Protesan Farraz rupanya tidak dihiraukan oleh Ayah Aryan. Pria paruh baya itu sudah berpegang teguh pada pendiriannya. Mungkin, dengan cara ini Farraz mau menyetujui permintaannya—yaitu memberikan penerus di masa kelak.
Dari awal ia memang tidak setuju dan tidak merestui Farraz menikah dengan Grisella, hingga keduanya memutuskan untuk menikah secara diam-diam, tanpa sepengetahuan keluarganya.Pada saat itu, semua keluarga besar dibuat tercengang dengan pernikahan ini. Semua keluarga besar tahu jika Farraz ini menolak menikah sebelumnya. Dengan tiba-tiba, pria itu malah melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan keluarga, terutama Ayah Aryan.Jelas saja saat itu Ayah Aryan sangat murka, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karena semua sudah terjadi. Beberapa tahun ia berusaha menerima ini, tapi rasanya sulit, justru ia malah makin tidak suka dengan Grisella.Wanita yang mampu menaklukkan hati dingin anaknya, yang tidak keluarga mereka ketahui dengan jelas asal-usulnya. Yang mereka tahu, Grisella adalah gadis yang menolong Farraz saat kecelakaan.Ayah Aryan mencoba menerima, sebagai bentuk rasa terimakasihnya berkat Grisella anaknya itu terselamatkan. Sekarang, kejadian itu malah berbalik pada gadis malang itu.Sudah setahun berlalu, Grisella masih belum sadar dari komanya."Kenapa kau tega melakukan ini padaku?" tanya Farraz menahan segala amarah yang tertahan dalam dirinya.Hanya demi sebuah keturunan, Ayah Aryan malah menyuruhnya untuk menikah lagi, padahal Farras merupakan pria beristri.Farraz juga sudah berjanji, tidak akan meninggalkan Grisella dan akan tetap menunggunya."Ini demi kebaikanmu. Sebagai tanda baktimu kepada Ayahmu yang sudah tua ini. Ayah hanya ingin memiliki seorang cucu, Ayah ingin menikmati masa senja dengan cucu Ayah. Memang salah?" Ayah Aryan balik bertanya.Sudah beberapa tahun ini ia menunggu lahirnya seorang anak dari pernikahan Farraz dan Grisella, tetapi hal itu tidak kunjung terwujud, lantaran keduanya belum dikaruniai seorang anak.Mereka menikah sudah 5 tahun lamanya. Bayangkan, selama itu Ayah Aryan menunggu.Mendengar penuturuan Ayahnya, Farraz terkekeh sinis. Apa pun yang dilakukan Ayahnya itu jelas pemaksaan, bukan untuk kebaikannya melainkan untuk kebaikan pria itu sendiri."Demi kebaikanku atau demi urusan Ayah sendiri? Aku hanya meminta Ayah agar bersabar, aku dan Grisella pasti akan memberikan cucu sesuai apa yang kau inginkan," pungkas Farraz."Bersabar? Sampai kapan? Sudah 5 tahun Ayah menunggu seorang cucu, sampai sekarang masih belum terwujud. Lebih parahnya lagi, istrimu malah koma. Memang lebih baik kau ceraikan saja dia!" titah Ayah Aryan.Farraz semakin murka saja ketika pria di hadapannya itu malah mengatur kehidupan rumah tangganya."DIAM! Kau tidak berhak mengatur hidupku!" bentak Farraz.Semakin lama, kemarahan Farraz semakin meluap saja. Pemabahasan ini sangat sensitif baginya."Baik jika begitu. Kau bisa keluar dari rumahku jika kau tidak ingin berurusan lagi denganku, Farraz. Kemasi barangmu dan tinggalkan perusahaan ini, aku akan mencoret namamu di daftar warisanku!" ancam Ayah Aryan kembali menegaskan.Rahang Farraz mengeras, sehingga terlihat urat lehernya. Tangannya ia kepal kuat-kuat, sebisa mungkin ia tahan agar tidak kelepasan."Jangan lupa, semua asetmu akan Ayah sita. Silahkan pergi dan urusi istrimu itu! Besok aku akan melakukan rapat dengan dewan divisi, untuk menggantikan jabatanmu oleh Prayoga," lanjutnya.Tak kuasa menahan rasa amarah yang tertahan di dada, Farraz menjambak rambutnya frustasi. Jika ia di usir dari keluarga Arsawijaya, ia akan tinggal di mana dan bagaimana ia bertahan hidup? Hanya berkat Ayahnya ia bisa sukses hingga sekarang, semua aset yang ia miliki berawal dari Ayahnya.Tanpa menghiraukan keadaan anaknya. Ayah Aryan membenarkan dasinya yang terasa mencekik, kemudian meninggalkan Farraz yang mematung di tempatnya.Ternyata benar, hanya cara ini cara yang paling ampuh untuk mengancam Farraz. Tanpa dirinya, Farraz bukanlah apa-apa. Bukan maksudnya ia perhitungan. Umur tidak ada yang tahu, Ayah Aryan lakukan ini sebagai permintaannya kepada sang anak—ia ingin menimang seorang cucu sebelum ajal menjemputnya."ARGH! TUA BANGKA SIALAN!" umpat Farraz sembari berteriak, sehingga suaranya menggema di ruangan kerjanya.Kini, dirinya merasakan dilematis. Antara menyetujui permintaan Ayahnya, jika tidak, ia akan menjadi gelandangan di luaran sana. Farraz tidak mau hal itu terjadi, hidup sebatang kara di jalanan sana."Aku tidak akan memaafkanmu Ayah!"***Di sepanjang berjalan, banyak pasang mata yang menyapa seorang pria paruh baya yang tak lain dan tak bukan adalah Aryan Arsawijaya, pemilik perusahaan terbesar di ibukota ini. Semenjak berhenti memimpin jadi CEO, sosok Aryan Arsawijaya jarang terlihat.Walaupun jarang tidak pernah terlihat, mereka senang dengan kedatangan CEO yang tegas dan bijaksana pada masa kepeminpinannya. Sosoknya yang tegas dan berwibawa, membuat para karyawannya begitu mengayomi pendiri Arsawijaya Copration itu.Sikapnya tidak berbeda jauh dari Farraz, hanya saja di mata para karyawan, sook Farraz Arsawijaya itu lebih tegas dan dingin.Itu sudah menjadi ciri khas CEO yang sekarang menjabat, walaupun sosoknya dingin dan tegas. Siapa tidak tertarik dengan pribadi dan parasnya yang tampan bak jelmaaan seorang dewa.Banyak sekali para wanita di kantor maupun di luaran sana yang terpesona dengan seorang Farraz Arsawijaya, ya walaupun mereka sudah tahu jika pria itu sudah memiliki seorang istri."Selamat siang Tuan Aryan, lama tidak bertemu dengan anda," sapa para karyawan yang berpaspasan dengannya di lorong."Ayah!" Ayah Aryan menghentikan langkah kala mendengar suara seseorang memanggilnya. Saat berbalik badan, ternyata Prayoga yang memanggilnya.Pria yang tampak tampan dan gagah dengan stelan jas berwarna navy itu tampak pas di badan kekarnya.Prayoga dan Farraz bekerja di tempat yang sama, hanya saja berbeda jabatan.Jabatan Farraz di perusahaan ini adalah seorang CEO, sedangkan Prayoga, ia di tunjuk Ayahnya sebagai seorang Presdir."Ayah sedang apa di sini? Kenapa tidak bilang jika akan berkunjung," ujar Prayoga."Hanya ada urusan dengan Farraz, itu pun sebentar. Kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?" tanya Ayah Aryan.Prayoga mengangguk. Tadinya ia akan ke dalam ruangannya, tetapi ia melihat sosok Ayahnya sedang berjalan di lorong, jadinya ia menyusul."Sudah, aku akan kembali bekerja tadinya, malah melihat Ayah datang ke sini."Ayah