Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk.
"Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.
Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.
Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku menangis sejadi-jadinya di ruangan ini, menyambung kegiatanku tadi saat di kamar mandi.
"Kenapa aku harus mendapatkan semua ini? Kenapa hidupku sangat lah tidak adil?" Tangisku.
Seakan orang tuaku sendiri lah yang menjual ku pada Ryan, demi hutang akibat perbuatan mereka sendiri. Memiliki adik yang ternyata ada hubungan gelap dengan kekasihku sendiri. Apa yang bisa aku lakukan sekarang? Semuanya mengkhianati diriku. Aku seakan sudah tidak punya alasan untuk hidup.
Tok… Tok…
"Baby girl?"
Aku muak mendengar suara itu. Suara pria yang menghancurkanku dengan segala tingkah manisnya nan busuknya. Sejenak, dari kata-kata yang keluar dari mulutnya, terdengar begitu manis. Tapi nyatanya, hatinya terbuat dari api iblis. Mungkin saja dia sebelas dua belas dengan Gio.
"Baby girl!"
Dia semakin kuat mengetuk pintu. Aku merasa tertekan, kepalaku pusing tidak bisa berpikir lagi. Aku hanya bisa menutup telingaku dengan kedua tanganku, berharap tidak mendengar suaranya lagi yang terus-terusan memanggilku dari luar.
Berada di balik pintu dapur tidak aman bagiku. Memilih berlindung di bawah meja makan, memeluk diriku sendiri dengan keadaan yang hanya terbalut handuk saja, itu pun cukup pendek.
Semakin pusing, entah kenapa. Atau ini karena aku terlalu stress sehingga kepalaku terasa begitu berat dan sangat lah pusing. Akhir-akhir ini aku juga tidak bisa tidur dengan tenang.
Brak...
Dia berhasil menghancurkan pintu dapurnya sendiri. Dasar pria perusak. Perusak hidupku.
"Clara!"
Aku membungkam mulutku sendiri, supaya tidak mengeluarkan suara. Nyatanya, bukan kah itu percuma saja?. Aku tidak mungkin keluar dari jendela, bukan?. Itu sangat tinggi dan aku tidak punya sesuatu yang bisa aku naiki untuk sampai di sana.
Berhasil ditemukan. Ryan menyingkap kain penutup meja tempatku bersembunyi. Aku semakin memeluk diriku sendiri. Tidak mau melihatnya.
"Keluar!" Ujarnya membentak, membuatku sampai terkejut. Aku tetap tidak mau keluar, tetap pada pendirianku untuk berada di bawah meja ini.
Tiba-tiba saja, dengan teganya Ryan menarik tubuhku paksa agar keluar dari bawah meja. Aku tidak terima, menendangnya beberapa kali sampai pada akhirnya dia melakukan tindakan kasar lagi. Sungguh tidak bisa di percaya, aku akan mendapatkan hal itu dari suamiku sendiri. Aku yang pernah bermimpi memiliki suami yang begitu perhatian, memenuhi segala kebutuhan dan keinginan ku nantinya, memandangku dengan penuh cinta, menjadikanku sebagai perempuan satu-satunya, hanya lah sekedar mimpi saja. Nyatanya, itu masih jauh dari kata realita kehidupan yang ingin aku capai.
Plakk...
"Kalau di suruh keluar, ya keluar! Jangan ngeyel!" Bentaknya.
Aku bahkan masih berada di bawahnya, mematung. Tidak bisa mengerti dengan segala penderitaan yang aku alami saat ini. Kenapa Ryan begitu tega?.
Dia bahkan mengangkat tubuhku paksa. Aku belum bisa mengatakan apapun, seperti Mannequin yang terus saja diam meski bagaimana pun perlakuan mereka padaku.
Ia menghela nafas panjang, memenjarakan ku dengan lengan panjang dan kuatnya sampai aku tidak bisa kemanapun. Aku bahkan baru menyadari kalau dia hanya memakai celana pendeknya saja.
