"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Alina bingung."Maaf Nyonya, saya tidak bisa memberitahukan." kata satpam yang bernama Agung itu.Alina hanya bisa menghela nafas panjang, apa yang di katakan oleh pak satpam rumahnya sedikit mengganggu fikiranya."Pak agung ini bisa saja membuat saya jadi kepikiran," celetuk Alina kemudian."Maaf bu saya tidak bisa memberitahu, alangkah baiknya ibu nanti bisa tahu sendiri." kata agung lagi."Ada apa dengan nyonya Maria, kenapa aku harus berhati-hati dengannya? Bukankah selama ini nyonya Maria itu adalah wanita yang sangat baik padaku. Dan dia adalah wanita yang sangat lembut. Tuhan Panji saja sangat sayang dan mencintainya. Bahkan kecantikannya di atas rata-rata.Setelah makan malam selesai pak agung kembali ke depan pintu apartemen untuk berjaga di sana bersama rekannya. Dan Tiwi di dalam rumah dia membersihkan sisa makan malam bersama nyonya kecil dan segera mencuci piring.Alina sendiri langsung masuk ke dalam kamar iya ingin istirahat. Karena
"Panji juga sekarang sedang bersenang-senang dengan istri barunya. Mama dan papa juga sedang pergi ke luar negeri. Kalau aku tidak ke sini ngapain aku di rumah sendiri kan sangat membosankan?" Kata Maria"Pintar sekali Kamu honey," pintar memanfaatkan keadaan kata Riko sambil mengecup bibir merah milik wanita itu. Lambat laun ciuman mereka semakin liar dan semakin panas.Keduanya bercinta dan menghabiskan malam hingga pagi menjelang. Hingga Maria sangat terkejut ketika banyaknya panggilan video call dari Panji."Ada apa Panji menghubungiku? Apakah malam ini mereka berdua tidak bersenang-senang? gumam Maria lirih.Maria lebih terkejut lagi saat membaca chat dari Panji isi chat itu mengatakan bahwa semalam Panji pulang ke rumah dan tidak menemukan Maria di rumah dan Panji menanyakan di mana sekarang Maria berada."Sayang mampus gue, panji semalam tidak tidur di apartemen Alina tapi dia pulang ke rumah! ada apa dengan pria itu?" Celoteh Maria yang langsung turun dari ranjang dan bergegas
Setelah Maria sudah selesai dengan perawatannya Dia segera meninggalkan salon kecantikan itu untuk pergi ke butik langganannya. Kebetulan butik itu tidak jauh dari tempat Maria menjalani perawatan kecantikan, hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari salon.Maria masuk ke dalam butik dan mulai memilih pakaian apa yang pas dan cocok dikenakan oleh Alina. Hingga kedua matanya tertuju pada sebuah gaun dengan model off shoulder dengan bagian lengan menggantung dan berwarna green mint. Ia pun tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.Setelah mendapatkan gaun dan high heels buat Alina kenakan Maria segera berjalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Beberapa menit kemudian setelah selesai melakukan pembayaran Maria kembali ke salon dan menyerahkan paper bag pada pelayan agar diserahkan pada Alina saat ia sudah selesai perawatan dan segera berganti pakaian.Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit Maria menunggu Alina. Ia menyempatkan diri untuk menghubungi Riko, dan memberi
"Shit!" Umpat Panji kemudian melangkah menuju pintu dan ingin memaki siapapun yang berada di depan pintu."Tiwi, ada apa?" tanya Panji datar."Maaf, Tuan. Di luar ada tamu yang ingin bertemu," kata Tiwi sambil menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap raut wajah Panji yang menahan amarah."Katakan padanya tunggu sebentar," kata Panji langsung berbalik dan menutup pintu masuk ke dalam kamar dimana Alina sedang gelisah di dalam.Alina menatap Panji yang sedang berjalan ke arahnya, jantungnya kembali berdetak dan menari-nari di dalam dadanya. Ia mulai gugup kembali saat tangan kekar Panji mulai memberikan sentuhan lembut di kulit wajahnya yang mulus lalu mendaratkan sebuah kecupan singkat. Alina masih belum bisa menguasai keadaannya, ia masih diam terpaku melihat Panji perlahan melepaskan ciumannya lalu membisikkan sebuah kalimat. "Tunggu di sini, dan jangan tidur dulu! Karena saat aku kembali nanti kita akan memulainya lagi dari awal. Sekarang aku akan pergi dulu, ada urusan yang m
