Zana meneguk saliva secara kasar saat Ebrahim menghentikan mobil di sebuah tempat yang sepi. Dari gerimis,sekarang hujan begitu deras, membuat Zana takut dengan apa yang akan Ebrahim lakukan padanya. Zana menatap Ebrahim secara kaku, menatap takut-takut pada sosok di sebelahnya tersebut. Zana tahu Ebrahim sedang marah, dia bisa merasakannya dari aura pria ini yang terasa begitu mencekam. "Kak Ebrahim, ke-kenapa kira berhenti di sin …-" Ucapan Zana seketika berhenti, Ebrahim mencondongkan tubuh ke arahnya lalu tiba-tiba menciumnya. Zana berusaha menerima dan hanya diam, akan tetapi dia berubah takut karena merasa permainan bibir suaminya tersebut yang terasa cukup kasar–penuh gairah dan kemarahan secara bersamaan. Zana semakin panik bercampur takut karena Ebrahim sudah kelewatan. Tangan pria itu mulai meraba tubuh Zana, ciumannya semakin panas dan penuh penuntutan. Zana sudah sangat kacau, dan dia mulai memberontak karena tak ingin Ebrahim melampaui batas. "Mmff …- Kak," u
[Pulang sekarang juga atau aku menyeretmu dari sana. Kau kira Kakak tak tahu kau ada di mana?]Membaca pesan itu, Zana merasa deg deg kan. Jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya merinding. Dia segera memblokir nomor suaminya, takut karena Ebrahim terus menghubunginya dan terus menerornya lewat pesan. Pria itu menyuruhnya untuk segera pulang, akan tetapi karena Zana takut dengan Ebrahim yang terus-terusan menyentuhnya, Zana engga. Zana sangat cemas, celingak-celinguk untuk memastikan apakah Ebrahim akan menyusulnya ke tempat ini. Zana masih di cafe dekat sekolah adiknya, menunggu Zeeshan supaya mereka pulang bersama ke rumah. Sebenarnya Zeeshan sudah datang ke sini, khusus untuk memastikan Zana. Setelah itu adiknya kembali ke sekolah dan menyuruh Zana menunggunya di sini. "Kak Zan?" Merasa dirinya dipanggil, Zana menoleh ke arah suara tersebut. Mata Zana melebar cukup kaget karena tak percaya dengan apa yang ia lihat. Hell! Austin di sini? "Loh, Austin. Kamu di sini?" kaget Zana
Ebrahim mengerjap beberapa kali setelah mendengar ucapan Zana. Untuk beberapa saat, dia seperti orang linglung. Ebrahim mendekati Zana sehingga perempuan itu kembali meringsut ke kepala ranjang. Ebrahim tahu Zana risih padanya, akan tetapi Ebrahim tak peduli. Dia merampas foto itu lagi kemudian mengamatinya secara cermat. Foto itu diberikan oleh salah satu temannya, yang mengatakan jika istrinya yang selalu ia puji ternyata perempuan nakal yang suka jalan dengan laki-laki lain. Mereka meledek Ebrahim karena menikahi gadis yang masih tergolong remaja–remaja beranjak dewasa. Tentu remaja masih perlu mencari jati diri, hubungan ataupun komitmen belum dipahami oleh seseorang yang masih mencari jati diri sendiri. Ebrahim marah hingga tak dapat mengendalikan diri. Saat dia menjemput Zana, seorang pemuda sedang mengungkapkan perasaan pada istrinya. Zana terlihat gugup, mungkinkah Zana senang ditembak oleh juniornya? Itu membuat Ebarhim semakin marah. Tetapi …- "Ini Kakak?" ucap Ebra
"Aku mencintai istriku dan tidak ada yang lebih indah darinya. Tamara-mu bagai kuman bila bersebelahan dengan istriku!" "Ma-maafkan aku, Ebrahim …." Suara Doni bergetar, pandangannya mulai mengabur dan kepalanya terasa berat. Namun, dia terus meminta maaf supaya dia bisa selamat dari Ebrahim. "Aku memperingatimu, Sialan!" Ebrahim berkata kasar, tak peduli pada siapapun di sana. Kemudian setelah itu, dia menatap satu persatu teman-temanya, "ini berlaku untuk kalian semua. Berani kalian merendahkan istriku dan berusaha menjatuhkannya, baik di hadapanku ataupun di hadapan orang lain, aku tak segan-segan membinasakan kalian semua. Persetan dengan pertemanan kita!" ancam Ebrahim, setelah itu beranjak dari sana dengan wajah yang masih terlihat diselimuti oleh kemarahan. Cih, mereka semua hanya teman, bukan orang yang benar-benar mendukungnya. Jadi kenapa Ebrahim harus mempertahankan mereka semua. Lagi pula dia punya satu teman yang benar-benar mendukungnya, tak lain adalah Razie. **
"Minum," ucap Ebrahim, menyerahkan segelas susu hangat pada istrinya. Mereka telah sampai di rumah dan sudah berganti pakaian juga. Meski menggunakan payung, tetapi tetap saja hujan berhasil membasahi mereka. Ebrahim tak ingin istri kecilnya sakit, sehingga dengan baik hati dia memandikannya sekaligus menghangatkannya. Modus paling tinggi! Zana meraih susu pemberian Ebrahim kemudian meneguknya. Setelah selesai meminum susu, Zana sejenak membuka HP. Sadangkan Ebrahim, pria itu telah merebahkan tubuh di sebelah Zana. [Zan, jadwal wisuda sudah keluar. Minggu depan.] Pesan masuk dari Dirga. Zana menganggukkan kepala, tersenyum tipis karena senang akhirnya perjuangan akan sampai puncak. Zana akan membalas pesan tersebut tetapi tiba-tiba saja handphonenya dirampas oleh seseorang–tak lain adalah suaminya, Ebrahim. Sebelum membaca pesan di HP Zana, Ebrahim melayangkan tatapan dingin pada Zana. Dia perhatikan istrinya senyum-senyum saat membaca sesuatu di HP ini. Apa jangan-jangan Za
"Kak Ebra," jawab Zana sejujur-jujurnya, daripada Ebrahim terus mengira dia sedang berselingkuh lebih baik Zana jujur pada perasaannya. "Orang mana?" dingin Ebrahim, bersedekap di dada sembari memalingkan wajah–tak ingin memperlihatkan ekspresi marah yang kentara di wajah pada Zana. Zana seketika mencondongkan tubuh, menatap lekat pada Ebrahim dengan mulut menganga lebar. Saking tak percaya nya dengan jawaban Ebrahim, Zana terdiam seribu bahasa–masih cengang campur syok. Orang mana katanya? "Kutanya-- dia orang mana, Hum?" Ebrahim menoleh tajam pada Zana, mengatupkan rahang dengan nada bicara yang menggeram– halus tetapi membuat sekujur tubuh Zana merinding. Zana yang kaget karena Ebrahim tiba-tiba menoleh padanya seketika menarik tubuh agar menjauh dari Ebrahim. Zana mengerjap beberapa kali, meletakkan tangan di depan dada. 'Selain punya bakat nakut-nakutin, nyeremin, Kak Ebrahim juga aneh.' Zana menggaruk pelipis, bingung harus menanggapi pria aneh di depannya seper
Saat ini Ebrahim berada di ruang kerja, perusahaan JVM Elektronik. Dia bekerja meskipun tubuhnya sebelum sepenuhnya fit. Ebrahim tak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama karena perusahaan sedang ada proyek–produk baru JVM akan segera diluncurkan. "Jadi Tamara menuduh istriku sebagai simpananku?" ucap Ebrahim, mendapat laporan dari Martin. Ebrahim menatap fotonya yang berada di akun sosial media milik Tarama. Bodoh! Ebrahim baru menyadari jika Tamara selama ini selalu memposting tentang dirinya di akun pribadi Tarama. Banyak moment dari foto tersebut, mulai dari ulang tahun Ebrahim kemarin hingga foto lama saat mereka berpacaran–saat Ebrahim makan malam dengannya. Sialnya, setiap foto dan caption, Ebrahim sebelah sangat mencintai Tamara. Seperti Foto mereka makan malam berdua, tetapi kenyataannya saat itu Ebrahim makan malam dengan tim, bukan hanya Tamara. Itu juga bukan makan malam romantis, itu makan malam biasa setelah Ebrahim dan tim proyek selesai dengan pekerjaan mereka. Ke
"Mom, garisnya ada dua." Zana berucap panik pada mommynya, lewat sambungan telepon. "Nana harus apa sekarang? Nana panik, Mommy." Terdengar jawaban dari seberang sana. 'Itu berarti hamil, Sayang. Ah, syukurnya ….' "Hah, siapa yang hamil, Mom?" panik Zana, mondar mandir di depan toilet kamarnya. 'Ya kamu lah. Masa Kak Ebrahim. Ck, Mommy getok juga pala kamu. Getok blue-tooth dari Paris biar sampe ke rumah kamu.' omel Kina dari seberang sana, gemas sendiri pada putrinya yang tiba-tiba lemot di situasi yang tak tepat. "Hehehe …." Zana menyengir sembari menggaruk pelipis, meringis kala mendengar omelan sang ibu negara. Tadi, Zana sehabis dari gedung yang Ebrahim hadiahkan untuknya. Dia mencek sejenak lalu pulang. Namun, dia mampir ke supermarket lebih dulu untuk berbelanja buah-buahan. Zana ingat pesan daddynya agar makan buah yang banyak. Saat di super market, Zana tanpa sengaja mendengar ucapan ibu-ibu yang sedang mengobrol. Ibu A mengatakan suaminya demam dan terus mual sa