Season IBab 30 Stefan“Apa?” mata Stefan membesar, tubuhnya membeku.“Anu … tadi Non Andini sudah kembali ke kamarnya. “Kalau tuan cari dia. Maaf, bikin tuan kaget.”“Saya cuma mau lihat Rayan,” jawab Stefan datar dan berlalu meninggalkan si asisten rumah tangga.Namun, si asisten itu tidak buta, dia mengulum senyuman tatkala melihat wajah Stefan yang bersemu merah.Lucu. Selama si asisten itu bekerja dengan Stefan dan Anya, tidak pernah dia melihat majikan lelakinya itu salah tingkah seperti ini. Apalagi sampai wajahnya merah.“Pasti rasane anget,” si asisten itu berkata lalu menutup mulutnya dan tertawa.Andini memang ada di kamarnya. Mandi lalu ganti baju, dia sempat menelepon ayahnya. Beberapa hari tidak bertemu rasanya asing.Sebenarnya Andini hanya mau membicarakan kejadian tadi di mobil Stefan.Namun, dia bingung sendiri mau cerita kepada siapa?Apakah ke adik sendiri?Malam ini, Andini memakai baju tidur putih, kesukaan Stefan? Paling tidak itu yang dia katakan secara langsun
Season I Bab 31 StefanDi lapangan bola sekolah Prayan.Ya, tentu saja Andini tahu di mana anak itu bersekolah.Andini berjalan pelan ke arah lapangan, sudah banyak orang tua murid, dan anak-anak yang akan bermain sedang bersiap. Pemanasan, dan pelatihnya melakukan pengarahan.Mereka masih lima tahun, tentu saja pertandingan ini hanya untuk bersenang-senang.Langkahnya lambat, tapi ada senyuman pahit di wajahnya.Wanita itu ingat sering menyaksikan Anya dan Stefan di pinggir lapangan.Berpegangan tangan, saling menatap dengan senyuman, sambil memerhatikan Rayan main bola. Tersenyum penuh ke arah anak satu-satunya, dan berpelukan ketika tim Rayan berhasil cetak gol.Apakah, hari ini, Andini akan mengalami apa yang Bu Anya alami?Seiring dia melangkah lebih jauh, banyak mata menatap ke dirinya. Sebagian dari mereka berbisik, ada juga yang tersenyum.Membuat Andini tidak nyaman ada di tempat itu. Ragu melingkupi dirinya sekarangHatinya makin berdebar, walau dengan balutan pakaian yang
Season I Bab 32 “Apakah tujuan kalian malam ini ingin membatalkan pesanan?”“Tidak,” jawab Topan.Thenon menggeleng dan ikutan menjawab, “No. Ofcourse not.”Aska menghela napas, ada kelegaan sedikit dalam hati. Kalau memang Topan dan Thenon mau membatalkan pesanan, Joshua yang sudah susah-susah membuat barang itu bisa marah besar.“Kami hanya ingin membicarakan ini. Barang kali kalian ada solusinya,” papar Topan. “Terus terang, Mr. Thenon sudah kesal dengan pihak pengimpor. Tapi, CEO itu masih sopan menolaknya.”Aska lagi-lagi hanya mengangguk ada rasa simpati meliputi hatinya. “Kalau boleh tahu, siapa pengimpor itu? Kalau kalian langsung ditolak oleh CEO-nya berarti ….”Topan mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. “Ini.”Aska langsung terpaku begitu melihat kartu nama itu. Dalam pikirannya makin geram, “Stefan Kawasa,” ucapnya berulang-ulang. “Rasanya saya bisa membantu pengiriman ini.”“Apa Anda yakin?” tanya Topan menatap Aska lurus. Seolah sangsi dengan perkataan Aska. “Ini ada
Season I Bab 33 “Saya tidak bisa bicara sepanjang perjalanan denganmu, Andini. Karena ada Rayan. Mungkin kalau berduaan saja di mobil, kejadian kemarin akan terulang. Tapi, kali ini bukan hanya bibir kamu, mungkin semua bagian tubuh kamu akan menjadi santapan saya.”—Stefan—***Andini melihat Stefan sudah duduk di mobil bersama Prayan.“Hai, Rayan,” sapa Andini ramah.Rayan tentu saja memanggil balik Andini dan memeluknya.Mata Andini lalu tertuju ke arah Stefan yang dengan tenang memegang ponsel dan mengetik. Entah mengetik apa, membalas email atau percakapan.Dia berdecak dalam hati, sambil geleng-geleng kepala. Stefan …. Stefan ….Namun di detik lain, Andini tidak peduli sama sekali.Sementara, waktu beranjak makin malam. Perjalanan dua jam belum cukup, ditambah, kabin mobil tidak ada percakapan sama sekali antara Stefan dan Andini.Seperti sedang ada perang dingin antara mereka.Hanya Prayan yang berceloteh, itu pun hanya setengah jam. Dan akhirnya, Prayan tertidur di sisa perja