Aryan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Selesaikan pekerjaanmu terlebih dahulu, kau harus banyak belajar dari Farraz supaya kinerja kerjamu semakin meningkat."Prayoga terdiam, dengan kedua tangan yang mengepal. Ayah tirinya ini selalu saja membanding-bandingkan dirinya dengan Farraz secara tidak langsung, seolah dirinya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan adik tirinya itu.Sampai ia harus di posisikan sebagai seorang Presdir di sini, bukan CEO, padahal dia adalah anak dan putra tertua di keluarganya. Sering kali ia geram dengan pencapaian adik tirinya itu, ia tidak suka jika Farraz lebih hebat darinya.Ini hanya soal waktu, siapa tahu nanti ia pasti akan menempati posisi tertinggi di perusahaan ini."Ya, aku paham. Ayah ke sini untuk membicarakan pernikahan kedua Farraz, bukan? Bagaimana? Apakah di setuju?" tanya Prayoga."Ayah tidak tahu, Ayah sudah mengancam dia supaya dia mau.""Mengancam apa?""Jika dia tidak mau memberikan keturunan, maka semua harta warisan yang Ayah punya akan jatuh kepadamu, Nak."Entah harus bereaksi seperti apa Prayoga sekarang ini, senang bukan kepalang ketika mendengar perkataan dari Ayah tirinya itu. Menguasai harta kekayaan Aryan Arsawijaya adalah impiannya, agar ia bisa menjadi orang yang kaya raya.'Semoga si Farraz menolak permintaan Ayah, agar aku bisa menguasai seluruh kekayaan Ayah,' batin Prayoga.***Shanaya turun dari taksi yang ditumpanginya, menuju gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Perusahaan Arsawijaya Copration, perusahaan sukses dan besar, tentunya sangat terkenal di dalam Negri.Bekerja di perusahaan ini merupakan impiannya sejak lama. Apalagi dirinya sudah lulus kuliah, dia ingin mencari pengalaman bekerja untuk menggantikan Ayahnya.Sayangnya, keinginan Shanaya tidak bisa terkabulkan. Sebab, Ayahnya belum mengizinkan dan menyuruhnya untuk lanjut kuliah, bekerja di sini juga tidaklah mudah."Bekerja di Arsawijaya Copration it's my dream, semoga Tuhan mengabulkan."Kedatangan Shanaya ke sini untuk mengantarkan makan siang pada Ayahnya, dia iseng-iseng masuk ke dalam perusahaan. Ingin tahu lebih dalam."Gadis menyebalkan tadi? Sedang apa dia di kantorku? Berani sekali dia sembarangan masuk ke sini."Melihat kedatangan gadis yang sangat familiar di matanya, Farraz menghentikan langkah. Dia memanggil satpam untuk mengusir Shanaya."Satpam! Lain kali perketat penjagaan pintu masuk perusahaan, jangan biarkan orang asing masuk ke dalam perusahaanku. Kau usir gadis itu sekarang juga!"Satpam mengangguk patuh, setelahnya Farraz melangkah masuk ke dalam lift. Tidak mau berlama-lama melihat gadis menyebalkan tadi."Maaf, anda siapa? Mengapa anda masuk ke dalam perusahaan?" tanya Satpam sambil menahan tangan Shanaya.Shanaya kebingungan. "Eh Pak, tangan saya jangan ditarik-tarik dong!"Sang satpam tetap menarik tangan Shanaya agar keluar, jika dibiarkan, yang ada malah diamuk atasan. "Ini sesuai perintah atasan saya, bahwa anda dilarang masuk ke perusahaan ini.""Aku tidak akan macam-macam, aku hanya ingin menemui Ayahku. Jika kau tidak percaya. Kau hubungi saja Manajer keuangan di sini, Amirudin Kusuma nama Ayahku." Sontak, satpam itu diam sejenak.Namanya juga orang asing, bisa jadi hanya mengaku-ngaku. Shanaya memberontak, karena dipaksa keluar."Pak Deden! Tunggu Pak! Dia anak saya, Pak Deden mau apakan anak saya?" tanya Pak Amir, bergegas menghentikan satpam tersebut."Tuan Farraz menyuruh saya untuk mengusirnya, Pak Amir. Apakah betul dia anak anda?""Benar Pak, dia putriku. Pak Deden bisa kembali bekerja."Shanaya berdecak kesal. Hari ini dia harus merasakan dua kali apes."Siapa sih si Farraz itu? Berani sekali mengusirku! Mentang-mentang atasan, malah seenaknya!" gerutu Shanaya napasnya kembang kempis."Farraz adalah pewaris Arsawijaya Copration, dia anak tunggal Pak Aryan, Nak. Kau masih ingat dengan Pak Aryan? Pria yang waktu itu berencana untuk menjodohkanmu dengan putranya."Menghela napas lega, Shanaya bersyukur tidak setuju dan menolak perjodohan yang Ayahnya bahas beberapa tahun lalu. Ya, Shanaya ingat namanya. Farraz Arsawijaya, pria yang hampir dijodohkan karena keinginan Aryan Arsawijaya.Ayah dan anak itu di kursi depan perusahaan, Pak Amir mengusap puncak kepala putrinya. "Terimakasih sudah membawakan Daddy makan siang, harusnya kau diam saja di rumah, biar Daddy yang mengambil.""Aku menelpon Daddy, tapi tidak Daddy angkat. Makannya aku ke sini untuk mengantarnya langsung," ucap Shanaya.Pak Ami terdiam. "Daddy sedang mengobrol dengan Pak Aryan di ruangan, Daddy tidak tahu jika kau menelpon."Kening si gadis cantik itu mengerut. "Sepertinya pembahasan serius, sampai Daddy tidak menjawab telponku. ""Pak Aryan menawarkan Daddy untuk menjodohkanmu dengan Farraz. Atasan Daddy ingin membantu biaya pendidikanmu, karena Daddy masih belum bisa mengumpulkan biayanya." Senyuman yang tercetak di bibir si cantik memudar. Shanaya merasa heran, kenapa Tuan Aryan Arsawijaya itu selalu saja menawarkan perjodohan padanya, padahal dia sudah menolak."Aku tidak butuh bantuan mereka, kita masih bisa mengusahakannya sendiri. Lebih baik aku tidak lanjut kuliah saja, dari pada harus di jodohkan hanya karena ingin membantu. Sama saja Daddy menjual putri Daddy kepada mereka.""Tenang Nak ... Daddy tidak akan menyetujui hal itu, putri Daddy berhak bahagia dengan pilihannya sendiri. Daddy hanya menyampaikan saja, karena Daddy juga tidak akan tega menyerahkanmu begitu saja.""Hanya karena ingin membantu biaya kuliahku, dia sering kali menawarkan aku untuk menikah dengan putranya! Padahal sudah jelas jika aku sudah menolaknya!" gerutu Shanaya.Dibandingkan harus menikah dengan cara seperti ini, lebih baik Shanaya tidak melanjutkan kuliahnya dan mencari pekerjaaan saja. Dari pada mengorbankan kebahagiaannya menikah dengan pria yang tidak dia kenali.Dengan keadaan cukup lelah, akhirnya Ayah Aryan sudah sampai di kediamannya sore hari. Bagi siapa saja yang datang ke kediaman Arsawijaya, pasti akan terpesona dengan desain rumah bergaya modern itu.Rumah mewah bak istana yang sudah di bangun pada masa kejayaan Aryan semasa muda, tak hanya dibidang usaha saja, rumah mewah nan megah ini juga menjadi saksi kerja kerasnya.Di dalam rumah, banyak sekali interior dan eksterios, menambah kesan keindahan di rumah bak istana itu. Rumah ini ia bangun sejak bersama istrinya yang pertama, dengan mengandalkan arsitek ahli di bidang pembangunan ini. Hasilnya tidak mengecewakan, tidak hanya nyaman saat di tempati, tetapi juga bisa memanjakan mata jika melihat-lihat seluruh penjuru rumahnya."Mas Aryan, dari mana aja kamu, Mas?" Ayah Aryan yang baru saja memasuki rumah di sambut oleh suara sang istri keduanya.Wanita yang memiliki hubungan gelap dengannya di masa lalu, siapa sangka jika wanita itu menjadi pendamping hidupnya di masa sekarang."Iya
Arsinta berjalan kearah kamar putranya, menurut para maid, Prayoga sudah pulang beberapa menit yang lalu. Saking asiknya bercinta, Arsinta tidak nenyadari jika putra kesayangannya sudah pulang.Sebelum masuk ke dalam kamar, Arsinta merapihkan penampilannya terlebih dahulu. Memalukan jika Prayoga mengetahui jika dirinya baru selesai bersenang-senang dengan suaminya.Arsinta meringis, merasakan denyutan di area selangkangannya. Walau umur mereka sudah tua, tidak bisa dipungkiri jika Tuan Aryan masih ganas soal ranjang. Akibat gerakan kasarnya, membuat Arsinta kewalahan."Nak ... ini Ibu, boleh Ibu masuk?" Arsinta mengetuk pintu kamar putranya."Yoga ... kau sudah tidur?""Masuk aja Bu, aku baru kelar mandi!" sahut Prayoga di dalam kamarnya.Sesudah dipersilahkan masuk, Arsinta memutar handle pintu dan melangkah memasuki kamar putranya.Netra Arsinta mengedar, mencari dimana kebaradaan anak semata wayangnya itu. Pasalnya kamar sang putra sangat gelap gulita, hanya ada temaram lampu tidur
Di tempat yang tak jauh dari meja makan. Farraz berekspresi datar dengan tangan terkepal kuat melihat keharmonisan mereka bertiga. Dari dulu memang Farraz tidak suka dengan Arsinta dan Prayoga. Itulah mengapa, mereka tidak terlalu akrab karena Farraz yang selalu acuh pada keduanya.Mata merah itu memejam, dengan rahang yang mengeras. Ia tidak suka dengan kebahagian mereka. Ada alasan yang membuat Farraz muak satu atap dengan Ayah Aryan.Saat Ibunya meninggal, dengan gampangnya sang Ayah mengakui jika dirinya telah berselingkuh bahkan akan mempersunting wanita selingkuhannya, tepat 2 hari setelah kepergian Ibunya. Sangat singkat, bukan?"Lihatlah Bu, jalang itu masih bisa tertawa diatas penderitaanmu," gumam Farraz.Rasa sakit di hatinya belum bisa ia sembuhkan. Dimana pada saat dirinya masih berduka dengan kematian Ibunya, sang Ayah malah memilih untuk menikah lagi.Yang Farraz tahu, bahwa kematian sang Ibu memang karena penyakit yang dideritanya. Ibunya mempunyai riwayat jantung, dulu
Di kursi kebesarannya, seorang pria yang menduduki jabatan CEO itu tampak sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya. Tidak hanya itu saja, di atas meja kerjanya terdapat beberapa tumpukan berkas-berkas yang harus ia tandatangani.Pagi ini, Farraz merasa sangat puas sudah membuat keributan di kediaman orang tuanya. Lebih puas lagi melihat Arsinta dan Prayoga sangat jengkel dengan sikapnya. Itu bagus, memang itu yang Farraz inginkan, mengganggu ketenangan hidup mereka.Netra hitam legam milik Farraz menatap lurus ke depan, guna memfokuskan diri pada pekerjaannya yang sangat menumpuk. Setiap hari memang beginilah pekerjaannya. Tidak jauh dari laptop dan berkas-berkas."Pak Farraz, ini laporan pendapatan dari Manajer keungan," ucap Radit.Menghentikan kegiatan Farraz sejenak. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya, lalu menyimpannya di atas meja."Baik," jawab Farraz singkat.Dia menerima berkas laporan keuangan dari Sekretarisnya, kemudian membuka berkas tersebut, gun
Di dalam sebuah unit perumahan, terlihat seorang gadis kini sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Seorang gadis muda berusia 25 tahun itu tampak cantik dengan balutan dress selutut yang pas di tubuhnya, rambut yang digelung asal dan polesan make up tipis membuat kecantikan gadis itu bertambah, bahkan terlihat lebih natural. Tanpa polesan make up pun wajahnya sudah cantik dan manis.Shanaya Alunda namanya, gadis cantik blasteran Indonesia-China itu tampak sedang sibuk menyiapkan masakan, untuk menyambut kepulangam seseorang yang teramat penting baginya.Beberapa menit berkutat, akhirnya masakan pun sudah matang dan tersaji di meja makan. Ia melepaskan celemek yang menghalangi tubuhnya, kemudian membasuh tangannya agar bersih.Drrtt ... drrttt ....Suara deringan ponsel, membuat atensi gadis berwajah cantik itu beralih. Keningnya mengerut."Halo, mohon maaf, ini dengan siapa?" tanya Shanaya bertanya pada seseorang di seberang sana."Ini Daddy, Shana. Maaf sayang, Daddy tidak bisa
Dengan wajah berderai air mata, Shanaya terus mencoba dan memohon kepada Aryan Arsawijaya supaya dia bisa membebaskan Ayahnya. Baru ia ketahui, jika Ayahnya harus korupsi hanya karena ingin membahagiakan dirinya.Andai saja dia bisa mengulang waktu, mungkin dirinya tidak akan menerima begitu saja barang pemberian Ayahnya. Dia tahu, bahwa Ayahnya pernah mengeluh karena biaya kuliahnya. Tetapi sang Ayah menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kuliah hingga ke S2.Ia hanya mampu berandai-andai saja, Shanaya merasa sedih dan bersalah. Karena dirinya menjadi sebab akibat Ayahnya berbuat seperti itu. Hanya demi dirinya, sang Ayah harus dihukum di tempat ini."Di sini yang bersalah adalah aku. Daddy melakukan semua itu demi aku, tolong lepaskan Daddy. Kalian boleh menghukumku, asal kalian bebaskan Daddyku," pinta Shanaya tak putus asa memohon dan meminta agar Ayahnya dibebaskan.Pak Amir menangis tersedu, akibat kesalahannya Shanaya harus memohon-mohon seperti itu. Pak Amir merasa gagal menjadi s
Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy past
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, rencana pernikahan kini akan dibahas di kediaman Arsawijaya. Tuan Aryan memberitahukan pada Farraz dan Shanaya agar datang, untuk turut ikut andil dalam membahas hal ini.Tuan Aryan ingin pernikahan ini segera dilangsungkan. Dia ingin segera mempunyai cucu dari pernikahan kedua anaknya ini.Soal proses penghukuman Pak Amir, sudah ada yang mengurus. Saat ini Pak Amir harus kehilangan rumah mewah dan aset lainnya yang ia beli dari hasil penggelapan dana."Sebenarnya gadis seperti apa calon istri keduamu itu? Apakah di atas Grisella atau justru lebih rendah dari istrimu?" tanya Prayoga ketika berpas-pasan dengan Farraz di bar rumahnya.Di kediaman Arsawijaya, ada banyak fasilitas di dalamnya. Ada bar kecil yang disediakan untuk bersantai dan menikmati minuman.Farraz tidak menggubris, hanya menganggapnya angin lalu. Sebelum bertemu dengan Shanaya, ia membutuhkan waktu untuk menerima keadaan."Mulut lancangmu itu tidak berhak menyebut nama istriku. Ji
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t