Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.
Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang.
"Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.
'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.
Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku memakai baju. Tapi seingatku, terakhir kali dia lah yang melepas handuk yang aku pakai di dapur.
Melihatku bangun, dia juga bangun. Aku keluar dari kamar, meninggalkannya dengan ekspresi kebingungan. Tidak, hatiku butuh ketenangan. Terlalu banyak pikiran negatif yang masuk ke dalam pikiranku saat ini.
Entah kenapa aku ingin sekali masuk ke ruangan yang satu ini. Namun sayangnya ruangan itu terkunci rapat seakan-akan ada rahasia besar yang ada di dalamnya. Tidak, suatu hari nanti, aku akan masuk ke ruangan itu, melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Aku berjalanan menuju belakang rumah. Kemarin, aku baru menemukan tempat ini setelah 2 minggu lebih berada di rumah ini. Halaman belakang dengan kolam ikan di tengahnya. Ah iya, ada bangku panjangnya juga. Minimalis memang, tapi sepertinya bisa membuat pikiranku lebih lega dari sebelumnya.
Semakin lama melihat ikan itu berenang kesana-kemari, aku ingin memberinya makan. Untung saja di sampingnya sudah tersedia pakan ikan, entah sejak kapan. Aku melakukan tes ombak, memberikannya sedikit. Baru saja melakukannya, semua ikan ini berebutan ingin mendapatkan pakan ikan itu. Membuatku senang, aku semakin banyak memberikan mereka pakan. Sebisa mungkin semuanya mendapatkan hal yang sama.
Kadang, ada yang terlalu aktif sampai menyipratkan air itu saat mereka berenang. Hampir baju bagian depanku sudah basah karena ke-aktifan mereka. Tapi ya, aku sedikit bisa tenang dari sebelumnya.
"Apakah aku perlu membuatkan kolam ikan di kamar mu, baby girl?"
Suara itu membuat tanganku berhenti memberikan pakan ikan. Menghela nafas panjang, aku bangun dan meninggalkan tempat ini. Tidak memperdulikan Ryan yang bersandar di pintu dengan senyuman anehnya.
Aku menuju dapur. Haus.
Tapi ternyata tujuanku tidak hanya minum saja. Melihat ada stok mie instan yang begitu banyak di samping kulkas, membuatku jadi ingin memakannya. Memang, makanan ter-enak versiku adalah mie instan. Aku yang tidak pernah mendapatkan perhatian dari mama dan papa, makanan ini lah yang menjadi penyelamatku.
Saking senangnya, aku memasak dua bungkus sekaligus. Terlalu biasa, aku menambahkan sawi dan satu telur ke dalam mie. Aromanya sudah menyeruak masuk ke Indra penciumanku.
"Astaga…."
Hampir saja aku melepas panci mie ini. Aku kembali dikejutkan dengan kehadiran Ryan di meja makan. Ia menumpu dagunya sambil melihat ke arahku. Ada apa dengan pria ini?.
"Kamu tidak boleh memakan itu, baby girl. Akan beresiko untuk kehamilanmu." Ucapnya.
Aku menatapnya tajam, begitu intens. Kenapa sekarang dia peduli disaat aku sudah sangat membencinya?. Aku benci dirinya dan setiap yang ada pada dirinya.
Sama sekali, aku tidak mendengarkannya. Aku malah semakin menantangnya. Duduk di depannya dan makan mie instan ini dengan santai. Hampir setengah sudah masuk, tinggal setengah lagi, tapi aku butuh air minum. Baru saja hendak bangun, bahuku di tekan untuk duduk kembali. Ia memberikanku air minum.
Aku tidak menerima pemberiannya. Mengambil gelas lain, mengisinya hingga full dan meminumnya hingga tandas.
"Kenapa kamu tidak mau menerima pemberianku?" Tanya Ryan, terdengar dingin. Tapi maaf, aku tidak merasa terintimidasi sedikit pun.
Aku mengambil panci mie ini, mau memilih tempat yang lain, yang sekiranya tidak ada gangguan lagi darinya. Baru saja aku melangkah, dia sudah menghancurkan sesuatu.
Prang…
"Kenapa kamu menolak ku?!" Tanyanya dengan suara yang keras.