Season I Bab 34Stefan memajukan wajah, kali ini cepat mengecup bibir Andini, lalu melepasnya.Beberapa detik membuat Andini kaget, dia membuka mata. Sedikit kecewa. Namun, disaat yang bersamaan, dia juga merasa takut.Ini semua bukan hal yang dia rencanakan.Jatuh cinta kepada Stefan? Atau menjadi istri kedua? Dan mengkhianati bosnya sendiri?Memangnya ada orang yang ingin menjadi pengkhianat?Beberapa menit kemudian, Andini dan Stefan sudah di ranjang. Saling berpelukan, memberikan kenyamanan.“Katakan, And. Apa yang kamu maksud cinta tadi?” tanya Stefan—yang sebenarnya tergoda dengan kemolekan tubuh Andini. “Apa semua itu melemahkan manusia? Apakah saya harus mencintai kamu demi menyentuhmu untuk pertama kali?”“Cinta itu menguatkan kamu,” jawab Andini. Ada hal yang dia pikir, Stefan memerlukan waktu untuk memahaminya. Jadi, perlahan, wanita itu menggeser badannya, menjauh dari Stefan.Sesaat, Stefan marah, lantas menahan tangan Andini. “Jangan.”Andini menatap lelaki itu. Seperti
Season IBab 35 StefanDi Jakarta, Felix sebenarnya sibuk mempersiapkan pembangunan rumah yang beberapa minggu lalu dibeli Stefan.“Bukankah, Pak Stefan sudah memberikan finalisasi disain rumah itu?” tanya Felix ketika pihak pengembang menanyakan soal pembangunan rumah.Salah satu apartemen mewah Stefan juga akan dijual, Felix kelimpungan sendiri mengurusi semuanya.Jadi, saat ini dia lebih mudah terpancing emosi. Uring-uringan, lantaran hari liburnya terganggu.“Harusnya aku minta naik gaji!”Di rumahnya yang dia pikir cukup untuk hidup bertiga dengan dua adiknya Felix mengerang. Lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kenapa saat ini semua membingungkan? Apa susahnya membangun rumah? Harusnya mereka bisa langsung jalan karena semua pembayaran sudah masuk!”“Bang, kenapa, dah, marah-marah aja?” tegur adiknya yang lelaki. “Karena biaya kuliah gue, ya, Bang?”“Karna kerjaan gua, lah!” sentak Felix galak. Mana pernah Felix galak begini kalau sedang di rumah.“Gue bantuin, Bang. Kuli
Season I Bab 36 "Kalau di kamar, aku bosnya." Andini***“Kamu asisten Anya, jadi saya rasa kamu paham, bagaimana perangai Anya. Kadang, dia membawa pekerjaan ketika sedang berlibur. Dan, tidak mau diganggu sama sekali,” papar Stefan terpaksa berbohong.Stefan malah balik bertanya, membuat Andini jengkel. Dia memalingkan wajah dari Stefan. “Ayo, Rayan, kita naik bianglala,” ajak Andini yang disambut antusias oleh Prayan.Stefan menghela napas, kehilangan kata. Sejak kejadian tadi malam, Stefan malah sering salah tingkah di depan Andini.Seperti orang bodoh saja, tidak tahu bagaimana caranya menjawab pertanyaan Andini.“Harusnya, saya bisa menjawab lebih diplomatis lagi,” sesal Stefan sendirian.Namun, kemudian, lelaki itu melihat ke arah bianglala yang perlahan berputar. Pandangannya pertama kali tertuju ke arah Andini yang duduk bersama Prayan.Wanita itu seolah sedang bahagia, tersenyum lebar.Senyuman itu, dan suara tawa Prayan yang terdengar samar, seolah menular ke Stefan.Ras
Season I Bab 37 “Pi, Anya, Pi …,” suara Liana bergetar, tak kuasa menahan isak tangis.“Bu Anya perlu katerisasi jantung. Resikonya sedikit, karena usianya masih muda, jadi jika ada sumbatan dan cepat ditangani, Insyaallah pasien akan baik-baik saja.”Liana menghapus air matanya menatap dokter itu. “Kalau begitu, lakukan saja apa yang menurut dokter terbaik untuk anak saya, Dok.”“Baik. Tapi, saya perlu wali dari Bu Anya untuk tanda tangan berkas ambil tindakan.”“Saya ibunya,” celetuk Liana dengan cepat.“Karena Ibu Anya punya suami ….”“Tidak perlu! Kami adalah orang tua dari Anya. Atas persetujuan kami pun tidak ada masalah, kan?” tuding Liana kesal.Dokter itu sempat menghela napas, “Kalau begitu, nanti ada perawat yang akan memberikan dokumennya ke ibu dan bapak. Saya permisi dulu. Nanti, Bu Anya akan dibawa ke ruang operasi.”Liana tidak menjawab apa pun. Matanya mendelik ke arah dokter itu.Tidak beberapa lama kemudian, perawat mendatangi Winata dan Liana.“Maaf dengan suami
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.