"Baby girl, coba kamu menurut padaku. Mungkin aku tidak akan melakukan hal yang kasar padamu." Ucapnya. Aku diam, tatapanku kosong.
Dia tidak hanya melakukannya sekali atau dua kali, tapi berkali-kali. Bahkan tadi saat tubuh kita menyatu pun, dia masih memukulku. Aku tidak mungkin bermimpi. Terasa begitu nyata bagaimana tangannya itu bertemu keras dengan kulit tubuhku.
Dia pergi ke kulkas, menumpahkan air ke dalam gelas sampai penuh. Dia membawakannya untukku.
Prang....
Aku menepisnya. Tidak suka dengan segala perlakuannya. Tidak menyukai pemberiannya, sama sekali. Sudah cukup rasa sakit ini saja yang aku simpan untuk diriku sendiri. Ketika nama Ryan di sebut, maka yang aku ingat adalah perlakuan kasarnya. Bukan posisinya dia yang menjadi suamiku. Apakah aku pernah dianggap sebagai istri olehnya?.
"Shit!"
"Awww..."
Ryan menarik rambutku kuat. Saking kuatnya, aku sampai merasa kalau rambutku akan lepas sekarang juga. Tidak hanya itu, dia juga mencekik leherku sampai aku tidak bisa menghirup oksigen dengan baik.
"Jangan terlalu sombong, kamu hanya lah seorang budak. Kamu tidak ada bedanya dengan gelas yang kamu pecahkan tadi." Bisik Ryan, tepat di dekat telingaku.
"Le...pas."
Aku kesusahan nafas. Semakin lama, tangan besar Ryan semakin mencekik leherku. Berusaha melawan, tapi percuma. Tenaganya lebih kuat daripada diriku.
Ryan tidak lagi mencekik ku. Aku langsung menghirup oksigen yang ada di sekitar ku. Baru saja aku melakukannya, merasa lega, Ryan kembali berulah dengan melepas handukku dan menggodaku dengan tangannya yang nakal. Hal itu membuatku kembali kesusahan bernafas.
"Kamu tidak bisa berbohong, baby girl. Kamu tetap menikmati permainanku." Gumamnya pelan.
"Ya, seperti ini lah tugas seorang budak. Di rendahkan." Ujarnya lagi.
Aku tidak terima. Sekuat tenaga aku memberontak darinya. Aku tidak bisa lepas sedikitpun, membuatku tidak punya pilihan lain selain menendang adiknya yang hanya terbungkus kain tipis.
"Awww..."
Aku berhasil terlepas darinya. Meski aku dalam keadaan yang tidak pantas, aku mencoba kabur dari Ryan. Pada akhirnya, dia berhasil menarikku lagi, menahanku dengan kedua tangannya dari belakang. Kembali memberontak, rasanya percuma.
Tubuhku semakin lemas. Rasa pusing yang datang sangat lah hebat.
"Masih mau mencoba menolak Tuanmu? Hah?"
"Please, lepaskan aku." Pintaku.
"Tidak akan." Ucapnya.
Tidak. Aku tidak bisa mengendalikan hal ini. Aku semakin pusing, dan Ryan semakin mengikatku erat dengan kedua tangannya.
"Lepasssssss!"
Hitam.
🍃🍃🍃
"Kamu hamil."
Dia hanya mengatakan itu padaku saat siuman. Aku pingsan dalam kendalinya. Setelah mengatakan itu, ia langsung pergi dari rumah ini. Siapa lagi kalau bukan istrinya yang menjadi alasannya. Dia hanya meninggalkan satu buah ponsel yang bisa aku gunakan untuk menelponnya. Hanya dirinya, karena kontak yang lain tidak bisa dihubungi. Aku sudah mencoba untuk menghubungi sahabatku, tapi percuma.
"Sampai kapan pun, aku tidak akan mau memiliki anak dari mu, Ryan. Aku akan menggugurkan anak ini secepatnya."
Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang."Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku m
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga
Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat i
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang."Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku m
Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk."Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku mena
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat i
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga