Dengan wajah berderai air mata, Shanaya terus mencoba dan memohon kepada Aryan Arsawijaya supaya dia bisa membebaskan Ayahnya. Baru ia ketahui, jika Ayahnya harus korupsi hanya karena ingin membahagiakan dirinya.
Andai saja dia bisa mengulang waktu, mungkin dirinya tidak akan menerima begitu saja barang pemberian Ayahnya. Dia tahu, bahwa Ayahnya pernah mengeluh karena biaya kuliahnya. Tetapi sang Ayah menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kuliah hingga ke S2.Ia hanya mampu berandai-andai saja, Shanaya merasa sedih dan bersalah. Karena dirinya menjadi sebab akibat Ayahnya berbuat seperti itu. Hanya demi dirinya, sang Ayah harus dihukum di tempat ini."Di sini yang bersalah adalah aku. Daddy melakukan semua itu demi aku, tolong lepaskan Daddy. Kalian boleh menghukumku, asal kalian bebaskan Daddyku," pinta Shanaya tak putus asa memohon dan meminta agar Ayahnya dibebaskan.Pak Amir menangis tersedu, akibat kesalahannya Shanaya harus memohon-mohon seperti itu. Pak Amir merasa gagal menjadi seorang Ayah."Kenapa kau bicara seperti itu, Shana? Kau tidak bersalah, ini salah Daddy. Sebaiknya kau jangan mengkhawatirkan Daddy, Nak. Biarkan Daddy menanggung hukuman atas perbuatan Daddy," ucap Pak Amir pada putri semata wayangnya.Namun, Shanaya tidak mau menyerah begitu saja. Dia harus berusaha agar Ayahnya bisa bebas."Tidak Dad, aku tidak akan diam saja. Daddy menderita karena aku. Maka aku juga harus mendapatkan hukuman setimpal," sergah Shanaya.Shanaya kembali menatap wajah Aryan Arsawijaya dengan sorot mata sendu. "Aku mohon Pak Aryan, bebaskan Daddy. Aku akan melakukan apa saja, asalkan Pak Aryan membebaskan Daddyku."Kepala Pak Amir terangkat, ia tercengang saat Shanaya malah berkata seperti itu. "Shana! Cukup! Biarlah Daddy di sini.""No Dad! Daddy harus bebas. Mohon pertimbangannya Pak Aryan, sebagai balasannya, anda bisa menghukumku," ujar Shanaya.Ayah Aryan tercenung, pria paruh baya yang sudah berumur sedang menimang-nimang. Memikirkan pertimbangan pada karyawannya yang sudah korupsi.Ayah Aryan menghembuskan napas panjang. Jika dipikir-pikir, Shanaya ini gadis yang cantik dan umurnya juga sudah matang untuk menikah.Kebetulan dia juga sedang mencari calon untuk menjadi istri kedua putranya. Haruskah ia menjadikan Shanaya istri kedua putranya?Sepertinya ini memang waktu yang tepat, dia juga tidak sabar ingin menimang cucu. Siapa tahu, dari pernikahan kedua putranya ini bisa menghasilkan keturunanShanaya juga sudah ia ketahui asal-usulnya, gadis itu juga merupakan gadis berpendidikan yang menjadi salah satu mahasiswi terbaik di kampusnya. Suatu pencapaian yang luar biasa, bukan?Dalam segi finansial memang keduanya sepadan, dalam segi pendidikan juga sepadan, apalagi dalam segi fisik. Keduanya tampak cocok dan serasi."Kau yakin dengan ucapanmu itu? Kau rela melakukan apa saja agar Ayahmu bebas?" ucap Ayah Aryan, Shanaya mengangguk cepat.Kedua alis tebal milik Farraz saling bertaut, matanya memicing ke arah sang Ayah yang seolah merencanakan sesuatu. Dapat Farraz tebak, jika Ayahnya memiliki rencana.Tanpa ditanya pun, dia sudah bisa menebak."Iya Pak, aku akan melakukan apa saja, asalkan kalian membebaskan Daddy," jelas Shanaya.Ayah Aryan mengangguk paham. "Baiklah. Saya akan mencabut laporan Ayahmu dan akan membebaskan Ayahmu dari penjara," mendengar itu, Shanaya tersenyum dengan binar mata yang kentara. "Tapi ada syaratnya jika kau ingin Ayahmu bebas," lanjutnya. Senyuman di bibir Shanaya pudar seketika.Keputusan Ayah Aryan ini membuat Arsinta dan Farraz bingung, kenapa Ayah Aryan malah mencabut laporan ini? Sudah terbukti jika Pak Amir terbukti bersalah."Apa yang Ayah katakan? Jangan konyol, Pak Amir terbukti bersalah dan dia harus mendapatkan hukuman dari perbuatannya!" protes Farraz tidak terima.Rasanya tidak adil jika pelaku yang jelas bersalah malah dibebaskan begitu saja. Bahkan dengan gamblangnya, sang Ayah mengatakan akan membebaskan seorang koruptor di perusahaannya.Farraz berdecak kesal, tidak habis pikir dengan pemikiran Ayahnya. Hanya karena tangisan seorang gadis, pria paruh baya yang bernotabene sebagai Ayahnya malah luluh begitu saja.Tentu saja, hal ini akan membuat Pak Amir akan merasa keenakan karena tidak ada hukuman atas semua kesalahannya.Ayah Aryan melirik ke arah sang putra, agar Farraz tenang. "Kau tenang saja Farraz. Walaupun dia bebas, dia harus mendapatkan hukuman agar dia merasa jera."Farraz dibuat semakin bingung. Tidak mengerti, apa yang akan direncakan oleh Ayahnya. "To the point! Tidak usah bertele-tele!"Arsinta juga sama, merasa heran. Padahal tadi suaminya siap-siap saja menjebloskan Pak Amir ke dalam penjara, bahkan suaminya sendiri yang membuat laporan tersebut."Sebenarnya ada apa dengamu, Mas? Kenapa kau mencabut laporan ini? Dia seorang koruptor, harus kita beri hukuman supaya dia kapok!""Sudah kubilang tenang. Aku sudah mengatakan, meski dia bebas dia akan tetap mendapatkan hukuman!" sela Ayah Aryan. Geram dengan sikap tidak sabaran istri dan anaknya."Apa yang Ayah rencanakan? Hanya karena permohonan seorang gadis, Ayah luluh begitu saja? Aku yakin, itu air mata yang dibuat-buat!" tuding Farraz, mendelik tajam pada Shanaya yang langsung menunduk takut.Padahal Shanaya tidak kenal dengan pria muda di depannya. Tapi, melihat tatapan lekat, dingin, dan tajamnya membuat nyali Shanaya menciut."Karena kau sudah memakai uang perusahaan demi kepentingan pribadi, aku akan menyita semua aset yang kau punya. Karena kau sudah membuat rugi perusahaan. Sebagai gantinya, kembalikan semua barang yang kau beli dengan uang perusahaan. Dengan begitu, kau akan aku bebaskan dengan pembebasan bersyarat," papar Ayah Aryan.Meskipun belum puas dengan hukuman itu. Farraz tidak bisa membantah, hukuman yang disarankan oleh Ayahnya cukup membuat Pak Amir jera. Sebab, dia akan kehilangan harta kekayaannya untuk mengganti rugi."T-terimakasih banyak Pak Aryan, anda sudah membebaskan Daddy," ungkap Shanaya, wajahnya kembali ceria. Dia berhambur ke pelukan Ayahnya. Merasa senang, lantaran Ayahnya bisa dibebaskan."Aku membebaskan Daddymu karena ada syarat yang harus kau penuhi. Jika kau setuju, maka Ayahmu akan bebas. Jika tidak, Ayahmu pasti akan mendekam di dalam penjara," Shanaya mengatupkan bibirnya rapat-rapat.Shanaya pikir, hukuman yang Ayah Aryan berikan sudah cukup bagi mereka. Tetapi kenyataannya tidak, dia tetap menagih ucapannya barusan."Memangnya apa syaratnya agar Daddyku bisa bebas?" tanya Shanaya, meneguk ludah susah payah. Badannya jadi gemetar saking gugupnya."Kau harus menikah dengan putraku, Farraz!" jawab Ayah Aryan.Sontak mata semua orang itu terbelalak kaget, bahkan pupil mata yang melebar itu seakan keluar dari tempatnya. Perkataan Ayah Aryan, membuat mereka nyaris tersedak salivanya.Farraz menyunggingkan senyum sinisnya. Benar dugaannya, ada rencana yang Ayahnya susun. Inilah jawaban rencana Ayahnya."Ck, berhenti bicara omong kosong! Aku tidak akan sudi menikah dengan anak seorang koruptor!" sentak Farraz. Amarahnya kembali meluap-luap.Bukan hanya Farraz, Shanaya juga kaget bukan main ketika itu adalah syarat agar Ayahnya bebas. Kenapa harus dengan cara ini?"Aku tidak butuh persetujuan kalian. Aku serahkan keputusan itu pada kalian. Asal jangan lupa dengan syarat yang aku berikan. Kau juga Farraz, kau tidak lupa dengan perkataanmu kemarin, bukan? Bahwa kau akan setuju menikah dengan wanita pilihan Ayahmu. Dan pilihan Ayah itu adalah Shanaya. Dan teruntuk kau Shanaya, jika kau ingin Ayahmu bebas, hanya ini syarat yang aku berikan padamu."Pak Amir menarik tangan Shanaya ke belakang tubuhnya. Ayahnya Shanaya tidak terima dengan keputusan semena-mena atasannya, dia tidak akan diam saja jika menyangkut sang putri."Aku lebih baik mendekam di dalam penjara dari pada harus mengorbankan kebahagiaan putriku! Aku tidak akan setuju dengan keputusanmu, Pak Aryan!" ketus Pak Amir.Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy past
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, rencana pernikahan kini akan dibahas di kediaman Arsawijaya. Tuan Aryan memberitahukan pada Farraz dan Shanaya agar datang, untuk turut ikut andil dalam membahas hal ini.Tuan Aryan ingin pernikahan ini segera dilangsungkan. Dia ingin segera mempunyai cucu dari pernikahan kedua anaknya ini.Soal proses penghukuman Pak Amir, sudah ada yang mengurus. Saat ini Pak Amir harus kehilangan rumah mewah dan aset lainnya yang ia beli dari hasil penggelapan dana."Sebenarnya gadis seperti apa calon istri keduamu itu? Apakah di atas Grisella atau justru lebih rendah dari istrimu?" tanya Prayoga ketika berpas-pasan dengan Farraz di bar rumahnya.Di kediaman Arsawijaya, ada banyak fasilitas di dalamnya. Ada bar kecil yang disediakan untuk bersantai dan menikmati minuman.Farraz tidak menggubris, hanya menganggapnya angin lalu. Sebelum bertemu dengan Shanaya, ia membutuhkan waktu untuk menerima keadaan."Mulut lancangmu itu tidak berhak menyebut nama istriku. Ji
Mengetahui jika yang akan dinikahi oleh adik tirinya adalah mantan kekasihnya, saat itu juga Prayoga merasa sangat geram, lantaran Farraz selalu saja mengambil apa yang menjadi miliknya.Baru ia ketahui jika Shanaya adalah anak dari Manajer keuangan di perusahaan yang sama. Jika tahu begini, dia sudah menanyakan Shanaya saja kepada Ayahnya.Bertahun-tahun ia mencari keberadaan Shanaya, sekalinya bertemu, Shanaya akan menjadi calon istri adiknya."ARGH! KENAPA KAU MERENGGUT SEMUA MILIKKU FARRAZ!""KENAPA KAU SELALU MENJADI PENGHALANGKU!"Dengan emosi yang memuncak, Farraz menyapu semua barang yang ada di kamarnya hingga barang itu berserakan di lantai.Mendengar kagaduhan di kamar putranya, Arsinta langsung masuk dengan panik.Matanya membelalak ketika melihat banyaknya barang berserakan di kamar Prayoga, juga terlihat wajah putranya yang diselimuti oleh amarah."Astaga Yoga! Apa yang sedang kau lakukan?!" Arsinta menarik kasar tangan anaknya agar tidak menghancurkan barang disekitarny
Guna menghilangkan ketakutan dan kegugupan yang Shanaya rasakan, Shanya hanya bisa menahan segala sesak yang menghantam dadanya. Harusnya dihari yang berbahagia ini, kedua mempelai merasa senang seperti pengantin pada umumnya.ini justru sebaliknya, Hanya ada keheningan ketika mereka sudah berdua dan duduk di kursi pelaminan, bahkan duduk saja Farraz sampai mengikis jarak, seakan tidak mau berdekatan dengan Shanaya.Dihari pernikahan ini, Shanaya bagai menelan pil pahit. Dia harus mengukir senyum paksa ketika berhadapan dengan para tamu undangan. Tidak mungkin juga 'kan dia terlihat menyedihkan hanya karena diabaikan sang suami dihari pernikahannya."Lihat saja, jika kau berani bicara macam-macam tentangku kepada keluargaku. Aku akan memberimu pelajaran, Shanaya!" ancam Farraz, yang menyadari perubahan raut wajah Shanaya yang kian menyendu.Bukannya merasa iba dan kasihan, Farraz justru merasa puas dan senang dengan wajah menyedihkan Shanaya. Polesan make up tipis membuat paras istrin
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang membuka suara antara keduanya. Sepasang pengantin baru itu sama-sama diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Shanaya juga tidak berani angkat bicara. Sebab, ia masih shock ketika Farraz membentaknya di parkiran rumahnya.Seumur hidupnya, Shanaya baru merasakan yang namanya dibentak oleh seorang pria. Bahkan, Ayahnya saja tidak pernah berbuat kasar seperti itu. Ini pertama kalinya. Dan itu pun oleh suaminya sendiri.Mobil sport hitam mewah itu melaju di atas kecepatan rata-rata, mobil milik Farraz Arsawijaya membelah jalanan ibukota dengan sangat cepat. Diamnya Farraz, Shanaya jadi menciut. Farraz sangat menyeramkan jika sedang marah, padahal mereka baru kenal, Farraz memiliki aura yang sangat kuat."Mas Farraz, pelan Mas. Bahaya kalau kamu nyetir mobil terlalu cepat!" Sontak Shanaya berpegangan pada kursi mobil. Dirinya memekik kaget, seakan hatinya akan loncat dari tempatnya. Kendaraan yang mereka tumpangi, malah semakin menambah laju kecepatan
Mata Shanaya mengerjap beberapa kali saat merasakan cahaya menerpa wajahnya, mata sayu gadis itu perlahan terbuka, mata sembabnya memicing ketika berhadapan dengan cahaya mentari yang masuk dicelah ventilasi jendela hotelnya.Shanya menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal karena posisi tidurnya yang tak nyaman.Dia tidak tahu, jika dirinya Ketiduran dan tertidur pulas seorang diri. Malam pengantin yang harusnya diisi dengan kegiatan suami-istri, ia malah ditinggalkan begitu saja sampai pagi hari kembali menyapa.Suara handle pintu, Shanaya langsung menatap lurus ke arah pintu. Dia langsung duduk ketika yang membuka adalah suaminya."Mas Farraz ..." panggil Shanaya dengan suara parau. Dia masih berada diposisi duduk, tidak berani mendekat. Takut jika Farraz akan mengasarinya lagi seperti semalam.Yang dipanggil hanya menoleh sekilas, bahkan tanpa ekspresi. Farraz melempar bingkisan ke arah Shanaya."Pakai itu dan ganti pakaianmu!" titah Farraz.Shanaya membuka bingkisan
Shanaya bingung, harus masuk atau menunggu orang di dalam sana berhenti berdebat. Shanaya sendiri tidak tahu, mereka sedang mempermasalahkan apa.Tuan Aryan memijat pangkal hidungnya. Selalu pusing sendiri ketika anak dan istrinya adu mulut."Hentikan, Farraz! Bagaimana malam pengantinmu? Apa kau merasa bahagia?" tanya Tuan Aryan.'Jauh dari bahagia,' batin Farraz. Sayangnya, dia hanya mampu menahan isi hatinya. Jika dia gegabah, sang Ayah pasti akan mengancamnya lagi. Tubuh Farraz berbalik, memperhatikan Shanaya yang bergeming di ambang pintu."Tanpa kujawab, kau sendiri pasti tahu," ujar Farraz.Tuan Aryan melempar senyum ke arah wanita yang kini sudah menjadi menantunya. Yang membuat Tuan Aryan kaget yaitu melihat rambut basah Shanaya. Sebagai seorang yang sudah menikah dan berpengalaman, Tuan Aryan sudah tahu apa yang dilakukan pengantin baru itu.Shanaya membalas sapaan Ayah mertuanya, tetapi senyuman di bibirnya memudar saat melihat wajah tak bersahabat Ibu mertuanya. Entah dos
Selang beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya mobil milik Farraz berhenti, tepat di halaman rumah mewahnya. Baru Shanaya ketahui, jika jarak rumah antara Ayah dan anak itu cukup jauh. Sampai-sampai, Shanaya merasakan pegal di bagian bokongnya akibat melakukan perjalanan terus-menerus pagi ini.Shanaya turun dari mobil, kediaman suaminya ternyata tidak kalah mewah dengan kediaman Aryan Arsawijaya. Memang pasalnya mereka itu berasalah dari konglomerat, tidak heran jika rumah mereka tampak besar dan mewah bak istana.Farraz menarik napas dalam-dalam. Dia merasa bersalah, karena sudah membawa wanita lain ke kediamannya bersama istri, walaupun Shanaya istrinya, Farraz keberatan jika gadis itu tinggal di kediamannya.Kediaman Farraz dan Grisella, di tempat inilah mereka sering menghabiskan waktu bersama. Melihat kedatangan Shanaya, para penjaga dan para pelayan tampak terkejut dengan kedatangan majikan barunya. "Jadi itu istri keduanya Tuan Farraz? Walah-walah, masih muda kelihatanny
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t