Share

Bab 2. Digoda

Keesokan harinya. Sesuai perjanjian untuk bertemu di hotel Golden Star. Membuat Rani kini sudah bersiap akan berkunjung ke sana. Dia memakai pakaian terbaiknya, dengan memoles wajahnya secara natural. Namun, tetap terlihat berkharisma dan cantik.

“Aku dengar kamu mendapat banyak uang semalam? Aku ingin meminta uang padamu?” cegah pria yang datang menemui Rani di kediamannya.

“Aku akan melunasi, tetapi tidak hari ini. Hari ini aku sibuk, lusa aku akan ke tempatmu. Aku janji, semua akan ku lunasi!” timpal Rani memohon diberi waktu.

“Alasan apalagi, hah? Aku ngga mau tahu, aku minta uangnya sekarang!” bentak pria itu emosi.

Pria itu langsung mendorong Rani lalu menarik tasnya, ia membuka dan mengambil seluruh uang di dalam dompet Rani. Rani tak bisa memberontak selain pasrah. Setelah pria itu merampas semua isi di dompetnya, dia langsung pergi meninggalkannya begitu saja.

Rani bahkan sampai tersungkur di lantai. Dia sudah muak diperlakukan kasar seperti ini. Ia sudah tidak tahan, dan ingin terlepas dari bayangan pria itu yang selalu merampas dengan mengatasnamakan hutang.

“Aku bersumpah, ini menjadi hari terakhir kita berurusan!” gumam Rani dengan mengusap cairan bening yang turun ke atas pipinya.

Setelah itu, Rani pun beranjak berdiri dan merapikan bajunya yang kusut. Ia juga melihat wajahnya yang sedikit luntur tetapi masih terlihat cantik. Ia tak mempermasalahkan, yang terpenting kali ini ia harus datang ke hotel tempat pertemuannya dengan pria yang akan menjadikannya istri kedua.

Ia pun berjalan keluar dari apartemennya dan turun ke loby untuk menunggu taxi online yang sudah ia pesan.

Di perjalanan. Hati Rani sangat gelisah tak menentu. Dia sudah biasa melayani banyak pria, tetapi entah kenapa pertemuannya dengan pria yang akan menjadikan dirinya istri kedua membuatnya terasa gugup.

“Astaga! Kenapa perasaanku kaya gini sih! Nggak, aku harus bersikap biasa saja. Anggap saja pria itu sedang menyewa jasaku. Tapi, memang benar sih? Dia bukan menyewa jasa melainkan menyewa rahimku!” gumam Rani terkikik sendiri.

Tidak lama, taxi yang ditumpangi Rani kini sudah sampai di tujuan. Ia pun langsung turun setelah membayarnya.

Rani berjalan masuk ke dalam hotel dan tujuannya adalah ke ruang resepsionis untuk meminta petunjuk kamar yang sudah pria itu tentukan.

“Terima kasih,” ucap Rani saat hendak diantar ke kamar tersebut.

Setelah naik menggunakan lift dan sampai di kamar yang sebagai tempat pertemuannya. Rani pun masuk setelah pintu kamar di bukakan.

“Nyonya, tunggu di dalam biar nanti saya panggilan Tuan Galvin ke sini,” titah pegawai hotel dengan sopan.

“Galvin?” gumam Rani menyebut nama calon suaminya itu.

Ia memang belum tahu nama orang yang akan menitipkan benih di rahimnya. Setelah mendudukkan bokongnya di sofa. Rani mengeluarkan satu kartu nama berwarna perpaduan black dan gold.

“Galvin Chandra Hermawan,” ejanya secara pelan.

“Wah, dia ternyata CEO di perusahaan tambang emas. Pantas saja dia berani membayarku dengan harga fantastis,” lanjutnya tak menyangka.

Saat Rani sedang bertarung dengan pikirannya, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ia pun langsung merapikan riasannya dan juga bajunya agar terlihat sempurna.

Setelah pintu terbuka, Rani yang ingin menyapa dibuat tercengang oleh kedatangan pria tak dikenal.

“Siapa kamu?” tanyanya dengan menelisik.

“Tenang, Nona Cantik. Aku di sini hanya ingin menemanimu sebentar. Kebetulan tuan Galvin masih ada meeting,” kata Pria itu tersenyum.

“Ternyata pilihan Galvin bagus juga. Kenapa semalam aku tidak melihatmu?” sambung pria itu dengan tatapan tak biasa.

“Apa maksudmu?”

“Tidak perlu berpura-pura, Manis. Bagaimana kalau kita bersenang-senang sambil menunggu kedatangan tuanmu. Tenang, akan aku bayar. Asal servismu memuaskan!” tawar pria itu menyeringai.

Rani tidak terima dengan ucapan pria di hadapannya saat ini. “Jaga mulutmu, Tuan. Aku tidak sudi melayani pria sepertimu!” desisnya membuang muka.

“Apa kamu bilang? Tidak sudi? Hei, wanita jal*ng. Aku bahkan bisa membayarmu lebih dari yang Galvin berikan padamu!” cecar Pria itu tak terima. Ia pun mendekat ke arah Rani lalu mendorongnya ke atas ranjang.

Rani mencoba memberontak. Namun, tenaga pria itu sangat kuat. Membuat Rani tak bisa berbuat apa pun selain pasrah.

“Lepaskan, Tuan. Aku bisa saja melaporkan dirimu atas tindakan pelec*han!” seru Rani dengan mencoba terlepas dari dekapan pria itu. Rani akhirnya menendang bagian sensitifnya, sampai pria itu meraung kesakitan.

“Biad*p kau wanita murah*an!” teriak pria itu yang tersungkur di lantai.

Rani tak menggubrisnya. Ia pun hendak berlari ke arah pintu. Namun, sayangnya kakinya tersandung tangan pria itu yang menghalangi.

Ia pun terjatuh ke lantai dengan keras hingga akhirnya ia tak bisa bergerak, sebab pria itu sudah mengunci tubuh Rani di atasnya.

“Lepaskan aku!” teriak Rani kencang. “Tolong!” jeritnya berharap ada seseorang yang mendengar dan membantunya.

Pria itu dibuat emosi oleh Rani yang berani berteriak. Tamparan keras, ia layangkan ke wajah mulus Rani hingga bibirnya berdarah.

Rani memegang pipinya yang panas. Buliran bening perlahan turun membasahi pipinya. Baru kali ini dia mendapatkan perlakuan kasar oleh pria tak di kenal selain si penagih hutang.

“Jangan coba-coba melawan diriku! Aku bisa saja berbuat lebih kejam dari ini!” ancam pria itu dengan berbisik di daun telinga Rani dengan menjilat pelan.

Rani benci tindakan pria ini yang lancang padanya. Kedua tangannya yang terkunci membuat dirinya tak bisa berbuat apa pun.

Pria itu menyeringai melihat kedua mata wanita di bawahnya ini mulai sanyup. Ia pun hendak mencium bibir kecilnya yang sedari tadi sangat menggoda.

Namun, belum juga menempel tiba-tiba seseorang mendorong pria itu dan memukul rahangnya dengan keras.

“Brengs*k, kamu apakan wanita ini, hah!” hardik Galvin emosi.

“Dia yang menggodaku, Galvin. Benar ‘kan kau menggodaku!” Pria itu menuduh Rani yang kini sudah berdiri di dekat pintu.

“Bohong! Dia memaksaku untuk melayaninya,” kata Rani jujur.

Emosi Galvin semakin meradang. Ia pun menghajar partner bisnisnya kembali tanpa ampun.

“Maafkan aku, Galvin! Aku bisa jelaskan semuanya!” mohon pria itu tak berdaya.

Galvin pun menghentikan aksinya dengan mendorong patner bisnisnya keras ke lantai.

“Jangan coba-coba menyentuh wanitaku! Apa kamu paham!” ancam Galvin lalu menarik tangan Rani meninggalkan kamar itu.

Sontak saja, Rani dibuat terharu oleh sikap Galvin padanya. Ia hanya bisa menurut mengikuti langkah pria yang akan menyewa rahimnya membawa ke kamar yang berbeda.

Galvin menyuruh Rani untuk duduk di pinggir ranjang. Sementara dia mengambil kotak obat untuk mengobati bibir Rani yang berdarah.

“Maafkan atas kelancangan temanku!” ucap Galvin dengan menempelkan kain kasa ke arah bibir Rani.

Rani memandang Galvin dengan tatapan sendu. Baru kali ini dia diperlakukan baik seperti ini. Tak terasa cairan bening turun secara perlahan ke atas pipinya.

“Terima kasih,” suara Rani bergetar.

Galvin tersenyum. “Kamu akan baik-baik saja sekarang dan pastinya kamu akan aman dari pria itu,” timpalnya merasa bersalah.

Rani hanya mengangguk pelan.

“Kamu tunggu saja, sebentar lagi penata rias akan datang ke sini. Kita menikah hari ini. Aku akan menunggumu di bawah,” ujar Galvin tersenyum. Ia pun beranjak dari ranjang dan juga tidak lupa mengusap kepala Rani secara pelan.

Hal itu sontak membuat Rani terkejut dan terdiam kaku.

“Tidak. Ini jangan sampai terjadi!” ucapnya dengan memegang d*danya yang berdebar.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hanind
gimana rasanya ran?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status