Kedatangan Ayah Aryan ke perusahaan miliknya bukan hanya ingin berkunjung saja, tetapi juga Ayah Aryan ingin menemui teman kerjanya dibagian Divisi keuangan. Sudah lama sekali keduanya tidak bertemu.
Sudah beberapa menit lamanya mereka mengobrol. Amirudin Kusuma, pekerja sekaligus teman Ayah Aryan selama di sini. Dibandingkan dengan pekerja lain, Ayah Aryan sangat dekat dengan Pak Amir."Kau terlihat sedang ada masalah Amir," ujar Ayah Aryan.Pak Amir mengangguk. Akhir-akhir ini dia ada sedikit masalah di rumahnya, berhubung Ayah Aryan adalah teman dekatnya, Pak Amir tidak segan untuk bercerita."Iya, kau benar Pak Aryan. Aku sedang dihadapkan masalah ekonimi. Aku pusing karena tidak memiliki uang untuk membiayai kuliah anakku," jawab Pak Amir.Ayah Aryan merasa iba. Selama berteman, Ayah Aryan tentu saja kenal dengan anaknya Pak Amir, yang tak lain dan tak bukan adalah Shanaya. Seorang gadis yang dulunya ia siapkan untuk Farraz, tapi putranya sudah menikah."Anakmu sudah lulus kuliah?""Ya, dia anak yang pintar, bahkan Shanaya menjadi lulusan terbaik di Universitasnya. Sebagai seorang Ayah, aku sangat bangga mempunyai anak seperti Shanaya. Aku ingin, dia melanjutkan kuliah hingga ke S2, agar dia memiliki banyak pengetahuan diusianya yang masih muda," ujar Pak Amir."Kenapa tidak kau nikahkan saja dengan anakku, Farraz? Kebetulan, aku sangat ingin memiliki cucu," kekeh Ayah Aryan.Inilah sebabnya Ayah Aryan merasa takjub dengan Pak Amir dan Shanaya, jika saja Farraz belum menikah, sudah dia jodohkan mereka."Jangan ngada-ngada Pak Aryan, anakmu Farraz sudah menikah. Aku pun tidak mau memaksa Shanaya untuk segera menikah, soal pria, aku serahkan pada anakku saja.""Sangat disayangkan sekali. Padahal, aku ingin mempunyai menantu seperti anak gadismu itu. Sudahlah Amir, kau tidak perlu banyak pikiran, kau bisa datang padaku jika butuh bantuan."Pak Amir hanya mengangguk singkat, dia merasa tidak enak hati jika meminta bantuan pada Ayah Aryan karena kesulitan ekonominya. Demi sang putri, Pak Amir akan berusaha bekerja keras.Diusia Shanaya yang sudah dewasa, ada banyak sekali dari kalangan pembisnis maupun pengusaha muda yang berniat meminang Shanaya. Hanya saja, belum ada yang pas dengan putrinya.***Sekembalinya Farraz dari rumah sakit, ia tidak langsung mengerjakan pekerjaan kantornya. Melainkan menjernihkan pikiran terlebih dahulu. Sebab, ia tidak akan fokus bekerja jika banyak pikiran seperti ini.Pria itu duduk di kursi kebesarannya sambil menyandarkan punggungnya, dengan tergesa ia melepaskan jas yang melekat di tubuhnya seraya mengurut pangkal hidungnya yang terasa pusing.Akhir-akhir ini ia memang sibuk mengurus pekerjaan setiap waktu, jadi tidak memperhatikan istrahat dan pola makan. Tetapi hal itu ia lakukan guna melupakan bayang-bayang istrinya agar ia tidak selalu teringat.Terlebih jika di luar kota, jika sudah teringat, Farraz tidak akan segan untuk kembali ke Jakarta. Aryan—sang Ayah juga sangat kesal, lantaran Farraz tidak bisa menghadiri meeting dengan klien penting. Putra semata wayangnya itu suka abai jika sudah menyangkut Grisella."Permisi Pak Farraz, Pak Aryan akan masuk ke ruangan ini," ucap Radit—sekretaris Farraz di kantor.Jika di perusahaan lain sekretaris adalah seorang wanita, tapi tidak berlaku di perusahaannya, Farraz memilih Radit sebagai sekretarisnya. Dia juga tidak minat memperkejakan wanita, apalagi ini sekretaris."Persilahkan masuk, siapkan kopi untuk Ayahku," titah Farraz seadanya.Radit mengangguk dan pamit undur diri. Sekretaris kepercayaan Farraz itu membuka pintu dan menyapa atasannya yang tampak gagah dan berwibawa di usianya yang sudah menginjak kepala lima."Selamat siang Tuan Aryan!" sapa Radit, sedikit membungkukan badan sebagai bentuk penghormatan.Pria paruh baya itu mengangguk dan berdehem, lalu melenggang masuk ke dalam ruangan yang dulunya menjadi tempatnya. Sekarang usianya sudah tidak lagi muda, ia serahkan tugasnya kepada sang putra.Sebenarnya ia mempunyai anak tiri dari istrinya yang sekarang, Prayoga Dewantara namanya. Yang kini berusia 30 tahun, umurnya tidak jauh beda dengan sang putra, hanya berbeda 2 tahun saja.Alasan ia tidak menyerahkan kepemimpinan ini pada Prayoga, karena ia masih ragu dengan kinerja putra tirinya dan juga secara keturunan, Prayoga bukan anak kandungnya. Dan tentu, hanya Farraz yang berhak mendapatkan semua warisannya.Meski Prayoga bukan anak kandungnya, ia tidak membeda-bedakan, ia sangat menyayangi kedua putranya."Pekerjaanmu masih menumpuk. Apakah ini kinerja kerjamu selama memimpin? Hanya bersantai seperti ini?" Farraz terdiam ketika suara sang Ayah semakin mendekat.Farraz membalikkan kursinya untuk menatap pria yang sudah membesarkannya itu."Ayah tenang saja, akan aku selesaikan hari ini," ucap Farraz.Tumben sekali sang Ayah datang ke kantornya. Ingin memantau mungkin. Sudah lama juga pria paruh baya itu tidak datang ke tempat yang ia bangun dengan kerja kerasnya."Ayah bangga, karena kau sudah menjadi pengganti Ayah. Itu bagus. Pertahankan kinerja kerjamu, Farraz. Pastikan perusahaan ini semakin berkembang, agar kita bisa memperluas cabang," papar Ayah Aryan.Putra semata wayangnya berdehem. Tanpa Ayahnya suruh pun ia pasti akan mempertahankan perusahaan ini. Mau bagaimana pun juga, perusahaan sang Ayah merupakan tanggung jawabnya juga.Selama ia menjadi pemimpin selama 5 tahun silam, Arsawijaya Copration semakin berkembang pesat, itu karena kerja keras Farraz selama di perusahaan ini."Ya aku paham. Tanpa Ayah perintahkan aku akan melakukannya. Ayah tahu sendiri, bukan? Selama aku memimpin, perusahaan ini berkembang," Farraz tertawa kecil, membanggakan hasil kerja kerasnya selama ini.Jika di bandingkan dengan sang Ayah, mungkin tidak ada apa-apanya. Karena Farraz hanya jadi penerus, sementara sang Ayah orang yang paling berjasa, sudah membangun perusahaan Arsawijaya Copration dari nol."Ya, Ayah akui jika kau memang pria hebat dan bertanggung jawab. Kau semakin sukses di usiamu masih muda, pasti banyak wanita di luar sana yang ingin menjadi pendamping hidupmu," ujar Ayah Aryan. Pria itu mendudukan bokongnya di sofa, sembari menatap ke arah Farraz yang langsung terdiam.Bibir Farraz mengatup rapat, mencerna apa yang di katakan oleh Ayahnya tadi. Tidakah Ayahnya lupa jika dirinya sudah memiliki istri?"Apa maksud Ayah? Aku tidak mengerti," pungkas Farraz.Ayah Aryan tidak menjawab, tetapi malah tertawa meremehkan. "Bahkan orang cerdas sepertimu pun tidak mengerti hal demikian."Farraz tergugu, setelah ia mencerna ucapan Ayahnya, sekarang ia tahu apa maksud pria paruh baya itu.Tangan Farraz terkepal. Selalu saja menyuruhnya untuk menikah lagi, padahal sudah berkali-kali ia tolak."Kenapa kau terus membicarakan wanita lain kepadaku? Ayah pun tahu, jika aku sudah memiliki istri. Apa Ayah tidak mengerti?" gerutu Farraz mulai terbawa emosi.Raut wajah keduanya langsung berubah serius. Farraz juga mulai terbawa emosi, karena ia sedang cape dan banyak pikiran."Untuk apa mempertahankan Grisella? Bahkan selama apa pun kau menunggu, kita tidak tahu dia akan hidup atau mati. Lagi pula, Grisella juga tidak bisa memberikan keturunan, bukan? Tidak ada salahnya jika kau menikah dan mencari istri untuk bisa memiliki keturunan."Sudah Farraz duga, jika kedatangan sang Ayah bukan sekedar berkunjung saja, tetapi ada maksud lain. Sepertinya Ayah Aryan sengaja menyusulnya ke sini untuk membahas hal ini.Pembahasan yang membuat Farraz muak dan ia hindari sejak beberapa hari lalu. Semenjak membahas itu, Farraz lebih memilih tinggal di apartemen yang tidak Ayahnya ketahui.Brak.Gebrakan meja membuat Ayah Aryan terlonjak, lantaran Farraz sudah tersulut emosi."Berhenti bicara omong kosong! Sampai kapan pun aku tidak akan menikah lagi, hanya Grisella wanita yang aku cintai! Kau mengerti!" ketus Farraz.Ayah Aryan menyunggingkan senyum. "Ck, bertahun-tahun aku mengajarimu, apakah ini etikamu kepada Ayahmu, Farraz? Hanya karena wanita itu kau sampai membentak Ayahmu.""Wanita yang kau maksud itu memiliki nama, Ayah! Grisella Anastia, dia istriku dan juga menantumu!" tegas Farraz, menatap nyalang ke arah Ayahnya yang seakan memancing amarahnya.Namun, Ayah Aryan bersikap santai walau sebenarnya ia geram pada putra semata wayangnya."Menantu? Cih, jangan harap Ayah menganggap dia sebagai menantu. Dari awal pun Ayah tidak setuju kau menikah dengan wanita yang tidak jelas asal-usulnya," ledek Ayah Aryan. Tidak segan menunjukkan rasa ketidaksukaannya pada Grisella—menantunya sendiri."Tidak masalah jika kau tidak merestui kami, tapi yang jelas itu tidak penting bagiku. Dengan atau tanpa restu darimu, aku akan memilih Grisella dari pada siapa pun."Alis Ayah Aryan terangkat. "Sekali pun kau harus kehilangan jabatan dan hidup seperti gelandangan?""Kenapa kau bicara seperti itu? Kau ingin mengancamku?"Beginilah Farraz, setiap kali amarah menyelimuti diri, dia tidak akan memandang bulu. Tidak perduli dia berbicara dengan siapa, ia tidak memikirkan itu."Hei Nak! Aku Ayahmu, panggil aku Ayah. Kau bicara seperti itu seolah Ayah ini musuhmu, Farraz!" Kini Ayah Aryan yang mulai terbawa emosi. Dirinya kesal karena demi wanita itu, Farraz jadi bicara kurang ajar padanya. Kehadiran Grisella sangat berpengaruh bagi putranya."Tergantung situasi, jika kau membuatku emosi. Aku tidak akan segan untuk menghajarmu, meskipun kau adalah Ayahku."Menghela napas kasar, Ayah Aryan menatap bengis ke arah netra Farraz yang sudah memerah menahan amarah."Kurang ajar sekali kau sebagai anak. Begini saja, Ayah akan memberikanmu dua pilihan. Menikah lagi atau seluruh warisan yang Ayah punya Ayah serahkan pada kakak tirimu Prayoga," ancam Ayah Aryan yang sudah tidak bisa menahan kekesalannya.Sehingga di ruangan yang tadinya sepi kini riuh oleh perdebatan antara anak dan Ayah itu.Kedua mata Farraz membelalak ketika Ayahnya mulai mengeluarkan ancaman itu. Sampai kapan pun, Farraz tidak akan sudi jika warisan Ayahnya jatuh pada Prayoga yang bernotabene sebagai kakak tirinya.Secara garis keturunan, hanya dia yang berhak mendapatkan warisan sang Ayah. Tanpa warisan dan harta Ayahnya, Farraz tidak mungkin menjadi Farraz yang sekarang."Cih, aku tidak sudi harus berbagi dengan anak selingkuhanmu itu! Dia bukan kakakku! Dia orang lain!" sentak Farraz.Protesan Farraz rupanya tidak dihiraukan oleh Ayah Aryan. Pria paruh baya itu sudah berpegang teguh pada pendiriannya. Mungkin, dengan cara ini Farraz mau menyetujui permintaannya—yaitu memberikan penerus di masa kelak.Dari awal ia memang tidak setuju dan tidak merestui Farraz menikah dengan Grisella, hingga keduanya memutuskan untuk menikah secara diam-diam, tanpa sepengetahuan keluarganya.Pada saat itu, semua keluarga besar dibuat tercengang dengan pernikahan ini. Semua keluarga besar tahu jika Farraz ini menolak menikah sebelumnya. Dengan tiba-tiba, pria itu malah melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan keluarga, terutama Ayah Aryan.Jelas saja saat itu Ayah Aryan sangat murka, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karena semua sudah terjadi. Beberapa tahun ia berusaha menerima ini, tapi rasanya sulit, justru ia malah makin tidak suka dengan Grisella.Wanita yang mampu menaklukkan hati dingin anaknya, yang tidak keluarga mereka ketahui dengan jelas asal-usulnya. Yang mereka ta
Dengan keadaan cukup lelah, akhirnya Ayah Aryan sudah sampai di kediamannya sore hari. Bagi siapa saja yang datang ke kediaman Arsawijaya, pasti akan terpesona dengan desain rumah bergaya modern itu.Rumah mewah bak istana yang sudah di bangun pada masa kejayaan Aryan semasa muda, tak hanya dibidang usaha saja, rumah mewah nan megah ini juga menjadi saksi kerja kerasnya.Di dalam rumah, banyak sekali interior dan eksterios, menambah kesan keindahan di rumah bak istana itu. Rumah ini ia bangun sejak bersama istrinya yang pertama, dengan mengandalkan arsitek ahli di bidang pembangunan ini. Hasilnya tidak mengecewakan, tidak hanya nyaman saat di tempati, tetapi juga bisa memanjakan mata jika melihat-lihat seluruh penjuru rumahnya."Mas Aryan, dari mana aja kamu, Mas?" Ayah Aryan yang baru saja memasuki rumah di sambut oleh suara sang istri keduanya.Wanita yang memiliki hubungan gelap dengannya di masa lalu, siapa sangka jika wanita itu menjadi pendamping hidupnya di masa sekarang."Iya
Arsinta berjalan kearah kamar putranya, menurut para maid, Prayoga sudah pulang beberapa menit yang lalu. Saking asiknya bercinta, Arsinta tidak nenyadari jika putra kesayangannya sudah pulang.Sebelum masuk ke dalam kamar, Arsinta merapihkan penampilannya terlebih dahulu. Memalukan jika Prayoga mengetahui jika dirinya baru selesai bersenang-senang dengan suaminya.Arsinta meringis, merasakan denyutan di area selangkangannya. Walau umur mereka sudah tua, tidak bisa dipungkiri jika Tuan Aryan masih ganas soal ranjang. Akibat gerakan kasarnya, membuat Arsinta kewalahan."Nak ... ini Ibu, boleh Ibu masuk?" Arsinta mengetuk pintu kamar putranya."Yoga ... kau sudah tidur?""Masuk aja Bu, aku baru kelar mandi!" sahut Prayoga di dalam kamarnya.Sesudah dipersilahkan masuk, Arsinta memutar handle pintu dan melangkah memasuki kamar putranya.Netra Arsinta mengedar, mencari dimana kebaradaan anak semata wayangnya itu. Pasalnya kamar sang putra sangat gelap gulita, hanya ada temaram lampu tidur
Di tempat yang tak jauh dari meja makan. Farraz berekspresi datar dengan tangan terkepal kuat melihat keharmonisan mereka bertiga. Dari dulu memang Farraz tidak suka dengan Arsinta dan Prayoga. Itulah mengapa, mereka tidak terlalu akrab karena Farraz yang selalu acuh pada keduanya.Mata merah itu memejam, dengan rahang yang mengeras. Ia tidak suka dengan kebahagian mereka. Ada alasan yang membuat Farraz muak satu atap dengan Ayah Aryan.Saat Ibunya meninggal, dengan gampangnya sang Ayah mengakui jika dirinya telah berselingkuh bahkan akan mempersunting wanita selingkuhannya, tepat 2 hari setelah kepergian Ibunya. Sangat singkat, bukan?"Lihatlah Bu, jalang itu masih bisa tertawa diatas penderitaanmu," gumam Farraz.Rasa sakit di hatinya belum bisa ia sembuhkan. Dimana pada saat dirinya masih berduka dengan kematian Ibunya, sang Ayah malah memilih untuk menikah lagi.Yang Farraz tahu, bahwa kematian sang Ibu memang karena penyakit yang dideritanya. Ibunya mempunyai riwayat jantung, dulu
