"Kak Ebra," jawab Zana sejujur-jujurnya, daripada Ebrahim terus mengira dia sedang berselingkuh lebih baik Zana jujur pada perasaannya. "Orang mana?" dingin Ebrahim, bersedekap di dada sembari memalingkan wajah–tak ingin memperlihatkan ekspresi marah yang kentara di wajah pada Zana. Zana seketika mencondongkan tubuh, menatap lekat pada Ebrahim dengan mulut menganga lebar. Saking tak percaya nya dengan jawaban Ebrahim, Zana terdiam seribu bahasa–masih cengang campur syok. Orang mana katanya? "Kutanya-- dia orang mana, Hum?" Ebrahim menoleh tajam pada Zana, mengatupkan rahang dengan nada bicara yang menggeram– halus tetapi membuat sekujur tubuh Zana merinding. Zana yang kaget karena Ebrahim tiba-tiba menoleh padanya seketika menarik tubuh agar menjauh dari Ebrahim. Zana mengerjap beberapa kali, meletakkan tangan di depan dada. 'Selain punya bakat nakut-nakutin, nyeremin, Kak Ebrahim juga aneh.' Zana menggaruk pelipis, bingung harus menanggapi pria aneh di depannya seper
Saat ini Ebrahim berada di ruang kerja, perusahaan JVM Elektronik. Dia bekerja meskipun tubuhnya sebelum sepenuhnya fit. Ebrahim tak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama karena perusahaan sedang ada proyek–produk baru JVM akan segera diluncurkan. "Jadi Tamara menuduh istriku sebagai simpananku?" ucap Ebrahim, mendapat laporan dari Martin. Ebrahim menatap fotonya yang berada di akun sosial media milik Tarama. Bodoh! Ebrahim baru menyadari jika Tamara selama ini selalu memposting tentang dirinya di akun pribadi Tarama. Banyak moment dari foto tersebut, mulai dari ulang tahun Ebrahim kemarin hingga foto lama saat mereka berpacaran–saat Ebrahim makan malam dengannya. Sialnya, setiap foto dan caption, Ebrahim sebelah sangat mencintai Tamara. Seperti Foto mereka makan malam berdua, tetapi kenyataannya saat itu Ebrahim makan malam dengan tim, bukan hanya Tamara. Itu juga bukan makan malam romantis, itu makan malam biasa setelah Ebrahim dan tim proyek selesai dengan pekerjaan mereka. Ke
"Mom, garisnya ada dua." Zana berucap panik pada mommynya, lewat sambungan telepon. "Nana harus apa sekarang? Nana panik, Mommy." Terdengar jawaban dari seberang sana. 'Itu berarti hamil, Sayang. Ah, syukurnya ….' "Hah, siapa yang hamil, Mom?" panik Zana, mondar mandir di depan toilet kamarnya. 'Ya kamu lah. Masa Kak Ebrahim. Ck, Mommy getok juga pala kamu. Getok blue-tooth dari Paris biar sampe ke rumah kamu.' omel Kina dari seberang sana, gemas sendiri pada putrinya yang tiba-tiba lemot di situasi yang tak tepat. "Hehehe …." Zana menyengir sembari menggaruk pelipis, meringis kala mendengar omelan sang ibu negara. Tadi, Zana sehabis dari gedung yang Ebrahim hadiahkan untuknya. Dia mencek sejenak lalu pulang. Namun, dia mampir ke supermarket lebih dulu untuk berbelanja buah-buahan. Zana ingat pesan daddynya agar makan buah yang banyak. Saat di super market, Zana tanpa sengaja mendengar ucapan ibu-ibu yang sedang mengobrol. Ibu A mengatakan suaminya demam dan terus mual sa
Kemudian Zana tiba-tiba berjinjit. Cup' Zana mencium bibir Ebrahim sekilas, mengejutkan Ebrahim. Pria itu sampai memiringkan sedikit kepala, saking herannya dengan tingkah manis Zana. Selain mendapat pelukan, senyuman ternyata Ebrahim juga mendapat ciuman ringan dari istrinya. "Taraaaa …." Zana menunjukkan sebuah benda kecil pada suaminya. Senyuman lebarnya masih menghias sehingga sulit bagi Ebrahim untuk berpaling dari senyuman itu. Jika bukan karena penasaran pada apa yang Zana tunjukkan, mungkin Ebrahim enggan berpaling dari senyuman indah Zana. Ebrahim lagi-lagi menaikkan sebelah alis, tersenyum tipis sembari meraih benda kecil tersebut. "Adikku kecilku punya jepitan rambut yang baru, Humm?" tanyanya dengan nada lembut, tersenyum tipis sembari mengamati jepitan pipih berwarna pink. Zana membelalak lebar, seketika menggelengkan kepala kuat. Hei, bukan itu yang ingin Zana tunjukkan! "Bu-bukan itu, Kak. Tunggu …-" Zana merampas jepitan tersebut lalu langsung menatap mej
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
'Aku hamil anak kamu, Mas Zay.'"Aaaaaa …." Kina Anggita Dharmasya berteriak horor, dadanya naik turun dengan napas yang memburu. Jantung Kina berdebar kencang, wajahnya pucat dan tubuhnya tegang. Dia bermimpi yang bukan-bukan, melakukan 'itu dengan kakak iparnya lalu dalam mimpi dia berakhir hamil. Setelah merasa sedikit tenang dari rasa syok tersebut, Kina buru-buru meraih HP. Di papan pencarian, Kina mengetik 'arti mimpi hamil. Banyak artikel yang bermunculan, namun sebagian mengatakan jika arti dari mimpi tersebut pertanda akan datangnya seorang jodoh. "Jodoh sudah dekat?" Kina mengerutkan kening, membaca artikel di layar ponsel, "idih, dikira sumber air apa?! Gila, jodoh datang sedangkan aku masih pengangguran begini. Alah, hoaks ini!" gerutu Kina, kesal sendiri setelah membaca artikel dari arti mimpi hamil. Tak ada yang Kina bisa benarkan. Di situ dikatakan artinya jika jodoh seseorang yang memimpikan sudah sangat dekat, si pemimpi akan menikah dalam waktu dekat, jodoh yang s