Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.
Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.
Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.
Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat ini.
Plak...
Aku kaget, tersadar dari lamunanku. Ada yang menepis bokongku dan dari bayangannya itu seperti Ryan. Sejenak, aku menghirup bau alkohol. Sudah pasti Ryan mabuk, hingga melakukan itu padaku. Kenapa dia datang padaku dalam keadaan mabuk?.
"Kenapa kamu semakin terlihat sexy ketika memakai bajuku, baby girl?" Bisik Ryan. Sudah aku duga, ia mabuk.
Tangannya mulai menjalar memasuki kaos yang aku pakai, sedangkan yang satunya lagi memelukku dari belakang. Ia sudah mulai menghipnotisku dengan sentuhannya.
Aku menahan diriku untuk tidak mendesah, atau nanti Ryan akan memukulku. Di malam pertama kami, dia melarangku untuk melakukan itu seakan-akan kita berdua menikmatinya. Mulut bisa saja berbohong, tapi berbeda dengan tubuh yang terlena dengan buaiannya.
Dia juga sangat melarangku untuk menatap matanya langsung. Ia berkata kalau hanya istri pertamanya saja yang berhak menatap matanya. Tentu saja aku sakit hati, secara naluri aku sudah sangat boleh melakukan itu, padahal.
"Kamu tidak pakai bra?" Tanya Ryan, tepat di dekat telingaku. Seketika bulu kudukku berdiri, aku merinding dengan yang dilakukan Ryan sekarang. Ia sudah berada di titik terlemahku.
"Ryan, kamu mabuk." Ucapku tertahankan. Menahan rasa ini, sangatlah menyakitkan. Aku dipaksa lemah, padahal aku juga mau melakukan hal yang lebih.
Ryan membalik tubuhku paksa. Aku menunduk, tidak mau melihatnya. Aku terus saja menunduk, melihat kaki ku sendiri. Ryan menaikkan daguku, aku menutup mataku rapat.
Belum cukup, Ryan mengumpulkan kedua tanganku ke belakang, dia meraba wajahku dengan satu jarinya. Ah, ini sangatlah menyakitkan. Kenikmatan yang sama sekali tidak bisa dinikmati.
"Buka matamu, baby girl. Kamu harus melihatku saat aku menginginkannya." Lirih Ryan.
"Kamu akan memukulku kalau sampai berani membuka mat--"
"Awww..."
Belum saja selesai bicara, Ryan malah menampar bokongku lagi. Terlalu keras, hingga membuatku langsung membelalakkan mata.
Deg.
Aku terpaku melihat Ryan sekarang ini. Mata yang sayup nan gelap, bibir yang basah, semuanya membuatku tidak bisa berpikir dengan baik. Terlebih wajahnya yang tampan, sama sekali tidak bisa aku tolak. Semua bentuk keindahan ada pada Ryan. Andai aku bisa melihatnya menggagahi ku, mungkin aku tidak akan melupakannya. Hanya saja, untuk kesekian kalinya, aku hanya bisa meraba, bukan melihat.
"Kamu akan memukulku kalau sam--"
"Mmmm.."
Ryan langsung menciumku, dengan agresif bahkan sampai mengigit bibirku. Gerakannya tidak bisa aku imbangi, karena sejatinya aku juga pemula dalam hal ini. Aku hampir saja mengeluarkan suara itu, karena sentuhan Ryan pada pahaku yang terbuka.
Suara decapan ini terdengar begitu jelas, tapi hanya aku dan Ryan saja yang bisa mendengarnya. Lama-kelamaan aku terlena dengan kecupan Ryan, aku sedikit bisa mengimbanginya.
"Kamu harus jadi budak ranjangku, baby girl." Lirihnya sesaat setelah bibir kami berpisah. Ia mengatakan itu, menghancurkan moodku. Aku seperti di buang setelah ia mendapatkan manisnya. Bak habis manis sepah dibuang.
"Jangan terlalu berharap ada cintaku untukmu. Cintaku hanya untuk istri pertamaku, kamu tidak berhak mendapatkannya. Kamu, hanya lah budak ranjangku."
Deg.
Definisi kesakitan ada dalam setiap kata yang dirangkai Ryan untukku. Dia menyakiti dengan kata-kata racunnya.
"Tap--"
"Berani menolak, aku bisa menghukum mu baby girl."
🍃🍃🍃
Mabuk, tidak menjadikannya memperlakukanku dengan baik. Ia kasar, bahkan aku sampai berteriak di setiap gerakannya. Ia seperti melampiaskan emosinya padaku. Tubuhku terasa sakit, ngilu.
Padahal sudah satu jam yang lalu, aku masih tak kunjung berhenti menangis. Pasalnya, Ryan tidak hanya menyakitiku dalam bentuk fisik, tapi juga batin. Dia menghinaku, mencaciku di sela gerakan kenikmatan yang ingin dia raih sendiri. Dia bahkan menamparku.
"Kamu hanyalah budak ku, jangan terlalu berharap lebih."
Kata itu masih terngiang-ngiang di otakku. Semakin aku mengingatnya, aku semakin ingin menjauh dari Ryan. Apalah daya, dia tidak membiarkanku untuk pergi dari atas ranjang ini. Ia menarik tubuhku untuk lebih dekat dengannya.
Ia tertidur lelap, sedangkan aku menangis meratapi nasibku. Sungguh malangnya diriku ini.
Terasa kasur di sampingku melesak. Itu pasti Ryan yang bangun. Siapa lagi?, Tidak ada orang lain di sampingku sekarang ini.
"Aku pulang. Dua hari lagi aku akan kesini." Ucapnya.
Terserah, aku sudah tidak perduli lagi. Toh juga, pada dasarnya kamu memiliki untuk dijadikan sebagai budak ranjang, bukan istri kedua mu. Perasaan luluh yang aku miliki di malam pertama, sirna sudah sejak detik ini.
"Jangan lupa makan, baby girl." Bisiknya, mengecup pipiku singkat. Tidak lama, terdengar suara pintu yang di tutup.
Ia seharusnya mengatakan, " Jangan lupa mati ya, baby girl."
Aku lebih nyaman dengan kalimat itu.
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk."Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku mena
Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang."Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku m
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
Tok... Tok... Tok... Aku melihat Ryan masuk dengan membawa piring ditangannya. Ia tersenyum begitu manis menghampiriku dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Aku sedikit menghindar darinya, memisahkan jarak. "Baby girl, ayo sarapan. Aku suapi, ya?" Tanyanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Saking lembutnya membuatku ingin mual. "Tidak. Kamu saja yang makan. Aku gak mau memakan makanan yang kamu buat. Bisa jadi kamu menaruh racun di sana." Ucapanku memang kelewatan, bahkan setelah aku mengatakannya pun juga memberikan sedikit penyesalan dalam hatiku. Terdengar helaan nafas darinya, "bukankah kamu menginginkan kematian?. Kalau kamu pikir aku menaruh racun di sini, makan lah." Ia kembali terdengar dingin. Aku terdiam. Tidak pula memberontak. Aku takut apa yang dia katakan
Sama sekali di luar kuasaku. Ketika aku bangun, kenapa aku malah memakai baju hitam menggoda yang kemarin?. Kenapa aku sampai tidak menyadarinya?. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ryan.Ketika aku bangun, dia ada di sampingku. Aku pikir, dia akan pulang ke rumah istri pertamanya. Bermanja mesra dengan si Paramita itu. Nyatanya apa? Tangannya lekat di pinggang ku yang hanya terbalut kain tipis itu saja.Perlahan tapi pasti, aku mencoba melepaskan tangannya dari pinggangku. Ia sedikit terusik, membuatku semakin hati-hati. Baru saja terbebas darinya, ia langsung menarikku langsung."Mau kemana pagi-pagi, babi girl?" Tanyanya terdengar berbisik, dengan suara berat yang membuat duniaku bangkit, merinding.Ia memelukku erat, kembali menutupi tubuhku dengan selimut. Alhasil, kita berdua kembali di bawah selimut. Menjadikan lengannya sebagai bantalan ku, entah kenapa membuatku terasa nyaman. Apalagi detak jantun
Aku menganga melihat semua baju yang ada di depanku. Bukan lagi baju kaos kebesaran milik Ryan, melainkan baju dari butik terkenal yang sudah pasti aku ketahui labelnya. Butik dengan baju desain keinginan banyak wanita. Harga mahal, menjadi ciri khasnya, akan tetapi kualitasnya tidak main-main."Coba lah satu per satu. Aku tidak tahu yang mana kesukaanmu, baby girl." Ujar Ryan, sedikit berbisik padaku. Menghempas tangannya yang memainkan rambutku."Ada apa dengan semua ini? Kenapa begitu banyak baju yang ada di kamarku?!""Memangnya kenapa? Kamu membutuhkannya, babi girl. Lagi pula, ini juga kamarku. Kalau kamu malu dilihat oleh mereka, biar aku yang membantumu memakainya."Aku menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menyentuh tubuhku lagi. Dia tidak tahu kalau aku sangat membencinya dan ingin menusukkan pisau dapur itu pada seringaian tipisnya."Mari, saya bantu mencobanya."
Satu jam kemudian, dia sudah kembali ke rumah ini. Aku pikir, dia akan ke sini 2 minggu lagi. Entah, ia terlihat begitu tampan di mataku sekarang ini. Tidak terlihat sama sekali kalau dia punya hati bak iblis, memperlakukanku dengan kasar. Tapi maaf, perasaanku sudah tidak ada untuknya. Untuk dirinya yang selalu menyakiti diriku.Aneh. Dia begitu aneh. Dia langsung ikut berbaring denganku, memelukku bak tidak pernah terjadi apapun. Kenapa dia harus seperti ini? Aku bahkan lebih nyaman dengan perlakuan kasarnya sekarang."Butuh sesuatu, baby girl?" Tanyanya, padahal matanya masih tertutup rapi.'Iya, aku butuh kamu melepaskan ku dari status pembodohan ini. Istri kedua? Hey! Ini bahkan penyiksaan batin.' batinku.Aku mengabaikannya, melepaskan tangannya dari pinggangku. Entah kapan aku m
Hanya menggunakan handuk, aku keluar dari kamar mandi. Aku pikir, dia akan sama seperti sebelumnya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, mendapatkan kenikmatan yang menjadi alasannya ke rumah ini, dia akan pergi meninggalkanku. Malah, yang aku lihat, dia bersandar santai dan menghadap ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arahku. Aku menatapnya nanar, dia terlihat tenang. Memperlihatkan tubuhnya yang begitu kuat. Tapi maaf, perlakuannya pada wanita sangat lah buruk."Wow…" Ucapnya, memperhatikanku dari atas sampai bawah. Pria ini hanya menginginkan tubuhku saja.Mengabaikannya, bahkan tangisku pun belum bisa aku redakan. Melengos begitu saja, aku keluar dari kamar ini. Menutup pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan suara yang keras.Berlari, aku menuju dapur. Untung saja dapur ini tertutup, aku bisa menguncinya dari dalam. Aku mena
Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu.Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci."Long time no see, baby girl."Suara i
Tak ada apapun yang bisa aku gunakan untuk berkomunikasi, sekedar menelpon mama. Ini sudah dua hari lamanya, aku sendirian di rumah ini. Tanpa ada siapapunun yang menemaniku, hanya bertemankan sepi.Sudah dua hari pula setelah malam pertama itu, Ryan tidak kelihatan batang hidungnya. Ia bak menghilang setelah mengambil keperawananku. Terlalu klise membuatku cepat bosan. Aku melakukan aktivitas yang itu-itu saja selama dua hari ini.Tidur, makan seadanya, melamun, mandi, tidur, bangun, dan mengulangi hal yang sama. Untungnya adalah Ryan telah mempersiapkan isi dapurnya, sehingga membuatku tidak kelaparan ada di rumah ini. Satu helai pakaian pun, aku tidak punya. Aku menggunakan baju kebesaran yang aku duga ialah milik Ryan.Biasanya, aku akan selalu disibukkan dengan tugas kampus, kini hilang sudah. Harapan cita-cita yang disusun rapi, sudah tidak ada gunanya lagi. Bahkan aku tidak tahu sampai kapan Ryan mengurungku di tempat i
"1 Milyar!"Syok. Aku kaget. Saking kagetnya aku bahkan sampai menggebrak meja dan menunjuk pria yang menyeringai padaku, saat ini."Orangtuaku tidak mungkin punya hutang sebanyak itu!" Ucapku tidak percaya.Aku melihat mama dan papa yang terus saja menunduk, sama sekali tidak pernah mengucapkan apapun setelah kedatangan Tuan ini.Pulang kuliah, aku sudah mendapatkan Tuan ini bertamu. Aku pikir hanya tamu biasa saja, karena sebelumnya papa juga sering kedatangan tamu serupa. Nyatanya, tidak. Aku baru mendapatkan kabar kalau papa bankrut, dan mempunyai hutang yang besar pada Tuan yang satu ini. Papa sudah tidak punya apapun, bahkan rumah yang kamu pijak saat ini sudah digadaikan, tapi belum menutupi hutang mereka.Tuan ini berdiri, mengancingkan jasnya dan berjalan mendekatiku. Aku sangat tidak menyukai tatapannya itu, terlalu sombong bagiku."Tenang, baby girl. Jangan emosi seperti itu," ucapnya. Tangannya sudah mulai nakal denga