Di kursi kebesarannya, seorang pria yang menduduki jabatan CEO itu tampak sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya. Tidak hanya itu saja, di atas meja kerjanya terdapat beberapa tumpukan berkas-berkas yang harus ia tandatangani.Pagi ini, Farraz merasa sangat puas sudah membuat keributan di kediaman orang tuanya. Lebih puas lagi melihat Arsinta dan Prayoga sangat jengkel dengan sikapnya. Itu bagus, memang itu yang Farraz inginkan, mengganggu ketenangan hidup mereka.Netra hitam legam milik Farraz menatap lurus ke depan, guna memfokuskan diri pada pekerjaannya yang sangat menumpuk. Setiap hari memang beginilah pekerjaannya. Tidak jauh dari laptop dan berkas-berkas."Pak Farraz, ini laporan pendapatan dari Manajer keungan," ucap Radit.Menghentikan kegiatan Farraz sejenak. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya, lalu menyimpannya di atas meja."Baik," jawab Farraz singkat.Dia menerima berkas laporan keuangan dari Sekretarisnya, kemudian membuka berkas tersebut, gun
Di dalam sebuah unit perumahan, terlihat seorang gadis kini sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Seorang gadis muda berusia 25 tahun itu tampak cantik dengan balutan dress selutut yang pas di tubuhnya, rambut yang digelung asal dan polesan make up tipis membuat kecantikan gadis itu bertambah, bahkan terlihat lebih natural. Tanpa polesan make up pun wajahnya sudah cantik dan manis.Shanaya Alunda namanya, gadis cantik blasteran Indonesia-China itu tampak sedang sibuk menyiapkan masakan, untuk menyambut kepulangam seseorang yang teramat penting baginya.Beberapa menit berkutat, akhirnya masakan pun sudah matang dan tersaji di meja makan. Ia melepaskan celemek yang menghalangi tubuhnya, kemudian membasuh tangannya agar bersih.Drrtt ... drrttt ....Suara deringan ponsel, membuat atensi gadis berwajah cantik itu beralih. Keningnya mengerut."Halo, mohon maaf, ini dengan siapa?" tanya Shanaya bertanya pada seseorang di seberang sana."Ini Daddy, Shana. Maaf sayang, Daddy tidak bisa
Dengan wajah berderai air mata, Shanaya terus mencoba dan memohon kepada Aryan Arsawijaya supaya dia bisa membebaskan Ayahnya. Baru ia ketahui, jika Ayahnya harus korupsi hanya karena ingin membahagiakan dirinya.Andai saja dia bisa mengulang waktu, mungkin dirinya tidak akan menerima begitu saja barang pemberian Ayahnya. Dia tahu, bahwa Ayahnya pernah mengeluh karena biaya kuliahnya. Tetapi sang Ayah menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kuliah hingga ke S2.Ia hanya mampu berandai-andai saja, Shanaya merasa sedih dan bersalah. Karena dirinya menjadi sebab akibat Ayahnya berbuat seperti itu. Hanya demi dirinya, sang Ayah harus dihukum di tempat ini."Di sini yang bersalah adalah aku. Daddy melakukan semua itu demi aku, tolong lepaskan Daddy. Kalian boleh menghukumku, asal kalian bebaskan Daddyku," pinta Shanaya tak putus asa memohon dan meminta agar Ayahnya dibebaskan.Pak Amir menangis tersedu, akibat kesalahannya Shanaya harus memohon-mohon seperti itu. Pak Amir merasa gagal menjadi s
Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy past
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t