Aku tetap mengabaikannya. Membiarkannya dengan emosinya yang tidak jelas itu. Aku melanjutkan makan di depan televisi. Untuk pertama kalinya aku berada di depan benda ini. Biasanya pergerakan ku hanya seputar kamar dan dapur saja. Ah iya, halaman belakang juga.
Masih terdengar beberapa kekacauan dari dapur. Ryan melanjutkan kegilaannya. Beberapa kali terdengar suara seperti pecahan sesuatu.
Anehnya, aku tidak takut sama sekali pada Ryan. Aku bahkan ingin menantang pria itu setiap saat. Aku ingin mengetahui seberapa sabar dia menghadapi istri kedua yang ternyata dia jadikan sebagai budak ranjang, dan berakhir dengan hamil?. Adalah suatu bencana buruk bagiku, dan aku akan menghilangkannya secepat mungkin.
Anak ini sangat lah dibutuhkan oleh Ryan. Maka apapun yang berkaitan dengan Ryan akan aku hempaskan. Aku sama sekali tidak perduli.
"Clara!"
Sepertinya dia mendekat. Aura negatif darinya terasa begitu dekat denganku. Entahlah.
"Clara! Bangun dan jelaskan kenapa kamu menolak ku!" Teriaknya di depanku.
Aku mengabaikannya, melanjutkan makan. Namun tiba-tiba, dia malah merebut panci mie ini dengan paksa, membuat airnya menumpah ke badanku. Kuah mie ini masih panas. Beberapa mengenai pahaku, dan yang paling sakit adalah mengenai dadaku. Aku yakin, pasti sebentar lagi bagian yang kena akan kemerahan atau bahkan melepuh. Ini saja sudah terasa tidak nyaman sedikit pun.
"Jawab aku!" Paksanya lagi. Please, dia tidak melihatku yang tersiram air panas? Hanya memikirkan dirinya sendiri?.
"Mungkin kamu lah yang paling paham bagaimana rasa benci ini ada."
Aku naik ke atas. Mengunci pintu dari dalam. Aku langsung berlari menuju kamar mandi, tanpa melepas baju aku langsung membiarkan tubuhku berada di bawah pancuran shower. Bagian yang terkena air panas terasa begitu nyeri. Aku mengepalkan tanganku, menahan rasa sakit ini.
"Dasar iblis!"
🍃🍃🍃
Hampir 20 menitan, aku memperhatikan dadaku yang sudah terkena air panas. Sangat lah kemerahan, lebih dominan daripada warna kulitku. Pahaku juga demikian, tapi tidak semerah di dadaku.
"Semoga saja tidak melepuh." Harapku.
Aku keluar dari kamar mandi, dan langsung terkejut dengan kehadiran Ryan di depan pintu kamar mandi. Dia berdiri tegap.
"Berani-beraninya kam--"
"Kenapa ini? Kenapa kemerahan seperti ini?"
Dia melihat dadaku yang kemerahan. Hampir mau menyentuhnya tapi aku menghempas tangan itu, menjauh darinya. Aku mengambil baju Ryan di dalam lemari. Baru saja hendak memakainya, ia langsung merebutnya dariku. Memaksaku untuk menghadapnya.
Ia melepaskan handuk yang aku pakai, menahan tubuhku untuk tidak memberontak.
"Kenapa merah semua?" Tanyanya.
"Kamu seharusnya jangan memperdulikan seseorang yang kamu hancurkan, Tuan Kaya." Ujarku dingin.
"Aku harus perduli!" Bentaknya.
"Aku hanyalah gadis yang kamu beli seharga 1 Milyar!" Balasku dengan suara yang tidak kalah besar darinya.
"Tapi kamu lebih berarti dari itu," jawabnya.
Aku tertawa. Tentu saja. Dia membutuhkanku untuk menghasilkan anak bagi keluarganya.
"Karena kamu membutuhkan anak, bukan?. Aku akan menghilangkannya secepat mungkin, agar kamu tahu bagaimana rasanya sakit yang begitu mendalam, Tuan Kaya."
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga
Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat i
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk."Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku mena
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang."Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku m
Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk."Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku mena
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat i
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga