thenon sudah kesal dengan pihak pengimpor. Tapi, CEO itu masih sopan menolaknya.”Aska lagi-lagi hanya mengangguk ada rasa simpati meliputi hatinya. “Kalau boleh tahu, siapa pengimpor itu? Kalau kalian langsung ditolak oleh CEO-nya berarti ….”Topan mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. “Ini.”Aska langsung terpaku begitu melihat kartu nama itu. Dalam pikirannya makin geram, “Stefan Kawasa,” ucapnya berulang-ulang. “Rasanya saya bisa membantu pengiriman ini.”“Apa Anda yakin?” tanya Topan menatap Aska lurus. Seolah sangsi dengan perkataan Aska. “Ini ada
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.