Panji gelisah, ia mondar-mandir menunggu Alina pulang. Akan tetapi jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.30 tapi Alina tak kunjung pulang.Panji akan menghubungi Tiwi akan tetapi, handphone milik handphone milik Tiwi tertinggal di meja dapur.Saat Panji hendak ingin menyusul Alina yang sedang belanja di supermarket, ia sudah bersiap dengan berganti pakaian. Saat ia keluar kamar ternyata Alina dan Tiwi sudah masuk ke dalam apartemen dan tanpa Panji sadari terbitlah senyum di wajahnya. Rasa kekhawatirannya berangsur-angsur menghilang saat melihat Alina baik-baik saja.Alina tersenyum melihat Panji yang sudah rapi, ia menghampirinya dan bertanya, "Tuan Panji mau ke mana sudah malam," tanya Alina lembut."Aah....tidak..... Saya tidak mau ke mana-mana." kata Panji kemudian sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Apakah Tuan sudah makan?" tanya Alina lagi.Panji tersenyum hatinya merasa hangat, ia merasa senang karena Alina memperhatikannya. Ia pun kemudian menggelengkan kepalanya tand
"Buka pintunya sayang!" kata Panji yang membuat Alina terkejut.DeeegggAlina bingung ya harus bagaimana, ketika Panji mengetuk pintu dan meminta masuk. "Maaf tuan saya tidak membawa handuk,"kata Alina pelan tapi masih bisa didengar oleh Panji.Panji tersenyum di depan pintu, "Aku hanya ingin mengantarkan handuk ini untukmu," kata Panji yang kemudian mengulurkan tangannya saat pintu kamar mandi terbuka sedikit."Terima kasih Tuan," kata Alina merasa malu."Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu," karena kamu begitu lama sekali berada di dalam kamar mandi."Maaf Tuan kalau saya lama di kamar mandi, karena saya bingung bagaimana caranya minta tolong pada Tuan. Karena saya malu."jawab Alina sambil menundukkan kepalanya.Panji yang melihat Alina berjalan sedikit berseok-seok dia lalu mendekati gadis itu, dan menanyakan bagaimana keadaannya apakah masih sakit di bagian intinya atau sudah lebih baik."Saya sudah lebih
Panji telah tiba di kantor sejak satu jam yang lalu. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan dua larva yang sejak pagi sudah menghubunginya untuk secepatnya datang ke kantor. Tapi ternyata mereka berdua belum berada di dalam kantor."Huft... Ke mana sih mereka sudah jam 09.00 pagi tidak ada di kantor?" gerutu Panji sambil melangkah ke arah jendela, dan matanya menatap lurus pada bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dan kokoh.Tok tok tokTerdengar suara ketukan pintu di depan ruang kerjanya Panji. Pria itu segera menoleh ke arah pintu dan di sana telah berdiri kedua larva yang telah lama ia tunggu sejak tadi. Panji berjalan lalu duduk di sebuah kursi sofa yang empuk yang berada di dalam ruangan kantornya lalu menyuruh kedua larva itu untuk duduk dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi tentang kebakaran semalam."Bagaimana hasil penyelidikannya? Apakah sudah ada titik terang atau bukti yang mengarah pada mereka?" ta
Braakk"Apa yang terjadi?" Tanya Lisa panik saat mengetahui mobil mereka ditabrak oleh kendaraan di belakangnya."Tenang dulu Ma, Mama jangan panik. Biar mereka yang mengatasi, Mama tunggu saja di dalam mobil!" Kata Arun mengelus punggung Lisa agar ia menjadi lebih tenang.Duo larva turun lebih dulu untuk mengecek apa yang terjadi, ternyata seorang pengendara motor telah terkapar di belakang mobilnya. Mungkin karena pengendara itu mengantuk atau karena apa, yang jelas pengendara motor itu yang salah. Rama kemudian mengetuk pintu kaca mobil Panji dan memberitahukan apa yang terjadi.Panji pun mengangguk dan ia menyerahkan semuanya kepada kedua orang kepercayaannya itu. Kemudian Panji melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah bersama kedua orang tuanya yang di mana Maria sudah menunggu lama.Rama dan Dion kemudian membawa korban ke rumah sakit dan ternyata benar jika korban dalam keadaan mabuk. Dia mengendarai motor sambil mabuk entah apa yang terjadi dengannya. Setelah Rama menga
Panji tidak menceritakan perjuangannya selama ini untuk mencari Alina. Ia lebih memilih menguburnya rapat-rapat. Ia pun berencana ingin menemui Nina, dan menyampaikan pesan dari mamanya. Panji berpamitan pada Alina dan Marcel dengan membawa Jacob yang dibekuk oleh Dion. Saat ia melangkah dan ingin meninggalkan ruangan itu terdengar teriakan dari salah seorang anak kembar yang memanggilnya uncle. "Uncle...," Kenzie berlari ke arah Panji dengan senyum yang mengembang lalu memeluk Panji dengan sangat erat. "Terima kasih uncle, karena uncle sudah mengembalikan mainan Kenzie," kata Kenzie dengan polosnya, dan menggunakan bahasa Inggris yang lancar. Kenzo hanya melihat tanpa ingin mendekat ada rasa kesal di hatinya saat melihat Kenzie begitu dekat dengan orang yang belum ia kenal, dan sempat membuat Mommy ketakutan. Entah karena ikatan batin antara Kenzie dan Panji hingga ia enggan untuk melepaskan Panji pergi. Hingga Kenzie harus menangis saat Kenzo melepaskannya dengan paksa pelukan
Teriakan Alina berhasil membuat Dion berhenti menghajar Jacob. Dengan tatapan mata yang tajam Dion menetap Jacob yang sudah bersimbah darah. Darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah dan beberapa giginya ada yang patah. Nafas Alina memburu jantungnya pun seakan berhenti berdetak. Beruntung Max langsung mengamankan si kembar dan membawanya masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat adegan kekerasan yang baru saja terpampang di hadapan Alina. "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Panji pada Dion dan menatapnya tajam. "Cukup!" Alina kembali berteriak, karena jika dia berkata pun mungkin tidak akan ada yang mendengarnya jadi terpaksa Alina berteriak. Panji menatap Alina, yang tengah mengatur nafas terlihat dari dadanya yang naik turun. "Apakah masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik Tuan Panji Kusuma Wijaya?" tanya Alina lirih dan memanggil nama lengkap Panji. "Pasti Tuan bertanya-tanya, kenapa saya bisa berada di Amerika? Kenapa saya bisa menikah dengan Tuan Marce
Perasaan yang Panji rasakan campur aduk, bahkan ia kehilangan kata-kata hanya untuk sekedar berkata maaf. "Tu-Tuan...," "Ka-kamu...," Ucap Panji dan Alina terbata dan bersamaan. "Kamu saja lebih dulu yang berbicara!" kata Panji. "Tuan saja silakan lebih dulu berbicara, saya akan mendengarkan!" sahut Alina dengan lembut. Marcel yang mengerti dengan keadaan saat ini ia memilih keluar dan memberikan waktu untuk Alina dan Panji berbicara berdua. "Sayang..., Lebih baik aku keluar dulu ya ajak anak-anak kamu dan dia ngobrol aja dulu," kata Marcel dan kemudian bangun dari duduknya lalu menghampiri si kembar untuk mengajaknya keluar ruangan. Akan tetapi Alina menggeleng kuat dan menahan Marcel untuk tidak meninggalkannya. Alina merasa takut bayang-bayang masa lalu yang dilakukan Panji terhadapnya saat Panji hampir saja menghilangkan nyawanya dengan mencekik nya, waktu itu menari-nari di pelupuk matanya. Apalagi saat membayangkan kemarahan Panji saat melempar hasil tes DNA ke waj
Panji tidak bisa mengenali pria yang bersama Alina karena sosok pria tersebut berdiri memunggunginya. Dadanya terasa sesak saat mendengar si kembar memanggil pria itu dengan sebutan Deddy. Terlihat begitu sangat bahagia Alina bersama pria itu bahkan si kembar menganggap pria itu adalah ayahnya.Panji meraba dadanya yang terasa sakit dan berdenyut, iya sedikit limbung beruntung Dion menopang tubuhnya."Boos..., kau tidak apa-apa?" tanya Dion khawatir.Airmata Panji mengalir tanpa permisi pandangannya menatap lurus pada punggung yang semakin menjauh. Di genggaman tangannya ia meremas salah satu mainan miniatur milik dua puncak kembar tadi yang terjatuh tidak sengaja saat berlari keluar lift."Tuan Panji, anda tidak apa-apa? tanya Mr lee yang datang menyusul karena Panji tidak kunjung datang memenuhi panggilannya dan ia terkejut saat melihat Panji sedang bersimpuh di lantai dengan keadaan yang sedikit kacau.Panji yang ia kenal adalah panji yang mempunyai sikap tegas kejam pada siapapun
Panji dan Dion telah tiba di bandara setelah melewati perjalanan yang cukup panjang 18 jam perjalanan dengan menggunakan jet pribadi milik Panji. Kali ini ia berjanji dalam hatinya akan membawa Alina dan anak-anaknya pulang bagaimanapun caranya.Akan tetapi Panji heran, "Kenapa Alina bisa berada dan tinggal di Amerika? Dia tinggal bersama siapa?" gumam Panji lirih. Ia harus mencari tau.Panji dan Dion langsung diantar oleh Alex menuju apartemen untuk beristirahat sejenak, karena nanti malam ketiganya akan menghadiri acara pesta anniversary rekan bisnis yang mengundang Panji beserta Dion. Sedangkan Alex tentu saja Ia mendapatkan undangan secara khusus karena iya adalah salah satu orang yang sudah memperkenalkan Panji dengan salah satu orang berpengaruh di Amerika."Sebaiknya kalian istirahat dulu," Alex menepuk pundak Panji dan tersenyum lalu berpamitan meninggalkan Panji dan Dion.Panji melangkah lebih dulu memasuki kamar yang terlihat mewah di ap
Lima tahun kemudian di Boston Amerika. Seorang pria dewasa tengah bermain dengan dua bocah laki-laki kembar yang salah satunya mirip dengan Sang Mama mempunyai sifat yang lebih lembut, hangat, dan ceria. Sedangkan sang kakak mempunyai sikap yang lebih dingin cenderung cuek dan tidak peduli menjadi pribadi yang tertutup adalah cerminan dari sang Papa.Ya, si kembar Kenzo dan Kenzie sudah tumbuh besar dan usianya saat ini menginjak lima tahun lebih. Mereka sedang bermain di taman ditemani oleh Marcel. Satu-satunya pria yang dianggap oleh si kembar adalah papanya. Marcel sangat tulus menyayangi si kembar, yang menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayangnya murni dari hati tidak ada sedikitpun unsur pemaksaan saat meminta Alina, lima tahun yang lalu untuk menikah dengannya.Marcel hanya berniat untuk menolong Alina dan kedua bayinya waktu itu. Dan pernikahan mereka dari dulu hingga sekarang belum pernah sekalipun untuk keduanya melakukan hubungan s
Setelah Marcel mengamankan Nina dan si kembar ia bergegas akan menyelamatkan Alina. Ia menyayangkan mengapa Alina yang harus menjadi korban penyekapan ini. Tujuannya hanya satu agar ia datang untuk menyelamatkan Alina.Marcel pun beruntung karena telah memasang alat pelacak yang ia pasang di jam tangan milik Alina. Sehingga membuat Marcel lebih gampang untuk menemukan di mana keberadaan Alina.Marcel terpaksa membawa Nina dan si kembar ke mansion, karena di sana akan lebih aman."Kita berada di mana ini Nak, Marcel?" tanya Nina saat berada di bangunan megah."Bu, Ibu tinggal di sini dulu ya sementara waktu, hingga semuanya aman dan aku bisa menyelamatkan Alina!" ucap Marcel pada Nina."Nak, Nak Marcel...," Nina menghentikan langkah Marcel yang hendak melangkah.Dengan menatap sendu Nina berkata pada Marcel dengan memohon. "Selamatkan Alina Nak Marcel!" pinta Nina sambil menggenggam erat tangan Marcel.Marcell pun tersen
Bayi kembar yang usianya baru tiga bulan kurang itu menangis dengan sangat kencang.Anehnya saat Marcel mendekati si kembar mereka langsung saja anteng saat digendong oleh Marcel, membuat Alina menatapnya dengan haru.Andai saja yang menggendong si kembar saat ini adalah ayahnya, mungkin Alina akan sangat bahagia saat sosok pria yang sedang menggendong si kembar adalah suaminya sendiri yaitu Panji. Tak terasa bulir bening mengalir di ujung netra Alina.Nina yang menyadari kesedihan Alina kemudian menghampiri dan memeluknya. Memberikan kekuatan dan menyalurkan energi positif."Apakah kamu tidak mau melihat anak-anakmu bahagia?" tanya Nina tiba-tiba, membuat Alina terkejut atas pertanyaan yang diberikan oleh ibunya."Al..., anak-anakmu butuh sosok seorang ayah. Menikahlah dengan Marcel!" pinta Nina pada Alina untuk mempertimbangkan kebahagiaan si kembar."Tapi Bu, aku dan Mas Panji belum resmi bercerai," kata Alina"Panji
Awalnya Marcel itu ragu untuk menolong kedua wanita yang berbeda usia itu, namun hati nuraninya mengatakan hal yang berbeda. Hatinya berkata untuk menolong kedua wanita itu dan melihat bayi kembar yang berada dalam gendongan masing-masing wanita itu. Lalu Marcel mencoba menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat.Menunggu beberapa menit kemudian ambulans pun datang dan beberapa perawat mengeksekusi korban masuk ke dalam mobil ambulans dan bayi kembar digendong oleh dua orang perawat wanita yang saat Marcel memesan ambulans Ia juga memesan dua perawat untuk membawa bayi kembar yang menangis dipelukan ibu dan neneknya.Setelah tiba di rumah sakit Marcel berjalan mondar-mandir tidak tenang dan di dalam hatinya berdoa agar dua wanita yang ia tabrak itu selamat.Satu jam berlalu dokter yang menangani pasien keluar dari ruangan IGD dan menyampaikan jika keadaan pasien baik-baik saja hanya mengalami luka benturan di kepalanya.Marcell pun akhirnya bisa